Thursday, December 29, 2011

Valedictorian


Seringkali kita menetapkan indikator-indikator untuk mengetahui sejumlah konsep yang belum terdefinisikan dan telah membingungkan kita. Hari ini, nilai skripsi 3,71, IPK 3,81, dan predikat cumlaude menjadi indikator bahwa sayalah mahasiswa terbaik sefakultas. Namun, benarkah demikian? Benarkah saya pantas menyandang predikat 'terbaik'. IPK dan skripsi adalah indikator yang ditetapkan untuk mengetahui siapa mahasiswa terbaik. Padahal bisa jadi,
IPK itu didapatkan dengan cara-cara yang tak akademis sama sekali. Demikian juga dengan skripsi, kamu percaya itu? Tentu kamu tau, banyak orang yang menjadikan skripsi sebagai lahan basah mahasiswa tingkat akhir.

Mahasiswa terbaik haruslah disandang mereka yang benar-benar cerdas dan menyebarkan kecerdasannya. Dan pikir saya, melalui pengamatan 22 tahun atas diri saya sendiri, saya belumlah tiba di kondisi ideal itu.

Memang, untuk mengetahui, maksud saya benar-benar mengetahui manakah mahasiswa terbaik, agaknya perlu diadakan observasi mendalam selama masa studi masing-masing mahasiswa. Tapi kamu tahu, itu sulit sekali dan membuat bingung, karena itulah indikator ditetapkan untuk menyederhanakan persoalan-persoalan ribet dan bikin pusing. Dengan
demikian IPK dan skripsi menjadi bentuk penyederhanaan itu. Lalu predikat yang saya sandang ini adalah muara dari berbagai kebingungan manusia.

Saya pernah bercita-cita membawakan pidato kelulusan, duduk paling depan, nama dipanggil paling awal, dan yang terutama: orangtua duduk di jajaran VIP. Kalau kita suka mimpi, jelas yang seperti itu adalah mimpi yang umum para pemimpi. Sejujurnya saya merasa bangga, meski lebih sering perasaan bangga itu seperti palsu, karena lebih sering saya merasa malu dan tidak pantas.

Pada akhirnya memang kesyukuran menjadi solusi bagi kegelisahan-kegelisahan tidak penting yang bergolak di batin. Masalah selalu datang dari imajinasi kita sendiri. Orang-orang mungkin berkata: "sudahlah jangan banyak protes, syukur kamu terbaik!"

Ya,
syukur...

Dan tahukah kamu apa itu syukur? Syukur, menurut Fuad Rumi ustad kami, adalah memanfaatkan pemberian sesuai kehendak pemberinya. Kalau kamu dikasih topi, apa kamu akan menggunakannya di kaki? Oh tidak, kamu tidak syukur namanya. Sama halnya dengan: Allah memberimu hidup untuk kamu beribadah padaNya. Itu yang dikehendaki Allah dari
hidup yang diberikan padamu. Sekarang kalau kamu bersyukur menjadi wisudawan terbaik, kamu harus apa, Raidah Intizar? Jawabannya sudah jelas :)

Friday, December 16, 2011

A Woman with That Something She Forgot


Saw her today, she's walking busily around, checking everything on their places, peeking inside her bag and nodding at herself. She's seemed in a preparation to go to someplace she needs to be fully-prepared.

Saw her today, she's grabbing her key that was hung in a rusty nail. She's saying "goodbye everyone," and heading to the garage. A dusty black minivan was parked, and she opens its door. She's sitting on the driver seat, and plugging her key in. She's kicking the gas, soon after the car was heated enough.

Saw her today, she's driving all the way to north, her aim, her objective. She's enjoying the highway scene, and all thing that is running fast.


Saw her today, suddenly her face is seemed a little shock, and she's patting her own forehead. She forgot something. She's in a deep consideration of should she drive back to take that something, or should she continue to drive to her aim. But the ride has started and she's now in the middle of highway. She decided to keep driving.


Saw her today, her face's looked at ease only for a few seconds, then she's becoming restless. Restless about the consequence of missing that something. Something might happen to that something. Something might lost, something might broken, something might be taken.


Saw her just now, she's already arrived. She's talking about something she forgot, on and on.

Sunday, December 11, 2011

Menara Jam

Kuceritakan teman-temanku dulu tentang mimpi dalam tidurku, mimpi yang ajaib sekali. Saat itu entah usiaku delapan-sembilan tahun atau lebih muda, dan aku bermimpi berkuliah di sebuah tempat yang ada menara jam-nya. Gerangan dari mana, sebuah menara jam terkonstruksi dalam pikiran anak ingusan yang tinggal bersisian sawah sepertiku?
Lalu mereka berpikir keras... mencari di manakah letak menara jam besar? Itu London! Tukas mereka suatu hari: Itu London! London punya Big Ben, sebuah menara jam besar yang dentangnya terdengar ke seluruh kota. Setidaknya itu yang diberitakan saat Lady Diana meninggal dunia, dan serba-serbi Inggris jadi ramai diberitakan.
Kemudian mereka mencibir: tak mungkin kamu ke London... tempat itu jauh sekali. Naik pesawat saja kamu belum pernah! Jangan mimpi!
Kini, sepuluh tahun atau lebih lama sejak hari aku dicibir, saat aku semakin dewasa dalam "tidak mungkin-tidak mungkin" yang ada, kudapati mimpi menjadi nyata. Tiap hari aku lewat di bawah menara jam sebuah universitas di Amerika. Seperti menara itu telah keluar dari mimpiku, dan terpancang di sana, mendentangkan musik yang indah setiap jam.
Kawanku... pernahkah kamu berniat merobohkan pagar-pagar yang kamu ciptakan sendiri dalam pikiranmu, bahwa mungkin saja mimpi itu adalah gambaran masa depan yang dibocorkan Allah dalam tidur kita? Bahwa mungkin saja dengan mimpi itu, kita akan semakin giat dalam berusaha dan berdoa? Maka, berprisangka baiklah pada Allah, berprisangka baiklah pada dirimu, berprisangka baiklah pada semua manusia. Yang baik hanya akan menarik kebaikan, itu adalah hukum alam yang diciptakan Allah untuk kita.

-masih satu menara
mungkin tiga, atau tiga belas lagi.
sebelum kukabarkan pada dunia
berita yang merindingkan mereka
tentang mimpi
dan bagaimana ia melompat keluar dari diri.

PS: Demi dia yang tahu bahwa kelak umatnya tak akan merasa cukup atas ilmu di ruang dan waktu tertentu, lalu ia bersabda: Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina. Kemudian menuntut ilmu ke manapun itu menjadi demikian ringannya, karena ia yang menyunnahkannya.

Monday, November 28, 2011

Alarm Bunda Evie :)


Evie Lee
Saturday

Assalamualaikum ananda..bunda kangen kalian berdua..gak tau kenapa sdh 3 minggu ini hanya wajah kalian yg terlintas di hadapan bunda..serasa kalian berdua disini..entah kenapa batin bunda cuma terikat ke kalian berdua..tanpa mengurangi rasa sayang ke yang lainnya. Mudah2an cita2 kalian menjadi bagian dr ISU kesampaian dan ketemu bunda lagi disini...Amiin. Jangan menyerah untuk kembali menuntut ilmu ke ISU namun jangan buang kesempatan lain kl kalian memiliki peluang utk apply ke Univ selain ISU.. Big Hug..
*
Ratu Dewi Nurhadi
Yesterday

wassalam warahmatullah bundaaa..terharu sekali..wi merasakan itu bunda..begtu wi sayang bunda dan keluarga, wi terkesan dengan Ames, itu kenapa wi sangat ingin kembali menjadi bagian ISU, sungguh bunda, dibutuhkan perjuangan harus ditempuh..wi masi berjuang dengan sesuatu yng harus wi perjuangkan terlebih dahulu disini tentu dibumbui dengan ujian..wi bermimpi bunda menjemput wi di bandara, dan wi peluk bunda jasmine adam erat..bunda sudah wi anggap bunda wi sendiri..saling berdoa bund, wi disni pun berdoa smoga bunda dan keluarga dberikan keberkahan menjalni lku kehidupan di paman Sam..Ya Allah hati ini ada disana bund, walau raga tak sanggup menggapai..wi tau untuk mencapai ksuksesan harus dikejar, doanya bundaaa...di dalam hati yang paling dalam, wi berucap..wi sayang bunda..keep in touch bund..
*
Raidah Intizar Yusuf
22 hours ago

wa'alaikumussalam warahmatullah bunda, Rido sampai nangis baca pesan Bunda. Setelah kemarin Rido sidang skripsi, yang terbayang adalah wajah Bunda. Rasanya ingin segera kembali ke sana, kembali bersama Bunda lagi, di kota yang telah membuat Rido jatuh hati. InsyaAllah jika Allah berkehendak, dan Rido akan terus berusaha untuk mewujudkan mimpi itu. Bunda, satu hal yang membuat Rido juga merasakan keterikatan dengan Bunda yaitu kebaikan hati Bunda Evie dan keluarga. Rido bisa merasakan ketulusan Bunda, seperti ketulusan keluarga yang tak bersyarat, dan ketulusan itu terus terekam dalam diri Rido, dan mengingatkan Rido agar bisa menjadi orang yang baik hati seperti Bunda. Terimakasih Bunda Evie. Rido selalu sayang dan rindu Bunda Evie, Jasmine dan Adam. InsyaAllah kita akan bertemu lagi Bunda :):)
*
Ratu Dewi Nurhadi
22 hours ago

dewi sayang bunda and ridho :):) (owwh i couldnt hold my tears)
*
Raidah Intizar Yusuf
22 hours ago

Rido juga sayang teteh dan Bunda karena Allah :')
*
Ratu Dewi Nurhadi
22 hours ago

insyaallah dengan kehendak Allah kita dipertemukan..Kala rindu berbatas jarak dan waktu, ku titipkan harapku sedalam kalbu. Agar doa dan pinta terijabah oleh-Nya dalam penjagaan dan kasih sayang untuk bunda dan idho tercinta. Semoga Allah meridhokan setiap langkah, melapangkan dalam setiap susah, membersamai lembaran2 kisah..Missing u a lot too here.. ♥♥
*
Raidah Intizar Yusuf
22 hours ago

insyaAllahu aaminiiin
*
Evie Lee
20 hours ago
Dewi, Ridho..hhh sama2 lagi mellow kita..big hug dulu buat kalian berdua.
Rido..bunda is sooo happy for you yg tlh melalui sidang..semoga semakin banyak hidayah yang terbentang luas untuk mengejar harapan kedepan..Amiin. Kemanapun kalian menuntut ilmu bunda tetap bangga melihat kalian berhasil. Bunda sayang kalian bukan berharap sesutupun in returns tapi tulus lillahi taala.
Dewi..Insya Allah cepat atau lambat bunda yakin ada jalan untuk mempertemukan kita kembali..berjuanglah untuk menyelesaikan study tahap ini terlebih dahulu.
Bunda sangat bersyukur Allah mempertemukan kita walau waktunya singkat namun membuat ikatan batin kita merekat..mungkin ini juga karena doa2 dan harapan bunda yang selalu ingin dipertemukan dengan org2 shaleh/shalehah. Walau kita berjauhan saat ini namun wajah kalian berdua selalu ada disekitar bunda..jujur seringkali bunda merasa kalian berada didapur, belanja, diskusi agama bersama bunda ..entahlah..Mudah2an keinginan bunda untuk bisa berkumpul membuat halaqah kecil bersama kalian dan Indonesian muslim lainnya terwujud suatu hari. Mau halaqah ke masjid blm bisa bunda laksanakan krn Adam susah ditinggal, kl dibawa dia sering ngerecokin jadi mesti selalu dalam pengawasan ma2nya. Jim tdk pernah tega menegur ank shg terkadang ank2 jd krg disiplin. Di rmh Alhamdulillah Jasmine sdh mengerti diajak diskusi agama walau untuk level ank 8 thn namun Alhamdulillah dia selalu yakin akan pesan2 dakwah bunda.. Alhamdulillah kami at least sebulan sekali ngumpul bareng sama Ian, Ireng, Ody, Nio, Stef dan Edo. Lebaran haji kemarin bunda cuma ngajak yg muslim saja ke rumah, jd Ireng, Ian, Ody tetap jadi pengunjung setia dan mereka juga selalu senang ngobrol sm bunda sekeluarga..Alhamdulillah yang penting silaturahmi kita tetap terpelihara. Sampai nanti ya..bunda kl weekdays jarang fb karena kerja jd sempatnya weeend bs cerita agak panjang dikit..Big hug and kiss buat kalian berdua..bunda sayang banget sama kalian..
***

Jatuh cinta dan rindu padanya

Kawan, pernahkah kamu jatuh cinta pada seseorang yang tepat? Lalu saat kamu sadari ternyata orang itu telah tiada, ia telah lama meninggalkanmu. Biar kuberitahu, rasanya nikmat dan sakit di waktu yang sama. Nikmat karena kamu tahu cintamu berada di orang yang berhak, dan kamu bersyukur bisa mencintainya. Sakit karena ia telah tiada, sementara kamu sangat ingin menatap keteduhan wajahnya, kamu sangat merindukannya. Lalu air matamu sepertinya akan terus mengalir karena merindukan cahayanya, haus atas kebaikannya, berharap mendengar kebijakannya.
Allah... aku telah jatuh cinta pada rasulullah.
*
"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, ia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, ia amat belas kasih dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman." (QS9.128)
*
Rasulullah, aku merasa berdosa, telah sekian lama aku hidup dan mengenal namamu, aku diajarkan untuk mengimanimu, tetapi aku tak pernah mencintaimu. Aku berkeliling mencari suri tauladan yang lain, aku mendengar perkataan yang lain, aku... sepertinya bukan ummatmu. Hingga tibalah sebuah surat ummatmu, menyadarkanku atas kesempurnaanmu... wahai manusia mulia yang paripurna. Air mataku tak hentinya menetes membaca surat itu. Ada ketidakrelaan karena Engkau tak lagi ada bersama kami, sebelum kemudian kusimpulkan bahwa aku merindukanmu Rasulullah. Aku sangat merindukanmu. Engkaulah suri tauladan utama, engkaulah kasih bagi semesta alam. Allah dan malaikat bersholawat atasmu. Sahabat-sahabatmu demikian mencintaimu dengan sepenuh jiwa dan raga mereka. Akupun mengerti... aku mencintaimu ya Rasulullah, saksikanlah bahwa aku mencintaimu karena Allah, ya Rasulullah.
*
Muhammad...manusia mulia... allahumma sholli alayhi wasallimu tasliimaa.
*

Wednesday, November 16, 2011

Alarm Emak :)


Rido,
When I see you, I see a young me: ambitious, bright, and independent. You have the potential to succeed and become anybody, and do anything. Don't let LOVE or ANYBODY stop you from reaching all your dreams & goals. You are truly an amazing woman! Don't forget that!

Love,
Mom... Your American Mom.

It has been a while since Emak Alyssa Xiong wrote me the previous letter. This time, I really need to construe about the content of her letter. Emak knew that someday, I'll face a quandary related to love and 'anybody'. When forces & hindrances conjoin all to stop me to be what I really want to be. Thanks Emak, for alarming me. Your alarm, in God's willing, I'll keep it forever.


Monday, November 14, 2011

Meet Roby


Perkenalkan, ini Roby. (Helpful. Born in cyberspace. Technical systems manager at Lexxica. Dreams of meeting a cute female robot. Loves to process data) Roby adalah coach saya di Word Engine. Belakangan ini saya sering ketemu dia untuk mengulang lagi semua vocabulary saya di situs Word Engine. Gerangan apakah Word Engine itu? Word Engine adalah situs latihan vocabulary (isu.wordengine.cn.com), sebelum register di situs ini, kamu bisa ambil Free V-Check untuk mengetahui berapa banyak vocabulary yang kamu kuasai. Tesnya sederhana, cuma sekitar 15-20an pertanyaan. Misalnya "Do you know this : parlor." Kamu tinggal pilih yes atau no. Atau pilih defenisi dari Parlor: a, b, dan c. Dari tes sederhana itu V-Check report kamu akan keluar, situs ini secara otomatis akan mendeteksi semua vocabulary yang kamu ketahui untuk 3 tingkatan: University Basic, TOEFL, dan Advance. Kamu juga akan tahu missing words kamu di tiap tingkatan itu, dan untuk itulah kamu harus register, untuk mencari missing words kamu. Tapi latihannya sangat menyenangkan, apalagi ada Roby sebagai coach :)

Situs ini diperkenalkan oleh Mas Jim Ranalli (asisten Pak Mark) di kelas Reading IEOP, Iowa State. Kalau kamu sudah dapat report, kamu akan dikasih kartu register oleh Jim Ranalli, dan kartu ini dibayar, saudara-saudara (meski untuk kami gratis). Saya punya 3 kartu dari Jim untuk semua level, sebelumnya dia berpesan-pesan agar kami tetap membuka situs Word Engine, sekalipun sudah di Indonesia, agar vocabulary kami tetap bertambah. Ini adalah kegiatan yang sangat bagus untuk membunuh waktu menjelang ujian meja.

Wednesday, November 9, 2011

Milad

SELAMAT ULANG TAHUN MAKASSAR!
Tunggu, apa saya bilang Makassar? Maksud saya,
SELAMAT ULANG TAHUN RAIDAH INTIZAR!

Hari ini usiamu sudah 22 tahun. Banyak yang berdoa semoga semua mimpimu dapat kamu raih, kamu wisuda, kamu cepat ketemu jodoh, dan doa-doa lain yang menurut orang lain penting bagimu.

Saya cuma berharap di usia ini, semakin sedikit orang yang salah memahami saya dan tentu saja: semoga saya bisa lebih dekat dengan Yang Maha Kuasa. Banyak resolusi yang saling tabrak di kepala saya di usia ini: pertama saya tiba-tiba ingin jadi salafi, kedua saya tiba-tiba ingin internship atau kerja di Australia, ketiga saya tiba-tiba ingin belajar agama di Madinah, keempat saya tiba-tiba ingin berburu beasiswa Jerman, kelima saya tiba-tiba ingin sekolah perfilman. Saya masih tidak tahu rencana Allah buat saya di usia ini, tapi saya percaya rencana Allah jauh lebih baik dari rencana-rencana saya. Dan saya yakin Allah akan menjadikan tahun ini lebih baik dari tahun kemarin. InsyaAllahu aamiiniin :)

Thursday, October 20, 2011

In Memoriam of Bang Ireng

Saya tulis kisah mengenai nama di atas dengan frown kangen, sementara di sebuah apartemen old-fashioned University Village #121, seorang pria lagi ketawa sampai menangis membaca ini. Biarin *weeeeek :P
*
Seorang senior IELSP bernama Kak Ashar pernah menelepon saya dua minggu sebelum keberangkatan saya ke US. Saat itu dia memberitahu to-do dan not-to-do selama di Ames, Iowa. Dan saya mendengarkan Kak Ashar dengan penuh minat dan semangat. Saya paling ingat wasiat terakhirnya, bunyinya kurang lebih begini: "Do, di sana sekarang lagi ada mahasiswa Indonesia. Namanya Ireng Maulana. Nasibnya malang sekali, dia dapat beasiswa tak lama setelah istrinya melahirkan anak pertama di Indonesia, sekarang dia sedih, kesepian dan butuh teman ngobrol. Sampaikan salam saya padanya."

Setelah mendengar itu, saya jadi ikut simpati... apa jadinya kita kalau sendirian di negeri orang? Tanpa seorangpun keluarga dan teman... tiap hari pasti jadi melankolis. Apalagi nanti musim panas, musim liburan, pasti kampus tambah sepi.

Tapi...
Jumat, June 3rd, bayangan saya tentang bagaimana seharusnya 'penampakan' seorang Ireng Maulana, salah besar. Saya sih pikirnya, Ireng Maulana itu harusnya gondrong, kurus tak terurus, melo, dan sering cemberut. Kenyataannya Ireng Maulana adalah seorang pria usia 30an, carefree dan cheerful, sehat, dengan rambut normal *usut punya usut $15 melayang untuk gaya rambut ini. Suara tawanya yang meledak-ledak seperti tidak ada beban sama sekali dalam hidupnya. *muntah, muntah deh bang, tapi beginilah deskripsi saya tentang abang :P

Selama kami menetap di sana, Bang Ireng dengan Bu Evie, Kak Imelda, Mbak Nio, Bang Steph, Ian dan Odi membuat kami mahasiswa Indonesia selalu aman dan sejahtera. Tapi kesan dari Bang Ireng mungkin berbeda bagi saya sendiri, karena sejak kenal Bang Ireng, saya jadi, "o, begini rasanya punya kakak laki-laki.

Punya kakak laki-laki adalah hal yang tidak akan pernah terjadi dalam hidup saya. Saya tidak bisa ganggu-gugat itu. Dan berada di Ames 2 bulan kemarin, saya bersyukur paling tidak bisa merasakan itu. Kata orang sih, punya abang berarti punya security, guide, dan BULLY (baca:tukang ledek/ganggu) di waktu yang sama. Dan itulah persis yang terjadi saat saya ketemu Bang Ireng. Saya sampai tidak ngerti, bagaimana mungkin seorang bapak-bapak masih punya kepribadian seperti itu. ckckck...

Bang Ireng selalu ada untuk kami semua, dia yang pertama mengantar kami ke masjid, mengantar saya ke Pammel, ke Target, Frederiksen Court, dan tempat-tempat lainnya (fungsi guide). Bang Ireng menemani saya jalan kaki (fungsi security). Dan Bang Ireng, kapanpun ada kesempatan selalu meledek siapapun itu (fungsi bully).

Waktu saya dan Dwi lagi bingung cari ayam yang halal, Bang Ireng dengan santainya menawarkan akan menemani kami ke grocery muslim, Pammel. Dan biar kami enak2 saja ngerepotin dia, dia bilang "kebetulan jus mangga saya habis." Dia menawarkan apartemennya untuk kami latihan Indonesian Day, sambil kami latihan, bak ibu-ibu di dusun manaaa gitu, dia menyiapkan teh hangat dan pisang goreng ala Ames. Atau Doritos dan jus jeruk Sunny-D. Dia juga sering membereskan kekacauan yang kami timbulkan. How brother of him, if I may not say how daddy of him. XD

Suatu waktu dia meminjam kamera saya, waktu kami main frisbee sama Andrew dan keluarga. Inilah foto yang dia ambil:
Dan beberapa foto-yang-ada-saya lainnya. Padahal waktu itu saya mulai sedih karena sering jadi fotografer, dan tak pernah nongol di foto :( hello, we're in US.

Di lain kesempatan saya jalan kaki sendirian di kitaran University Village sambil menghitung rumah, dari jauh saya dengar teriakan membahana "RIDO ROMAAAA!", itu Bang Ireng. Putaran berikutnya, Bang Ireng bergabung dengan saya. Kami ngobrol soal bagaimana memasukkan different first page di mic.word, lalu tiba-tiba dia jalan di depan sambil berkata: "rambutnya ada yang keluar tuh Do, dirapihin dulu." seumur-umur, baru kali ini saya ditegur laki-laki atas ini. Biasanya mereka nggak peduli. Saat nasi kami kurang, dan dia datang makan malam, tanpa malunya dia ngeledekin "nasinya kurang gini pake ngundang!". Saat saya, Dwi, dan Nova hilang di Ames, lalu kami menelepon pertolongan, bukannya cemas malah ROFL alias ketawa guling2. Waktu kami kehabisan credit laundry card, walau tengah malam, kami selalu datang ke apartemennya pinjam kartu dia. Alhamdulillah, gratisan. Sehabis farewell party kami, saya menyarankan main kasti sama teman Bangladesh, Vietnam, dan Cina. Tapi kami kurang pemain. Dia bilang mau pulang, dan karena saya pasang muka-nangis, akhirnya dia ikut main kasti.

Saya dan Dwi agak tidak enak sama semua kebaikan Bang Ireng. Tapi jelas kami tidak bisa mengganti kerugian dia, tidak enak juga. Jadi ketidakenakan2 itu berlipat ganda. Kemudian, seperti keluarga, Bang Ireng menyiratkan pada kami "yang begituan, jangan pake hitung2an".

Hari terakhir kami di Ames, pagi-pagi buta, Bang Ireng, Odi dan Ian membantu mengangkat koper kami. Dia lalu mengumpulkan kami dalam lingkaran, dan memberi kata-kata perpisahan. Di tengah pidatonya yang khidmat, tiba-tiba suaranya jadi parau, sebelum dia menangis. BANG IRENG MENANGIS. Saya benar-benar tidak menyangka ini. Selama ini dia selalu terlihat ceria dan tegar. Subuh itu Bang Ireng menangis karena kami pergi.
*
Masih banyaaaak ke-kakak-an Bang Ireng lainnya yang kalau saya tulis akan jadi 4 season seperti Putra yang Dibarter. Yang jelas, saya kangen berat sama dia, seperti saya kangen semua saudara-saudara 7-11 saya. :'( Saya jadi mau tau, Bang Ireng ngeledek siapa lagi saat ini... semoga saja dia diberi ketabahan atas perpisahannya dengan istri dan anak tercinta, juga kami XD. Bang Ireng telah menjadi satu inspirasi bahwa suatu hari nanti, insyaAllah saya akan dapat beasiswa juga seperti Bang Ireng, dan saya harus baik juga sama mahasiswa adik-adik saya. Biar yang tidak pernah punya kakak perempuan, jadi tau rasanya. AMIIIIIIN :)
Bang Ireng dalam pose terbaiknya: lagi diam. hehe :D

PS: Somewhere over The Rainbow, What a Wonderful world by Israel Kamakawiwo'ole untuk mengenang Bang Ireng :)

Thursday, October 13, 2011

...therefore

Galau-in Kamu

Tulisan yang hampir-hampir absurd ini untukmu. Hari ini aku lelah naik turun tangga. Minum berbotol-botol minuman elektrolit. Menaut kening pada orang-orang yang senang dengan hidupnya yang menyusahkan orang lain. Aku pilih gila saja kalau begini.

Memperjuangkanmu seperti sedang mencari kunang-kunang yang kutemui kemarin petang. Kalau tidak mungkin, ya, akan butuh keajaiban. Kamu itu hanyalah simbol dari sebuah birokrasi, yang juga hanyalah simbol dari sebuah kesenggangan waktu sekelompok manusia yang gemar main kartu.

Kamu... Kamu... Aku jadi heran sendiri kenapa aku mau saja menuruti maumu. Apa aku juga akan jadi manusia pemain kartu? Soal itu, aku cuma bisa berlindung diri pada Yang Kuasa.

Asal kamu tahu, karena kamu, malam-malamku jadi galau. Aku sering bermimpi dunia kiamat. Aku sering bermimpi alien menginvasi rumah, dan aku terpaksa sembunyi di gorong bersempit-sempit dengan seorang teman masa lalu yang tak kusuka.

Mustahil ini! Pikiranku diatur sedemikian rupa, agar kamu pantas ada di sana. Meski lirih lain memberi stempel di jidat bahwa kamu tak sepantaran. Namun aku tak diberi pilihan, tak boleh gila, tak ada invasi alien. Jadi besok dan lusa, aku masih harus ketemu kamu.

Ah, hidupku... apa jadinya bila tanpa kamu? Aku mungkin duduk memangku kruistik warna cerah. Sekarang, aku jadi berpikir, selalu lebih baik karena kamu ada. Mungkin hidup seperti laut dan kamu ombaknya. Kalau tanpa kamu juga, apa artinya semua...

PS: ilham dari mata menyala pagi-pagi buta berpikir skripsi.

Tuesday, October 4, 2011

Seperti serpih

Banyak peristiwa yang tak pernah terjadi melintas di benakku. Cerita yang setiapnya diawali tanya: bagaimana jika? Bagaimana jika-bagaimana jika itu adalah kecemasan. Bagaimana jika-bagaimana jika itu adalah mimpi buruk. Yang perlahan mengelabui keteguhan benda rapuh bernama hati. Sehingga hampir saja, semua keteguhan atas cita-cita berserakan di jalan, tepat di depan pintu keluar menuju jutaan pintu lain di baliknya.

Kupikir aku bahagia dengan duduk di bangku kuliah. Bagaimana jika itu tipuan?
Kupikir aku selalu menikmati mengajar. Bagaimana jika itu ilusi?
Kupikir aku senang dengan pencapaian-pencapaian. Bagaimana jika itu dusta?

Lalu di manakah aku bahagia Allah? Di manakah aku bisa tetap dengan keteguhanku? Engkau berkata, belum tentu apa yang aku anggap baik akan baik bagiku, demikian pula sebaliknya... lalu harus bagaimana aku tahu apa yang baik menurutMu, bagiku... apakah yang harus menjadi korban atas semua ini? Allah... Allah... aku lemah. aku bodoh. aku tidak memiliki daya dan upaya. tanpa petunjukMu, apalah aku ya Allah.

Tuesday, September 27, 2011

Monday, September 19, 2011

Nasihat untuk Diri Sendiri

Jangan letakkan harapanmu
pada manusia dan benda.

Manusia mati dan pergi.
Benda rusak dan hilang.

Monday, September 12, 2011

Dari Mereka...

Ini paket penerimaan dari Intensive English & Orientation Program, Iowa State University. Mom (Alyssa Xiong) memberi kami setelah placement test terakhir.

Kantong segede gambreng ini dikasih oleh Betty, wanita yang hobi ngomong slang dari Washington. Saya ketemu Betty di depan Mall of America, Minneapolis. Siapa yang tahu kantong ini kelak amat sangat berguna buat masa depan laundry saya.
Ini dari Bu Evi tersayang. Wanita bersuku Padang yang telah lama menetap di Ames, IA. Bu Evi menikah dengan Pak Jim Lee, dan menjadikankan Pak Jim muslim. Sekarang Bu Evi punya dua pasukan: Jasmine dan Adam yang sangat manis :) Bu Evi ngasih hadiah ini setelah memperhatikan ternyata saya seneng masak kayak dia. Plus dikasih resep carrot cupcake sama coconut cupcake. Kue buatan Ibu yang paling saya suka :)
Ini hadiah tambahan dari Bu Evi. Brief History tiap state di US. I love her.
Ini dari Ica. Sahabat saya selama di US. Kami sering bertengkar di kelas, tapi pertengkaran itu semakin mengakrabkan kami berdua. Kata Ica tas Aceh ini bisa jadi pasport holder.
Ini dari June, sahabat Korea kami. Bersama Doh, kamu dapat kombo lengkap Korea. June termasuk cewek Korea tak normal, dia tidak suka dandan. Mungkin karena dia sudah lama di Roma. Dan Doh, innocent guy Doh... kangen dia, dia bilang dia vegetarian, tapi dia suka sekali soto buatan saya.
Ini dari pramugari Singapore Airlines, kata dia cuma orang terpilih yang dapat. Saya percaya XD
Migyu Kang, guru Korea kami, juga tidak mau ketinggalan memberi suvenir untuk kami. Dia membagikan stiker wajah ini. Umumnya ini dipake untuk nonton football, tapi musim pertandingan baru dimulai, dan kami semua sudah tidak di sana. Ini sedih.
Ini dari mom Alyssa Xiong, koordinator kami selama di sana. Mom memberi ini setelah mendengar obrolan saya dan Danielle tentang Emma-Jane Austen. Mom memang sangat perhatian. Dan saya harus bersyukur mendapat perhatian lebih dari Mom... soalnya tidak semua teman sering dapat hadiah dari dia.Mom memberi saya kaset ini karena saya pernah nyeletuk tentang salah satu scoring film ini yang lumayan keren. Lihat betapa perhatiannya dia sama kami... atau saya harus bilang, saya. hehe
Nah, satu lagi hadiah dari Mom, nama mainan ini Jenga (Jeng-ga). Jason, Micah, Bettina dan Allison pernah mengadakan hangout party sama kami dan mereka membawa Jenga. Besoknya Mom bertanya apa pestanya seru, dan saya cerita soal kami main Jenga dan saya berencana beli mainan itu di Target. Tau-tau besoknya dikasih sama Mom :)
Hadiah perpisahan dari Mom. Surat dan gantungan kunci Iowa State. Ini yang paling sedih. Mom membagikan surat ini di Chicago, dan itulah ketika kami semua nangis, sampai petugas bandara Ohare juga ikut-ikutan nangis melihat kami.
Ini dari the de thuog, Phu Duong. Surat perpisahan dan satu bungkus mi terakhir. Tiap kali Phu ke Schilletter untuk main voli, dia selalu membawakan saya berbungkus-bungkus mi vietnam ini, sejak saya bilang saya suka sekali. Dan ini mi terakhir dari Phu. :(

Kenangan selama berada di Ames jelas lebih banyak dari ini, dan untuk setiap kenangan itu saya harus selalu mengucapkan hamdalah. Meski bilyunan kali saya ucapkan, sampai angkanya melampaui dan saya tak tahu lagi bagaimana mengucapkannya, masih saja belum cukup atas semua nikmat yang telah Allah berikan.

Sunday, September 11, 2011

Merindukan Tanah Haram

Alhamdulillah, hari ini adalah kali pertama saya bertemu saudari seliqoat sejak 3 bulan lamanya. MR saya alhamdulillah baru kembali dari melaksanakan ibadah umrah, dan umrah yang beliau laksanakan adalah jenis umrah yang sudah sejak dulu nangkring di bucket list saya: UMRAH I'TIKAF!

Umrah I'tikaf adalah umrah 10 hari terakhir ramadhan di masjid nabawi dan masjidil haram dan nilainya setara dengan haji. Subhanallah... saya ingat pernah bekerja di agensi travel umrah dan haji untuk yang satu ini, sangat berharap bahwa kelak Allah memanggil saya untuk menziarahi haramain melalui perantara tersebut. Tapi akhirnya saya berhenti untuk kuliah, lalu saya berakhir membawa air zam-zam dan parfum Arab yang disebut misq dari Amerika (?). Walhasil, cuma bisa mupeng habis-habisan mendengar cerita MR saya.

Saya benar-benar berharap suatu hari Allah memanggil nama saya ke tanah suci. Amin ya Allah, ya robbal 'aalamiiiin. Allahummarzuqnaa fi ziyaratil haramain. Alahumma, innaka qulta, ud'uuny astajib lakum, fastajib du'aiy.

Wednesday, September 7, 2011

Tupai!

For my whole life, out of many wishes from my bucket list, I always expect to see squirrels. I was growing up watching the looney tunes serial, that made me wonder what is it look like? Is it cute? How's the size? Is it tiny?
And Alhamdulillah, it was God willing that I managed to cross that wish now. I run into this cute little fella.
Have you ever seen a posing squirrel. Nah? O, I've seen it many time while I was in Ames. Look at that cute tiny face. The cuteness is killing me! The squirrel actually held an acorn, but since it saw me with my camera, it came to me and stayed for a while there. It's like a reunion for me and all the squirrels (?). I just thankful to befriended with em.

Alan Rickman & Alexandre Desplat.

Saya diberi kesempatan nonton Harry Potter and The Deathly Hallow part II tanggal 19 Juli lalu di bioskop Staples, South Duff, Ames. Sekalipun saya penggemar berat sekuel HP, saya tidak begitu berminat sama filmnya. Apalagi sejak Columbus lalu Cuaron diganti. Stress berat dimulai di HP and the Goblet of Fire. Jadi, saya tidak pernah repot-repot ke bioskop untuk nonton film HP.

Lalu di sinilah saya, berusaha menghormati perpisahan dengan film HP dan ajakan teman-teman IEOP. Dengan demikian saya mengeluarkan $7.5 untuk satu tiket plus kacamata 3D, bersama Dwi, Billy, dan Phu Duong.

Tanpa bangga jadi norak, ini kali pertama saya nonton film 3D. Muahahahahaha!

Saya tidak berharap banyak dari filmnya, karena hati saya telah patah sejak kontrak Alfonso Cuaron tidak diperpanjang. Dia sutradara adaptasi HP terbaik menurut saya. Tapi begitu saya duduk di bioskop aneh, yang kursinya disusun cenderung horizontal itu, saya tahu saya telah salah. Terimakasih pada Alexandre Desplat.

Saya sangat menghargai soundtrack, menyusun sepaket soundtrack film tak akan beda susahnya dengan menyutradarai film. Inilah yang saya dengar sebagai pembuka film itu, dan ini telah berhasil menangkap minat saya.

Lalu datanglah Alan Rickman sebagai pemeran Severus Snape. Saya ingat tokoh ini favorit saya di buku ketujuh. Kisah dari pensieve yang pilu mengenai Snape dan Lily, dan itu selalu berhasil merontokkan hati saya, ingat bagaimana JK Rowling dengan sukses mengemas itu semua dari buku pertama hingga ke tujuh. Lalu saya ingin tahu, bagaimanakah film ini akan memvisualisasikan kisah itu. Sebut saja saya naif, dan saya memang naif, saya selalu membandingkan buku dan film.

Siang itulah saya tahu David Yates telah sukses mengadaptasi buku. Rasa sakit yang saya alami saat membaca, sama dengan rasa sakit saat menonton. Itu kesedihan temporer kata Prof Dedy Mulyana, hanya saja hasilnya mata bengkak dan wajah berlinangan air mata.

Balik pada Alan Rickman. Saya harap saya punya semacam Oscar atau apalah itu, dia harus memenangkan suatu penghargaan atas aktingnya yang luar biasa. Juga Alexandre Desplat atas musik yang menakjubkan, menghidupkan keseluruhan film sehingga film ini memang pantas dikatakan sukses.

Saya harus mohon maaf pada Alfonso Cuaron, karena ini adalah adaptasi paling keren dari 8 adaptasi HP.

Scoring yang ini paling saya suka, judulnya Statues:

Saturday, August 27, 2011

You're in My Thoughts


Foto ini saya ambil begitu saya sadar ada perubahan di papan depan kantor Mary Barrat, guru saya. Perubahannya manis. Saya jadi suka dan jepret deh.
Hhhhh *mendesah prihatin ceritanya*
Kamu yang ada di pikiran saya... saya coba cari dan tidak ketemu, ding.


Friday, August 19, 2011

POSTCARD and A BET

Sampailah selembar postcard nun jauh dari Raidah Intizar di Ames, Iowa, USA ke Raidah Intizar di Maros, Sulsel, Indonesia. Begitu melihat postcard ini, entah kenapa saya merasa haru yang teramat sangat. Saya jadi ingat janji lirih kepada diri saya sendiri, bahwa kalau benar postcard ini sampai ke Maros, maka Allah menetapkan saya akan kembali ke Ames, dan saya akan berusaha mewujudkan ketetapan tersebut. Apalagi postcard saya ke Sulawesi yang lain tak pernah sampai. Saya juga jadi ingat Juli 27, pukul 3 siang di tengah terik matahari musim panas Iowa. Waktu saya jalan sendiri, mengambil cyride #6 brown bus ke Welch Ave. Semua teman pada ke Goodwill, Walmart, North Grand Mall... tapi telah saya bulatkan tekad untuk jalan sendiri, apapun yang terjadi -kayak ada aja yang bisa terjadi. Lalu di sana telah menunggu saya sang Ibu Pos, dia memberi stamp untuk postcard saya sambil berkata "have a good day!". Benar-benar mengesankan. Kamu gak ngerti apa yang begitu mengesankan dari itu? Biarlah... biarlah saya saja yang ngerti.

Saturday, August 6, 2011

Kristi Mentions Something about Pathetic Essay

That I lived my normal life now, it's hard to believe, I didn't get used to it: There are people who have been deceived many times at street, at wicket, and many places. There are people who don't have trust at a paper, within a tape.
I'm asking why to the air. Because no one able to answer it.
I'm wondering where to fix it, prevent it. But the air leaves me, says "pathetic dreamer!"
*
I remember a peaceful city called Ames. Where we trust each other, where no one deceive one another. And I miss it. I miss it so much.
*
I remember 17 teenagers, who were going to be adult in no time, they have so much fun. They afraid of one dollar. I think they are lovable group.
I remember a woman who always picked everything herself, compliment everyone, and said "don't be shy!". I think she's one strong woman.
I remember a woman who always walked with her daughter and her son, she brought a plateful of carrot cupcakes. I think she's one wonderful mother.
I remember a man who always wore a bowler hat and a small bag, he laughed out loud many times and he knew everything. I think he's one cool man.
I remember a boy who has boxes of noodles, his voice tone a little high and he was a dance prodigy. I think he's one great boy.
I remember a woman with a furry scarf around her head, her cheeks were red when she laughed. I think she's one wise woman.
I remember another woman with scarf and pretty coat, her home was clean and smelled good. I think she's one cute woman.
I remember a woman who always danced when she taught her student in class, she has cute twins and a big health care problem. I think she's one tough women.
I remember two men who are siblings, they were quiet handsomely but they did many things. I think they both independent men.
I remember a man who always wore a golf hat and red shirt, he was waving his hand at the last time. I think he's one hardworking man.
I remember a man who was mistaken as frowning man most of the time, his smile was a gift. I think he's one considerant man.
I remember a girl who has slanted eyes, she always said "I've a question!". I think she's another cute girl.
I remember a woman who has big backpack and beautiful hair. She always began her sentence with "alright...". I think she's one friendly woman.
I remember a man, who always overacted and want to be the center of attention. He said "Ekaro!". I think he's one attractive man.
I remember a man who's old and was riding the bicycle all the time. He has a teaching motto which is "word has power!". I think he's one lonely man.

I remember everyone. I miss them so much. To die.

Thursday, August 4, 2011

I love IELSP

*Tugas Kepulangan dari Mbak Chichi
*Caution: the longest essay I made


The IELSP experience had change me in many aspect in my life such as the way I think, the way I behave, and the way I study. What I mean by the way I think is that before I imagine United States as one powerful and sophisticated country, I never think that such powerful country has basic but major problem like health care and hunger. It was gave me a big shock. I learned these when I took speaking and listening class. Other shock came from how kind and friendly people were in Ames. After all this time, I’ve been keeping the stereotype of individualist American. However a stereotype nothing more than a generalization I was surprised with the hospitality and care I’ve got from American and all people in Ames.

Second is the way I behave. Being overwhelmed with unexpectable information, now I tend to behave openly toward difference. Not only for Americans or other foreigners, but also for my Indonesian friends. The diversity, actually started from the tiniest interaction I had which is in my apartment with my room mate. Then it continued as a group of Indonesian, then the immerse classes, and interaction with Americans. I started to think that nothing right or wrong about the culture, it was just different. I also tend to be more discipline. I saw and experienced that disciplinary is ‘fixed price’ in US. Never had I seen before that we have to walk in one side, neither had I seen that bus leave the passenger because they’re 5 seconds late. It seems very strict and no bargain for the disciplinary here. However, I started to like it and comfortable with it. I observed that the supreme point in disciplinary is when we don’t need to watch each other, because we believe everybody obey the rules. It was pronounced by self-checkout system in some public facilities. It’s so amazing. The last piece of how I was changed in the way I behave is the independence of each person. I was ashamed by how independent the teenagers here are. It was a big gap for US and Indonesia. Teenagers in Indonesia tend to do one thing for one time. For example, a teenager which is student must just study, and also the contrary. Sometime the tuition paid by scholarship but most of the time, their parents paid for it. There are just a little number of student who work at the same time. Now, I need to adapt the American culture of work, be independent.

The third is the way I study. There was a lot differences we might find from American culture of study and Indonesian culture of study. For example: interaction with teachers, activity in class, and homework. Interaction with teachers is one big difference of both countries. In Indonesia, it is rare for student to address the teacher by the first name, sit together to chat, and had the teacher at office time and consult about the lesson in class. Yet, those all happen in US. Considering that the teachers are the most important part of study or learn, it was very helpful that teacher and student are equal in communication. Next one is the activity in class which is also different, there are a lot of interesting activities in class that help us understand the lessons better. The homework were also a bit different from our homework in Indonesia, in this course we had a various homework, so it kept challenge us, although most of the time, the homework was too much for us, but nevertheless we survived it.

For me, being one of grantee is one big help. I was very thankful that everyday I tried to do my best in participating the program. For example, I was once no good in grammar, because I actually never learn grammar. I couldn’t stop wonder why I was in the higher class of grammar. It was torturing since I knew nothing. However, because of great teacher we had at the course, they helped me to understand from the very beginning of grammar lesson. They always there at the office and waited for us to ask some help. At the end of the course, thankfully I had an almost full point for quizzes before the achievement test. Not only a big help in grammar, the course was also help me on writing. Before, I also knew nothing about type of essay, punctuation, connectors, thesis statement, topic sentence, conclusion. Now, after each week progress in writing class, I started to write better essay and obeyed the rules in writing at the same time. I was very grateful to had my teachers, because writing is my favorite subject and is my hobby, now that I learn the proper writing, I could apply it everyday. Last but not least, is speaking and listening ability. Being in native speaker environment, trained my tongue to speak and my ears to listen. Now, my direct speaking ability increased, and also my listening ability. I could listen and take note at the same time as my listening and speaking teacher taught me. As an addition, my TOEFL skill was also increasing. Considering all TOEFL tutoring we had within the program, I started to progress my TOEFL skill. Before I participated in IEOP, I’ve got 533 for ITP TOEFL. A month after I participated, it was increased to 557 on TOEFL Practice. At the end of the program I’ve got 563 ITP TOEFL and was eligible to apply graduate school at Iowa State University. I am thankful to God, to IIE, and IIEF for the progress.

Beside the advantages in language proficiency, the pluses of the program were: we’ve got to know many people from different culture. It was fun and interesting to communicate with other people from US, Vietnam, Korea, Africa, India, Middle East countries, North America countries, China. I learned their culture and their mother tongue. Now I was able to say “Hello” or “Good Morning” for 6 or more language. We bond it together. Although it was very hard to say goodbye, the memory of friendship and the harmony in diversity are priceless for me. Moreover, after we immersed in this program, we could introduce our culture. There was some proud in my heart that now, we made them learn about Indonesia, and they love Indonesia, and hope to visit Indonesia. The next one is the bond with Indonesian. Lived too far from our country effectively integrated us to each other. Not only within the group, but also with Indonesian that have been living there for years.

As an advantageous and great program, I don’t really know how the program could be improved more. However I ever heard from IELSP alumni that they had a weekend to stay at native speaker houses. I am quite curious the feeling of living with Americans. I didn’t regret that we didn’t have the chance since we had many American friends. We were able to get the best hospitality during the program from our friends, and that was also great experience.

Now that the program finished, and I was extremely encouraged by the program, I am ready to reach next objective which is applying scholarship for master degree. I need to work on my thesis and then get the best GPA. I want to get more experience abroad (beside US) for the next two years before I comeback to Iowa State University for Journalism graduate school. With my GPA, TOEFL score, and my experience, InsyaAllah (with God’s willing) I’ll get it!

It’s still amazing that a girl who came from strict society that not allow female to go to college, finally made it and return from USA. Most of the time I thought it was only dream. But as my coordinator, Miss Xiong, always said “dreams do come true!”. I believe in something powerful that lead me here. The power of dream, the law of attraction, and God’s willing. Thanks for everything IIE, IIEF to made it happen for me. Without you, I’ll never be here, to take advantages, apply it and be useful for human being. Thanks a lot.

563

Something comes between me and English. It is not skill, luckiness, knowledge or some kind of that. I think it's God's Willing.
*
I just got news from Intensive English Orientation Program of Iowa State University that I passed the TOEFL and was eligible to join graduate school there, I had 563 for TOEFL ITP. I'm still remember how clumsy I was when I worked on the test at Carver Hall. I was pressured by the limited time, the hard question and so on. However God's Willing came in between: I passed it. Thanks Allah.

Saturday, July 16, 2011

Next Level with JB

"Mr. Jarred, what is 'frown'?"
"This is smile." he answered while smiling, "and this is frown." pulling the two edges of his lips down.
*
"Give me one famous name?"
"Justin Bieber?"
"Okay."
"Give one example of non-defining?"
"Justin Bieber, who is famous..."
"Okay. You like Justin Bieber aren't you?
"No!"
"You keep mention him all this time. Let us put this non defining this way: Justin Bieber, who is admired by many people, was only 12 years old."
*

Tuesday, July 12, 2011

Baju Bodo Goes International

At IEOP we have a very special weekly program called Community Interaction Class. We go to different site every Monday and they will have us introduce our culture in a presentation. My presentation is about Baju Bodo, a traditional ceremonial sacred (or not) clothing from South Sulawesi, my province.

I'm in Group 5 consisting me, Dwi, Aan, Sandro and Chao. Our team leader is Heidi.

Last time we had our presentation in front of retired adults at Watersford and now we're going to have it at Schilletter University Village Community Care. It's a daycare for children around 1-12 years old (something).

I really enjoy our CIC session today because the children were very excited and were enthusiastic to put the Baju Bodo on. I'll show you their cute looks with the clothing :)
Mindy from Zimbabwe wore it. Sisil said her mom has the Baju Bodo. Mindy was so cute. Patrick knew everything :D
Adrianne :)
This was Alex. He IS a boy, but he begged me to put the Baju Bodo on him since he arrived first to my table. What should I say? He left an impression. When he was wearing the dress, he was walking around the class, saying that it will be new fashion for boys :D I really liked him. He is a cute and smart boy. At the last conversation, he asked us : "is there any certain unique jobs in Indonesia that you couldn't find in US?" a very good question, Alex!
Serenity wore it. Her friends got jealous of her :) sorry kids.

It's hard for me to say goodbye to them. It was so much fun. But life must go on *too hard :'(

PS: Photoshoot before the ball (Photographed by Ireng Maulana)











Thursday, July 7, 2011

Dear Mr. Brinkmann

Someday you might find this letter, or someday you might not. Because slowly your wonder about how come a stupid clue-less student like me was managed to join your high-level grammar class, about to erased.

Believe me Sir, it's not just you who are wondering so much about this condition. I, myself, can never understand why am i trapped in your class.

Mr. Germany-American teacher, i beg your pardon for being so stupid after all this time. I can't help it. It's not like i ever registered to some English course before, neither i ever made friends with native speakers. No, i'm not. So please be understanding of me. I asked you before that if i could move to lower level class, but you only said it's late for me. And now, how am i survive the whole semester with me not knowing anything.

I always doubt myself when i think i need, i really need to talk to you about my problem. That though i know how to use English, i don't know all the terms. But i'm afraid you ended act indifferently about this. My friends keep amuse me that i'm doing well, Mr. Jesse said i'm a natural, my father said i'm better than other students. Still, i'm not convinced about my English.

Until then, the best opportunity comes: i need to finish my test at your office. I finally talk to you all my problems, that i don't know what "clause" "compliment" "adverb" are. And i am surprised at how patient you are to explain everything one by one to me. Even though i ask you such silly question as: "what is relative pronoun?" or "what the difference between sentence and clause?". You even make sure that i understand all of your lesson. Thank you. Thanks a lot, Sir. I'm sorry for my prejudice toward you, i ashamed that i ever thought so. I'm sorry for all mistakes i've done, for being stupid in the class.

Regards,

Raida

Sunday, June 26, 2011

Kawan Hidup Bernama Syukur

Sebuah lingkar memadukan kunang-kunang,
kasti,
dan seorang autis bernama Zaid.
Mereka semua kawan lamaku yang kurindukan.
Kami pernah bertemu, dulu, dulu sekali.
Setiap sore aku akan berkeliling desa,
mendengar suara-suara,
dengan mereka di kepalaku.
Setiap sore aku bahagia.

Aku tidak tahu, kenapa bagi beberapa orang syukur itu sulit.
Padahal setiap nafas patut disyukur,
setiap potong detik patut disyukur.

Ames, June 26th

Friday, June 17, 2011

Dandelion Sepertimu

Sore ini,
putik rapuh dandelion kembali diterbangkan semilir.
Kudengar lirih nyanyiannya mengirama di balik jendela kaca,
mungkin karena sunyi,
mungkin karena rindu.
Seperti dandelion, orang merindu akan terbang ke mana-mana,
menyanyi apa saja.
Ia sedang berpura-pura,
agar samar lengkingperih hatinya,
agar tak nampak airmatanya,
agar ia 'merasa' baik-baik saja.

Ames, June 16th, 2011

Sunday, June 12, 2011

Food Journal

Sampai sekarang, begitu saya bangun dari tidur, saya masih sering lari ke jendela dan melihat ke depan apartemen. Lalu dalam hati saya bergumam: "Iya benar, saya ndak mimpi ada di sini." Beberapa ekor tupai kemudian nongol memancing saya untuk meraih si nikon, sebelum mereka pada kabur lagi. Dasar tukang pamer itu tupai :P
Tapi saya tidak akan bercerita panjang lebar soal tupai-tupai sombong itu, saya akan bercerita soal makanan. Di mana-mana cultural shock buat tiap orang pasti soal makanan dulu. Seperti lagu si adek kecil di iklan susu Dan**w:
"Dari perut turun ke kaki, dari perut naik ke tangan, dari perut ke kepala, dari perut ke semuanya. Lalalalala... lalalalala..."
Mestinya lirik pertama lagu itu adalah: "dari lidah ke perut, ke yang lain-lain." hehe. Semua orang pasti mengakui masalah lidah ini adalah yang paling krusial untuk hidup. Apakah yang terjadi kalau lidah kita shock sama makanan dari budaya berbeda? Kita mati? O jangan saudara-saudara, kita harus beradaptasi dan memaksakan diri.
Untuk kami yang baru hijrah ke Amerika, agak sulit menyesuaikan lidah dengan makanan Amerika yang tasteless. Kami biasa mengunjungi Union Drive Community Center, kantin besar makan sepuasnya untuk mahasiswa Iowa State University, dan dari sekian banyak sajian, kami cuma bisa makan kentang goreng, salad, pizza keju, dan buah. Apalagi kami sebagian besar muslim, jadi harus lebih selektif lagi.
Sebenarnya, hidup sekian lama di sini (halah, baru juga 2 minggu), membuat kami lebih sensible dan kreatif untuk menyiasati makanan kami sendiri. Cultural shock atas makanan tidak sertamerta membuat kami kurus kering karena ogah makan -saya juga tidak yakin kalau ada dari kami yang bisa mempertahankan berat badan :D
Khususnya saya dan Dwi, teman seapartemen saya yang baik hati, tidak sombong dan rajin menabung. Seperti postingan saya sebelumnya, kami punya banyak kesamaan, salah satunya adalah sama-sama hobi masak. Kami senang sekali dengan apartemen kami yang dapurnya sudah fully furnished, serba lengkap.
Saya dan Dwi biasa berbelanja bahan-bahan yang kami butuhkan di HyVee, Asian Market, dan tentu saja Walmart. Tiap pagi dan malam, saya dan Dwi biasa masak macam-macam semi-masakan Indonesia. Saya bilang semi karena belum mirip-mirip banget sama rasa aslinya. Kami masak opor tahu, tumis ikan teri, sambal goreng kentang, sup, dan masih banyak masakan aneh lainnya. Alhamdulillah sensibility ini menjadikan kami berdua bertambah berat badan.
Berikut foto semi-masakan Indonesia yang saya dan Dwi buat:

Ini namanya nasi

Ini opor tahu kentang (?)

Ini sambal goreng kentang (Dwi is potato freak!)
Ini Telur ceplok isi nasi goreng (?) Dimakan sama Tortilla, snack dari Mexico yang terbuat dari tepung dan jagung.
Sup
Bihun sayur
Selain sarapan dan makan malam di apartemen, kami juga sering mendapatkan undangan makan di luar. Andrew Teply dan keluarga besarnya pernah mengundang kami BBQ di lapangan frisbee FC, seperti piknik sambil bakar-bakar meat untuk burger, meskipun demikian meatnya lebih baik tidak dimakan karena beberapa kekhawatiran. Keluarga Ouwerkek juga mengundang kami makan malam di rumah mereka dekat Ontario St. Mereka pernah tinggal di Indonesia dan meminta kami memasak nasi goreng dari macam-macam pulau di Indonesia. Jadi kami memasak makanan kami sendiri dan tidak perlu terlalu paranoid. Nanti kami akan makan lagi dengan orang Indonesia yang berdomisili di Ames, plus BBQ bersama jamaah masjid Darul Arqum insyaAllah.
Intinya, tidak akan ada yang selamat dari bertambahnya berat badan. Dan faktanya, hidup di Ames akan melatih sensibility dan kreativitasmu untuk memikirkan sendiri makananmu. Syukurlah semua perempuan di grup Iowa senang memasak, jadi sering kami tukar-tukaran atau ngerampok makanan tetangga sebelah. Hanya saja kami harus belajar memasak tanpa mengaktifkan alarm asap :D

Tuesday, June 7, 2011

Weekdays in Ames

Kita benar-benar menarik apa yang ingin kita tarik ke dalam kehidupan kita. Kekuasaan Allah di atas segalanya, dan mudah saja bagi Allah memberi kita semua itu, selama kita meyakini tanpa setitikpun ragu dalam diri kita.
*
Alhamdulillah sudah seminggu saya di Ames, Iowa, US. Sudah sejak dulu saya mau menulis segala hal yang telah saya lalui selama di Ames, tapi karena minggu ini benar-benar sibuk, saya baru bisa menyempatkan hari ini.
Seperti bangun di dalam mimpi, saya bisa berada di Ames, salah satu kota kecil di sudut Iowa. Kota hijau yang langitnya selalu cerah. Tiap sore, dandelion beterbangan di sepenuh kota, seperti salju yang turun dari langit. Cuacanya cerah tapi cukup sejuk bagi kami. Di sekitar apartemen, kelinci dan tupai berkeliaran bebas. Subhanallah... benar, saya pernah bermimpi berada di tempat ini.
*
Grup Iowa IELSP Cohort 9 tiba pada tanggal 31 Juni 2011, pukul 7 malam. Tetapi karena musim panas, pukul tujuh malam seperti pukul 3 siang di Indonesia: terang benderang. Oleh Ms. Xiong sang chaperone, kami diantar ke restoran Asia di mana kami bisa makan nasi dan masakan Asia lainnya.
Setelah makan, kami berangkat ke walmart, semacam groceries seperti carrefour atau alfa di Indonesia. Kami membeli keperluan dasar kami selama beberapa hari ke depan. Pukul 11 malam kamipun berangkat ke apartemen.
Teman seapartemen saya adalah Dwi. Dia akhwat juga seperti saya. Dia suka masak juga seperti saya. Dia suka menulis juga seperti saya. Pokoknya banyaklah kesamaan saya dengan dia yang bikin saya bersyukur sekali bisa seapartemen dengan Dwi.
Hari-hari selanjutnya dipenuhi dengan tes penempatan kelas sebelum kuliah dimulai. Kami juga mulai belajar menumpangi CyRide, bus keliling Ames. Serta bagaimana makan di Union Drive Community Center, semacam kantin besar di mana kami bisa makan sepuasnya. Kami berkenalan dengan banyak warga Indonesia di Ames: bu Evi, Imelda, Destri, Jeremy dan Mas Ireng (yang kemudian menjadi guide kami ke mana-mana).
Ada banyak hal yang pertama kali saya lakukan selama di Ames, beberapa di antaranya adalah membersihkan apartemen saya di Schilletter University Village dengan vacuum, yang saking katroknya saya debu vacuum pada berhamburan keluar semua. Laundry di landromat SUV yang butuh satu setengah jam sampai saya tidur seperti tunawisma di dekat mesin cuci :D. Serta banyak hal baru lainnya.
Untuk hal ibadah adalah yang paling membingungkan selama minggu-minggu awal di Ames. Tapi sedikit demi sedikit kami mulai terbiasa dengan jadwal sholat musim panas. Kami juga telah membuat musholla khusus kami sendiri di sebuah ruang khusus dekat restroom. Plus, setelah sekian lama gelisah karena belum-belum juga tau masjid, kami sekarang sudah mengunjungi masjid. Masjid ini terletak di Ontario Street, sekitar 15 menit jalan kaki dari Union Drive, tapi dijamin ngos-ngosan pas tiba di masjidnya -mungkin lebih baik naik CyRide. Alhamdulillah masjidnya bagus sekali, memberi ketenangan bagi jiwa-jiwa kami yang gelisah.
*
Nah, seperti yang telah saya tulis sebelumnya: bisa berada di sini adalah anugrah Allah yang sangat besar bagi saya. Dan saya tidak bisa berhenti tertawa dalam hati mengenai apa yang melatarbelakangi ini semua. Suatu hal besar yang memberi perubahan tak kalah besarnya bagi hidup saya. Skenario Takdir sampai hari ini masih sangat menarik untuk saya perankan. Alhamdulilah, alhamdulillah, alhamdulillah. Ya Allah, maka nikmat-Mu yang manakah yang hendak kami dustakan?

Friday, May 27, 2011

Lucu Sekali, Takdir. Lucu Sekali.

Tidak banyak yang tahu tentang kenapa akhirnya saya memilih mendaftarkan diri di IELSP, saat deadline bahkan tak cukup seminggu lagi. Untuk orang-orang terdekat saya, saya memohon agar rahasia ini tetap jadi milik kita. Toh, Da Vinci sampai sekarang sukses mempertahankan rahasia dalam senyum salah satu lukisannya.
*
Tapi di atas segalanya, saya lulus IELSP, menjadi grantee cohort 9. Dan besok saya akan berangkat ke dunia yang sama sekali berbeda itu: Ames, Iowa, US. Sebenarnya saya masih akan duduk berlama-lama di sini, merenung tidak mengerti mengenai cara sang Takdir bekerja.

Saya tidak mengerti.
Sungguh. Saya tidak mengerti.

Semua orang, saya harus bilang: semua orang mengharapkan saya lulus 'cepat'. Dengan SKS yang sudah overload, IPK, dan metode penelitian yang jelas, saya bisa memenuhi harapan mereka. Namun Takdir menarik saya di suatu pagi ke depan komputer, mendownload form beasiswa. Sejak hari itu harapan-harapan tak pernah sama lagi. Lucu sekali menurut saya, progres cara kerja Takdir.
*
Lalu, apakah yang menanti lagi setelah ini? Saya tidak pernah tahu. Saya tidak akan menebak. Saya sedang menikmati permainan Takdir yang sungguh tidak terduga. Ternyata beginilah Allah memeperlihatkan kita kuasa-Nya, bahwa manusia selalu bisa memiliki rencana, dan Allah yang menentukan. Allah yang menetapkan.

Subhanallah, walhamdulillah, wallahu akbar!

Tuesday, May 24, 2011

Bagaimana kalau stress saja jadi suvenirnya?

Keberangkatan ke Ames ini benar-benar menguras tenaga dan pikiran saya. Kalau saja saya tidak kepikiran squirrels dan aurora borealis, tentu saya sudah nyerah lantaran stressnya mikirin semua persiapan.
Salah satu persiapan adalah suvenir buat teman-teman di US nanti. Sudah beberapa hari saya stress mikir yang satu ini, sampai akhirnya saya tercerahkan, bahwa sesuatu bernama stress tidak mungkin jalan sendiri ke Jl. Somba Opu untuk saya.
Maka kemarin saya memutuskan jalan ke Jl. Somba Opu, setelah minta Ewi menemani saya.
*
Sebenarnya saya selalu suka ke Jl. Somba Opu. Jalan ini memberikan perasaan Makassar yang kuat. Terakhir saya ke sini adalah tahun lalu, saat saya, Aba dan Ummi mencari Kecapi -semacam alat musik khas Sulawesi. Tahun lalu saya senang sekali. Sekarang saya juga senang, tapi diiringi stress dan kegelisahan tiada tara.
Setelah berjalan muter-muter di sana, sambil disahuti "Aisyah! Aisyah!" sama orang-orang akhirnya saya menemui item-item ini:
Key Chains alias gantungan kunci. Ini buat teman-teman. Bahannya dari kayu yang dibentuk jadi badik lompo battang, badik biasa, rumah panggung, tongkonan, sama perahu phinisi.
Sarung tenun Bulukumba. Sarungnya ini beraroma jeruk lho. Kata mbak yang jual, benang tenunnya dikasih sesuatu yang dia juga tidak ngerti. Sampai sekarang saya masih merasa ini ajaib. Saya rencana kasih sarung ajaib ini ke dosen, meski nanti kalau saya ditanyai, saya akan bingung sendiri menjelaskan.
Yang ini adalah sarung tenun Sengkang. Populer juga kan di Sulawesi. Apalagi warnanya yang menyala dan benang warna emasnya. Ini bagian Chaperone saya nanti. Semoga dia suka :)
Songko' to Bone. (Lagi-lagi emas, lama-lama saya bisa buta karena semua emas ini. :D) Benar-benar sulit mencari nomer kepala yang besar, berhubung yang pake nanti native. Sampai pemilik toko turun tangan juga bantu kami berdua.
Miniatur kapal phinisi. Sebenarnya saya selama ini masih belum tau apa yang membedakan -benar-benar membedakan, kapal phinisi dan kapal layar biasa. Saya taunya, Phinisi itu tidak pake paku buatnya -iya nda sih?
*
Segera setelah saya membeli semua barang-barang itu, saya stress lagi bagaimana menempatkannya dalam koper. Ya Allah, kapan stress saya berakhir T.T

Tuesday, May 17, 2011

Harubiru

Sudah cukup lama saya tidak ngerti, kenapa haru harus biru. Kenapa bukannya merah, ungu, putih, atau kelabu? Saya pelan-pelan memahami dari suara-suara yang saya dengar saat penutupan Islamic Weekend FISIP Ahad lalu (sebuah kedok pesantren mahasiswa yang diinggris-inggriskan biar terdengar keren, dan entah sejak kapan bahasa kolonial itu jadi keren).

"Kita menutup acara Islamic Weekend ini dengan ucapan hamdalah"

Luar biasa haru yang saya rasakan, sampai perasaan saya membuncah, ingin menangis karena haru. Begitu saya angkat kepala, entah kenapa semua begitu biru, begitu damai. Akhirnya agenda dengan kami sebagai panitia die hard ini, usai sudah.
*
6 tahun silam, saya pernah memimpikan menyelenggara peskil, pesma, atau semacam kegiatan malam bina iman taqwa yang penuh dengan tausiyah. FKI mewujudkan mimpi saya. Tapi sungguh jauh dari apa yang saya bayangkan, ternyata peskil-pesma-mabit bukan hanya soal duduk mentausiyahi diri. Jauh lebih rumit dari itu. Kerumitannya sampai tak akan saya ceritakan ulang di sini, karena hanya akan membuat saya sedih.

Jelasnya saya belajar banyak dari kepanitiaan ini: mengenai prioritas dakwah, komitmen, kesabaran, kepercayaan, kemandirian dan keterasingan. Bagi saya yang terberat adalah yang terakhir. Agama Islam sejak lahirnya telah memiliki nama tengah "Jama'ah", itulah inti dari kehidupan Islam, kalau jama'ah ini tak ada, maka mungkin Islam telah sekarat. Ujian paling berat adalah saat jama'ah mulai tak rapi lagi. Ketika satu saudara kita meninggalkan shaf, sama halnya ketika sebuah tiang rumah panggung rubuh, shaf itu ompong, rumah itu pincang. Dan betapapun kita mencoba ikhlas, bekerja lillahi ta'ala, kita adalah makhluk sosial yang lemah. Merupakan keniscayaan kita merasa ada ruang yang tak terisi, ada energi positif yang pudar. Meski pada akhirnya begitulah Islam, kelak akan kembali dengan terasing, saat jama'ah pergi meninggalkannya sampai pada tahap ia tak lagi dikenali karena absennya jama'ah tersebut.

Saya menyadari bahwa kelak ujian akan lebih berat dari ini semua -ini cuma kepanitiaan biasa kok- semoga ujian semakin menguatkan dan bukannya malah melukai sampai cacat lalu lari.

Amiin ya robbal 'alaamiin...

Wednesday, April 27, 2011

One Word is Enough

Interviewer: what's your name?
Me: Yusuf, Raidah Intizar
(Interviewer -a native- stare the monitor and got the application)
Interviewer: where do you wanna go in the US?
Me: Iowa
Interviewer: tell me, are you come from the same program as the previous?
Me: Yes
Interviewer: what's your major?
Me: communication
Interviewer: when will you graduate?
Me: next year? (unsure, perhaps faster than that, but ain't going to tell)
Interviewer: what you gonna do after your graduation?
Me: continue my study
Interviewer: what will you learn?
Me: journalism
Interviewer: o, you study journalism. Okay. Tell me, how did you got selected?
Me: well, i applied, i got interviewed, and then passed. That's all.
Interviewer: good for you.
Me: indeed.
Interviewer: wait a second... (typing on his computer, rip a part of white card) your visa has been approved. (hand over some other part of white card)
Me: thank you very much.
*
This is how my visa interview goes. I wasn't that sure before this interview, whether i get my visa or not. But unlike other, i plan to answer all question explicitly. As i know American are very effective. Just tell them what they need to know, not what you need to talk.
When all my friends busy to arrange the perfect answer for the interview, i tend to answer just one word for each question. And the white card is the prove for the need of direct answer. Believe me, one word is enough.
*
So, i really am going to see... aurora borealis... and squirrels. Alhamdulillah. :)