Thursday, December 29, 2011

Valedictorian


Seringkali kita menetapkan indikator-indikator untuk mengetahui sejumlah konsep yang belum terdefinisikan dan telah membingungkan kita. Hari ini, nilai skripsi 3,71, IPK 3,81, dan predikat cumlaude menjadi indikator bahwa sayalah mahasiswa terbaik sefakultas. Namun, benarkah demikian? Benarkah saya pantas menyandang predikat 'terbaik'. IPK dan skripsi adalah indikator yang ditetapkan untuk mengetahui siapa mahasiswa terbaik. Padahal bisa jadi,
IPK itu didapatkan dengan cara-cara yang tak akademis sama sekali. Demikian juga dengan skripsi, kamu percaya itu? Tentu kamu tau, banyak orang yang menjadikan skripsi sebagai lahan basah mahasiswa tingkat akhir.

Mahasiswa terbaik haruslah disandang mereka yang benar-benar cerdas dan menyebarkan kecerdasannya. Dan pikir saya, melalui pengamatan 22 tahun atas diri saya sendiri, saya belumlah tiba di kondisi ideal itu.

Memang, untuk mengetahui, maksud saya benar-benar mengetahui manakah mahasiswa terbaik, agaknya perlu diadakan observasi mendalam selama masa studi masing-masing mahasiswa. Tapi kamu tahu, itu sulit sekali dan membuat bingung, karena itulah indikator ditetapkan untuk menyederhanakan persoalan-persoalan ribet dan bikin pusing. Dengan
demikian IPK dan skripsi menjadi bentuk penyederhanaan itu. Lalu predikat yang saya sandang ini adalah muara dari berbagai kebingungan manusia.

Saya pernah bercita-cita membawakan pidato kelulusan, duduk paling depan, nama dipanggil paling awal, dan yang terutama: orangtua duduk di jajaran VIP. Kalau kita suka mimpi, jelas yang seperti itu adalah mimpi yang umum para pemimpi. Sejujurnya saya merasa bangga, meski lebih sering perasaan bangga itu seperti palsu, karena lebih sering saya merasa malu dan tidak pantas.

Pada akhirnya memang kesyukuran menjadi solusi bagi kegelisahan-kegelisahan tidak penting yang bergolak di batin. Masalah selalu datang dari imajinasi kita sendiri. Orang-orang mungkin berkata: "sudahlah jangan banyak protes, syukur kamu terbaik!"

Ya,
syukur...

Dan tahukah kamu apa itu syukur? Syukur, menurut Fuad Rumi ustad kami, adalah memanfaatkan pemberian sesuai kehendak pemberinya. Kalau kamu dikasih topi, apa kamu akan menggunakannya di kaki? Oh tidak, kamu tidak syukur namanya. Sama halnya dengan: Allah memberimu hidup untuk kamu beribadah padaNya. Itu yang dikehendaki Allah dari
hidup yang diberikan padamu. Sekarang kalau kamu bersyukur menjadi wisudawan terbaik, kamu harus apa, Raidah Intizar? Jawabannya sudah jelas :)

Friday, December 16, 2011

A Woman with That Something She Forgot


Saw her today, she's walking busily around, checking everything on their places, peeking inside her bag and nodding at herself. She's seemed in a preparation to go to someplace she needs to be fully-prepared.

Saw her today, she's grabbing her key that was hung in a rusty nail. She's saying "goodbye everyone," and heading to the garage. A dusty black minivan was parked, and she opens its door. She's sitting on the driver seat, and plugging her key in. She's kicking the gas, soon after the car was heated enough.

Saw her today, she's driving all the way to north, her aim, her objective. She's enjoying the highway scene, and all thing that is running fast.


Saw her today, suddenly her face is seemed a little shock, and she's patting her own forehead. She forgot something. She's in a deep consideration of should she drive back to take that something, or should she continue to drive to her aim. But the ride has started and she's now in the middle of highway. She decided to keep driving.


Saw her today, her face's looked at ease only for a few seconds, then she's becoming restless. Restless about the consequence of missing that something. Something might happen to that something. Something might lost, something might broken, something might be taken.


Saw her just now, she's already arrived. She's talking about something she forgot, on and on.

Sunday, December 11, 2011

Menara Jam

Kuceritakan teman-temanku dulu tentang mimpi dalam tidurku, mimpi yang ajaib sekali. Saat itu entah usiaku delapan-sembilan tahun atau lebih muda, dan aku bermimpi berkuliah di sebuah tempat yang ada menara jam-nya. Gerangan dari mana, sebuah menara jam terkonstruksi dalam pikiran anak ingusan yang tinggal bersisian sawah sepertiku?
Lalu mereka berpikir keras... mencari di manakah letak menara jam besar? Itu London! Tukas mereka suatu hari: Itu London! London punya Big Ben, sebuah menara jam besar yang dentangnya terdengar ke seluruh kota. Setidaknya itu yang diberitakan saat Lady Diana meninggal dunia, dan serba-serbi Inggris jadi ramai diberitakan.
Kemudian mereka mencibir: tak mungkin kamu ke London... tempat itu jauh sekali. Naik pesawat saja kamu belum pernah! Jangan mimpi!
Kini, sepuluh tahun atau lebih lama sejak hari aku dicibir, saat aku semakin dewasa dalam "tidak mungkin-tidak mungkin" yang ada, kudapati mimpi menjadi nyata. Tiap hari aku lewat di bawah menara jam sebuah universitas di Amerika. Seperti menara itu telah keluar dari mimpiku, dan terpancang di sana, mendentangkan musik yang indah setiap jam.
Kawanku... pernahkah kamu berniat merobohkan pagar-pagar yang kamu ciptakan sendiri dalam pikiranmu, bahwa mungkin saja mimpi itu adalah gambaran masa depan yang dibocorkan Allah dalam tidur kita? Bahwa mungkin saja dengan mimpi itu, kita akan semakin giat dalam berusaha dan berdoa? Maka, berprisangka baiklah pada Allah, berprisangka baiklah pada dirimu, berprisangka baiklah pada semua manusia. Yang baik hanya akan menarik kebaikan, itu adalah hukum alam yang diciptakan Allah untuk kita.

-masih satu menara
mungkin tiga, atau tiga belas lagi.
sebelum kukabarkan pada dunia
berita yang merindingkan mereka
tentang mimpi
dan bagaimana ia melompat keluar dari diri.

PS: Demi dia yang tahu bahwa kelak umatnya tak akan merasa cukup atas ilmu di ruang dan waktu tertentu, lalu ia bersabda: Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina. Kemudian menuntut ilmu ke manapun itu menjadi demikian ringannya, karena ia yang menyunnahkannya.