Sunday, October 23, 2016

Bekerja

Tertegun saya pada satu obrolan dengan suami tentang pekerjaan.
"Abi, kenapa sih orang harus bekerja?"
"Karena bekerja itu ibadah dik. Bahkan bekerja itu wajib hukumnya."

Selama ini pikiran saya mengenai pekerjaan adalah sebagai sumber penghidupan saja, tetapi suami saya sejak awal memandangnya sebagai ibadah. Wajib pula. Ia mengharamkan pada dirinya sendiri duduk berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa, seperti orang yang tengah mengabaikan sebuah ibadah wajib. Orang yang tidak sholat.

Pertanyaan itu muncul ketika bersinggungan dengan topik parenting mengenai anak yang ditinggal orang tuanya bekerja.
"Kenapa Ummi harus bekerja?"
"Ummi harus mengumpulkan uang, kamu dan adik-adikmu kan harus sekolah, sekolah itu butuh biaya nak."
Jawaban orang tua seperti ini sangatlah apa adanya, namun tidak cukup bijaksana. Pada beberapa kasus, jika bukan fenomena, anak akan memusuhi pekerjaan orang tuanya karena telah memisahkannya dengan orang tuanya. Bahwa mencari uang lebih penting dari kebersamaan dengan mereka. Bahwa orang tua adalah tempat meminta uang sekolah, dan keperluan lainnya. Naudzubillah.

Jika merubah redaksi jawaban sedikit saja menjadi "karena bekerja itu ibadah nak. Bekerja itu seperti sholat, puasa. Muslim yang taat pasti rajin bekerja juga nak, karena senang mendapat pahala dari Allah."

Maka anak akan melihat, seperti sholat di mana ia merasa 'terpisah' dari orang tuanya, bekerja memisahkannya juga, dan tak mengapa, karena ibadah adalah urusan habluminallah. Allah memang lebih penting dari dirinya. Ia harus menerima itu dengan lapang dada.

Cukup sederhana bukan? Tetapi dapat merubah sebuah pola pikir yang dibentuk sedari dini. Kelak anakpun akan rajin bekerja seperti ia rajin sholat, karena tahu bahwa bekerja juga mendapat pahala, Allah senang terhadap orang yang rajin bekerja.

Lalu bagaimana dengan ibu? Bukankah pekerjaan itu hanya wajib untuk ayah?

Kami tidak akan memperkenalkan pola pikir seperti itu pada keturunan kami insyaAllah. Pekerjaan menjadi sebuah ibadah baik bagi muslim maupun muslimah. Semua mendapat pahala dari Allah karena bekerja. Biarlah mereka sendiri kelak yang mengenali hikmah dari bekerjanya seorang muslimah, yang paling tidak telah dirasakan oleh Ummi mereka. Namun tentu, pola pikir ini disertai pemahaman dan contoh bahwa perempuan mesti mentaati suami. InsyaAllah.

Tuesday, October 11, 2016

Sukses Mpasi

Entah apalah indikator anak yang sukses mpasi, ada anak yang bobotnya ideal namun hanya mau minum susu dan makanan tertentu; ada yang grafik berat badannya tidak meningkat namun ia pintar makan apa saja (makanan yang sehat ya, bukan aneka makanan ringan rendah gizi). Yang jelas bagi seorang ibu, anak mau makan saja sudah syukur sampai terharu mewek.

Alhamdulillah qadarullah makin ke sini Chadijah Masagena semakin mudah makannya, yang saya sampai kaget sendiri. Saya merasa belum maksimal dalam metode, tetapi alhamdulillah Allah menghendaki ia telah menjadi anak yang mengenali rasa lapar dan tidak pemilih makanan. Dua hal yang penting demi anak yang sehat.

Langkah-langkah yang saya jalankan dalam mpasi Chadijah Masagena tidak unik, hanya saja saya memadukan spoon-feeding dan baby led weaning, serta konsisten memperkenalkan aneka bahan makanan. Kronologinya:

-Chadijah Masagena mulai makan usia 5 bulan 17 hari. Sengaja. Atas kesadaran makan itu butuh belajar, saya mulai memberinya oatmeal untuk dimakannya sendiri.
- Makanan CM dicatat setiap kali ganti bahan makanan per tiga hari, agar bisa mengenali reaksi alergi.
-Menjelang 7 bulan diperkenalkan protein. Makan makanan lunak makin bagus. Bubur nasi dan oat yang dihaluskan dengan bahan lainnya. Makanan padat masih sulit ditelan.
-7 bulan lebih mulai diperkenalkan nasi. Konsisten menaikkan tekstur makanan agar anak tidak pilih-pilih makanan.
-CM selalu makan posisi duduk. Tidak digendong atau posisi seperti baring dengan sandaran bantal.
-Jadwal makan CM sangat tertib. Sekalipun demikian, kalau ia menolak makan, saya percaya padanya bahwa ia tidak sedang lapar. Tetapi tetap selalu saya tawari makan pagi pukul 8-9, makan siang pkl 12-13, makan malam pukul 18-20. Dengan makanan ringan seperti buah atau umbi setiap pukul 11, 16, dan 20.00.
-Sampai usia 1 tahun, makanan CM tidak ditambah gula atau garam. Sehingga CM mengenal rasa asli makanan. Kami sebut rasa asli bukan hambar.
-Usia satu tahun lebih diperkenalkan UHT dengan sekali lagi konsisten. Pertama diperkenalkan seperempat gelas, lalu sepertiga dan seterusnya. Satu kali satu hari.
-Usia satu tahun 1 bulan mulai diperkenalkan gula garam.
-CM selalu makan buah sendiri, konsisten blw dengan buah (saja. haha).
-Saya selalu percaya pada CM, bahwa sebenarnya dialah yang lebih tahu mengenai apa yang ia butuhkan, gizi apa yang harusnya masuk ke tubuhnya. Kalau makan nasinya sedikit, sedangkan sepiring semangka habis, itu berarti dia lebih butuh serat daripada karbohidrat. Kalau lagi tidak mau makan, artinya memang kalorinya tidak banyak terbuang. Seperti waktu CM dijaga oleh auntynya katanya ia tidak mau makan nasi, saya perhatikan memang karena CM kerjanya cuma duduk menonton di ruangan ber-ac, pantas saja tidak butuh kalori. Sedangkan kalau sama saya di rumah, ac menyala pukul 20.00-07.00, seharian main lari-lari sampai CM mandi keringat, akhirnya setiap jam makan ia selalu minta "mamam".

Alhamdulillah, meski cenderung biasa saja metode mpasi yang kami lakukan, CM sekarang anak yang senang makan. Ia selalu minta susu UHT, maksimum pemberian adalah 400 ml per hari. Ia penggemar berat oat rebus, hanya ditambahi minyak zaitun, selalu dihabiskan. Senang makan apel, semangka, pepaya. Senang makan ubi jalar kukus. Nasi kuning. Nasi biasa dengan lauk ikan. Tempe tahu. Gorengan. Sampai makanan aneh seperti steak, pasta dan pizza juga doyan. InsyaAllah semua makanan kami bisa ia makan. Alhamdulillah.

Saya sangat berharap kesukaannya terhadap makanan terus bertahan. Karena sesungguhnya pada usianya sekarang ia membutuhkan ragam nutrisi untuk tumbuh kembang tubuh dan otaknya. 

Friday, October 7, 2016

Kakak Gena

Alhamdulillah pada tanggal 4 oktober saya mengetahui bahwa saya tengah hamil 3 minggu 4 hari. Dan hari ini tepat sebulan.

Kami sangat menikmati parenting, dan memiliki dua anak atau lebih adalah hadiah sekaligus menguji pengetahuan parenting kami.

Sebenarnya di kehamilan yang kedua ini, saya penasaran bagaimana rasanya menjadi Gena yang akan memiliki adik dengan jarak usia 1 tahun 11 bulan dengannya (insyaAllah).

Tetapi Gena telah tumbuh menjadi bayi yang sangat memenuhi harapan kami, bahkan cenderung melebihi, alhamdulillah. Tugas-tugas perkembangannya dilalui sebagaimana mestinya. Dan meski perkembangan ini terdengar lazim, bagi kami sekali lagi, ini adalah buah dari terapan parenting yang kami berikan dan kami yakini. Regardles of her innate character.

Belakangan ini saat abi terkena musibah harus dirawat di rumah sakit, dan ummi harus bolak-balik sendirian meninggalkan Gena bersama nenek dan auntynya, Gena sangat bersabar. Apalagi Ummi tak pernah meninggalkannya tanpa berpamitan. Ia hanya manyun dan melambaikan tangan, sekali waktu ia menangis tapi hanya karena mengantuk dan lanjut tidur beberapa menit kemudian. Ini menandakan dua hal yang sangat krusial di usianya telah ia miliki. Pertama: object permanence. Ia tidak tantrum saat saya tinggalkan padahal saya dan dia sangat dekat, karena ia tahu sesuatu yang tidak nampak bukan berarti tidak ada. Ummi pergi saja, dan Ummi akan kembali. Logika ini sudah ia khatamkan. Sebenarnya object permanence ini mengandung tauhid ya.

Puncaknya saya tahu ia paham object permanence adalah ketika suatu kali saya pamit kepadanya untuk mematikan air di lantai bawah, ia menatap saya sedih, saat saya kembali ia sudah digendong abinya, katanya setelah melihat saya pergi ia mendatangi abinya dan minta dipeluk, tapi dia tidak menangis. Mungkin ia sedih, menyangka saya akan pergi lama, tetapi ia sudah bisa mengatasi kesedihannya, bisa embrace the sadness for she knows Ummi is returning sooner or later. Dan ini juga bearti yang KEDUA, telah terbangun trust pada dunia di sekitarnya.

Trust dan mistrust, rasanya saya sudah membahas ini berulang ulang, dan tak bosan saya ulangi, mengapa penting membangun trust karena kita ingin anak kita belajar tanpa takut dan ragu setiap waktu. Tanda terbangunnya trust pada diri Gena adalah:
-Ia mau bermain dengan siapa saja. Bagi kita nampaknya ia sedang bermain, namun sesungguhnya ia sedang mempelajari hal yang baru.
-Saat saya sholat, ia tak pernah minta saya berhenti, ia mencari kegiatan sendiri dan menanti saya selesai.
-Ia pemberani, Gena bisa masuk ke ruangan gelap dengan inisiatif sendiri dan main di dalamnya. Ia berani main dengan serangga dan binatang2 lainnya. Unlimited exploration.
-Ia senang mengulang, dan memudahkannya untuk mengenali suatu kata atau tindakan. Saat saya bilang "mamam" dan ia mengulang, bearti ia menerima tawaran saya untuk makan. "Dadah" berarti sampai jumpa. "Salim" berarti kami meminta ia mencium tangan kami, dan ia melakukannya. "Cium" dan ia akan memajukan jidatnya untuk mencium (eh?). Sudah tahu beberapa nama anggota tubuh. Selalu ikut bergumam saat kami menyanyi untuknya.
-Alhamdulillah makan apa saja yang ditawarkan, bukan picky eater. Ia percaya apa saja yang diberikan padanya.
-Ia senang membaca karena percaya bahwa membaca adalah kegiatan yang seru dan juga membuatnya dekat dengan Ummi Abinya (apalagi jika sambil dipangku membaca bersama).

Efek lain dari terbangunnya trust adalah anak menjadi sangat sosial. Ia senang bertemu orang-orang. Ia bahagia berkumpul dengan orang-orang. Bayi yang bahagia, sebagai bonusnya, mendapat curahan perhatian, yang membuatnya semakin excited setiap bertemu orang.

Terbangunnya trust ini sangat luar biasa dampaknya pada proses belajar Gena. Dan melihat semua perkembangannya, kami penuh harap ia dapat menerima dengan baik kehadiran adiknya, percaya pada adiknya dan menganggapnya sebagai satu orang lagi di dunia ini yang  mencintai dia.