Sebenarnya ingin saya melanjutkan bercerita tentang tempat-tempat yang dulu selalu saya datangi selama di Tilburg. Daftar telah disusun: El-Feth, Suleymeniye, De Duynsberg, Open Markt, Westermarkt, Ritjse Akkers, Heuvelstraat, Kruisstraat, hutan depan gedung Cobbenhagen. Sungguh banyak yang ingin saya kisahkan. Tetapi kisah mengenai kamar penuh kertas dan sticky note di suatu sudut jalan Beneluxlaan, perjalanan bolak-balik perpustakaan dan ruangan Stefania mendadak hadir di pikiran, menimbulkan gejala yang diberi nama Tilburgache, alias sakit kangen pada kota Tilburg.
Mungkin karena salah seorang sahabat saya masih di sana, berkutat ingin lepas dari belit dan jerat tesis yang sungguh ruwet.
***
Pada 4 Desember 2012, setelah dua unit satu semester yang panjang dan melelahkan, mahasiswa CIS (Communication and Information Sciences) angkatan 2012-2013 dikumpul dalam satu kelas besar kapasitas ratusan orang di gedung Dante, Tilburg University. Waktu itu atmosfirnya sedikit mencekam, mungkin selain karena lagi awal musim dingin, yang berdiri di podium adalah Maria Moss, koordinator tesis fakultas.
Entahlah, seharusnya menyusun tesis menjadi suatu kewajaraan dan keniscayaan bagi seorang mahasiswa master, tetapi jika sudah dihadapkan dengan satu kata itu bawaannya jadi kaget dan panas dingin seakan-akan tak pernah menyangka bisa bertemu.
Saya termasuk yang panas dingin juga waktu mendengarkan pidato dan penjelasan Maria Moss mengenai sistem pengajuan tesis. Di samping saya sudah banyak wajah-wajah pucat dan gundah gulana. Selama ini berkuliah dua unit di Tilburg University, saya selalu berharap bisa melakukan penelitian tentang metafora behavioral dikaitkan dengan teori event structure metaphor oleh Lakoff (1993), tetapi saudara-saudara... penelitian metafor behavioral membutuhkan partisipan yang akan diuji dalam waktu yang tak singkat, dan partisipan dibayar, dan saya dapat uang dari mana untuk bayar mereka? (Hiks, nangis ceritanya). Saat itu saya memang sudah patah arang, hilang orientasi begitu sadar tentang akan beratnya menjalankan ide penelitian saya.
Maria Moss meminta kami untuk memilih lima topik yang ditawarkan di course thesis blackboard (website khusus mahasiswa kampus), berdasarkan skala prioritas, dan topik-topik yang ditawarkan ini sudah disesuaikan sama interest penelitian fakultas serta keahlian supervisor-supervisor yang ada. Saya segera buka blackboard dan memilah-milih berdasarkan efektifitas dan efisiensi. Pilihan jatuh pada topik yang diawasi oleh Stefania Milan, topik yang berkisar di antara guerrila media, social media movement dan lain sebagainya. Tapi waktu itu saya masih belum ada gambaran jelas mengenai judul dan bagaimana saya akan melakukan penelitian.
Unit kuliah musim semi dimulai. Galau semakin menjadi-jadi, saya belum juga ketemu ide tentang penelitian yang akan saya laksanakan. Penelitiannya jelas tidak boleh abal-abal, soalnya Tilburg University adalah kampus yang sangat menjunjung tinggi penelitian. Ada orang yang bertahun-tahun tidak lulus, mandek di penelitiannya. Maklum, kualitas penelitian sangat mendukung rank kampus, kalau rank-nya tinggi kan banyak yang daftar kuliah di situ.
Awalnya saya mau analisis Arab Spring, tetapi gimana mengumpulkan datanya, gimana mau wawancaranya. Ide ini tidak rasional untuk dijalankan dalam hanya beberapa bulan. Waktu itu saya ingat supervisor saya mulai rada tidak percaya sama saya yang ngga jelas ini. Di tengah kesedihan akibat penghakiman sepihak dari supervisor, saya berangkat ke Utrecht untuk liqo, pas di kereta saya terinspirasi untuk melakukan penelitian tentang citizen journalism yang mulai menjamur di Twitter Indonesia. Ide utamanya adalah ingin melihat kepercayaan masyarakat, apakah terdapat pergeseran dari media konvensional kepada informasi yang dilaporkan rakyat? Walhasil saya segera ketemu supervisor, dia mendapat petunjuk bahwa saya akan melakukan penelitian kuantitatif dan langsung memberi saya second reader yang ahli di bidang kuantitatif dan eksperimental. Tetapi waktu itu, sekalipun supervisor saya cepat tanggap, saya bisa lihat di matanya bahwa dia masih sangsi terhadap saya (yang pernah ngga jelas), apalagi beliau orang kualitatif, mungkin kurang sreg dengan metodologi saya. Hiks
Banyak hal yang jadi kendala selanjutnya, waktu saya membangun theoretical framework (alias bab II), academic English saya acceptable saja, maksudnya ngga drop dead amazing gitu. Selain itu, karena mungkin terlanjur underestimate saya, supervisor jarang memberi feedback. Hiks. Pokoknya bermuram durja-lah saya selama sekian lama. Ada kali 40 hari saya pernah diPHP sama sang supervisor. Padahal dua sobat saya yang orang Meksiko dan Spanyol malah diberi feedback secepat kilat.
Tetapi tak menyerah, saya masih rutin mengerjakan thesis di sela-sela sibuknya kuliah unit 3. Waktu mengerjakan tesis saya adalah setiap pukul 7 malam hingga pukul 10.30 malam di perpustakaan, dan seharian di hari Sabtu. Namun demikian, waktu saya tidak habis-habis amat mengerjakan tesis terus, soalnya saya tahu kalau saya benar-benar 24/7 tesis, saya bisa stress sendiri. Sekali seminggu saya ke hutan Wandelboos, menemani nenek-nenek di panti jompo De Duynsberg jalan-jalan sore dan minum teh. Sekali sebulan saya bersepeda ke Korvelseweg atau Open Markt dekat kantor Gemeente Tilburg. Dua kali sebulan saya bertemu sisters di apartemen Hojja tercinta Zeynep Erdogan. Sekali sebulan saya keluar kota untuk liqoat dengan ibu-ibu imigran. Pokoknya jangan sampai tesis terus di pikiran lah.
Ada satu doa yang selalu saya komat-kamitkan setiap sujud, agar Allah memberi saya cara untuk mencuri hati supervisor saya. Soalnya saudara-saudara, supervisor sangatlah besar peranannya atas kelancaran penulisan tesis kita. Seorang mahasiswa boleh maju setiap bab tesis kalau sudah diberi feedback sama supervisor, edit sesuai feedback, kemudian disetor lagi tesisnya untuk di-acc atau revisi lagi. Supervisor benar-benar terlibat. Saya sudah mendengar beberapa cerita tentang mahasiswa yang tak dapat merebut hati supervisor dan malah terlunta-lunta.
Supervisor saya ini adalah orang Italia medok. Saya pertama bertemu di kelas Digital Storytelling yang beliau ajarkan, waktu itu saya dapat B untuk mata kuliahnya.
Nah tidak ada angin tidak ada hujan (yang ada hanya salju dan doa), tiba-tiba supervisor saya mengemail semua peserta kelas Digital Storytelling bahwa dia membuka kesempatan re-sit alias ujian ulang untuk yang hendak meng-improve nilainya, caranya adalah dengan membuat paper. Inilah sungguh kuasa Allah. Ini adalah satu-satunya cara saya untuk bisa membuatnya terkesan pada saya. Allah sudah memberikan jalan, sekarang tinggal usaha saya. Bismillah.
Lalu saya susunlah paper itu dengan se-sophisticated mungkin, sebagus mungkin, untuk menunjukkan bahwa saya sudah jelas sekarang (kemarin-kemarin bawaannya ngga jelas sih), lalu saya serahkan padanya dengan banyak komat-kamit basmalah. Dan tahukah saudara-saudara, tidak sampai seminggu setelah saya serahkan paper itu beliau meng-email saya: "Congratulation, you've got an A for your paper"
Alhamdulillah.
Setelah mencuri hati supervisor, benar saja, proses feedback-feedback-an menjadi lancar. Dulu yang empat puluh hari tak dibalas, kini tak sampai empat puluh menit dapat balasan email beliau. Beliau juga yang rajin memberi buku untuk referensi teori. Salah satu buku dari supervisor yang telah sangat membantu arahan penelitian saya adalah Fissures in the Mediascape (Clemencia Rodriguez, 2001)
Selain supervisor, second reader saya juga sangat berperan besar atas lancarnya penulisan tesis saya. Beliau sangat mengerti tentang online experiment yang hendak saya jalankan, memberikan contoh tesis dengan metodologi serupa, memberi feedback atas rancangan treatment dan kuesioner. Terakhir adalah ACC desain dari beliau (soalnya supervisor tidak -mau- mengerti soal metode kuantitatif).
Kuesioner online saya sebar dan dalam tiga minggu mendapatkan partisipasi sesuai target, saya harus berterimakasih banyak pada banyak pihak yang menyebarkan kuesioner saya, salah duanya adalah mba Asma Nadia dan mba Helvy Tiana Rosa. Hiks.
Selanjutnya adalah olah data. Alhamdulillah selama di Belanda saya menjadi semacam SPSS-geek, uji-uji anova, manova, regresi dan lain sebagainya bisa secepat kilat, analisisnya juga jadi sehari, jadi tahap ini bukanlah tahap yang sulit. Kemudian bab pembahasan dan diskusi. Alhamdulillah.
***
Dengan demikian saudara-saudara, sungguh, jika membayangkan kuliah di luar negeri jangan hanya membayangkan indahnya saja, siapkan mental untuk belajar (entahlah) sekitar 20 kali lebih keras dan cerdas. :)