Baru saja saya membaca repost screencap twit Ustad Felix yang mendiskreditkan ibu pekerja yang katanya menghabiskan lebih banyak waktu di kantor daripada bersama anak. Ok. Saya hanya mau bilang: minta maaflah ustad. Segera.
Sekarang memang lagi zamannya perang 'ideologi' antara working mom dan fulltime mom. Perang yang di mata saya tidak relevan dan siasia belaka. Semua peranan ibu memiliki alasannya masingmasing, dan sangatlah tidak dewasa untuk menghakimi satu peranan atas peranan lainnya.
Sebutlah Ummi saya yang notabene adalah working mom. Ummi bekerja sejak pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore. Saya hampir tidak ingat kapan Ummi mulai bekerja. Saya hanya ingat Ummi selalu bekerja meninggalkan kami di rumah dan baru pulang petang. But does that make her less like a mom? No! Setiap sebelum pergi, sejak subuh Ummi sudah beresberes dan memasak, meninggalkan kami dengan makanan, pulang ia kembali merapikan hamburan yang kami sebabkan, mengajar kami mengaji lalu mengobrol sambil memijit kaki beliau. Kami adalah anakanak yang tak pernah kekurangan perhatian. Kami selalu merindukan Ummi. Kami selamanya menyayangi Ummi.
Lalu bagaimana pula dengan ibu macam saya yang senang disebut fulltime mom meski pada kenyataannya saya dosen yayasan di salah satu universitas swasta dan juga seorang wirausaha? Di mana tempat saya dalam 'perang' ini?
Jangan jangan perang ini memang absurd adanya... di akhir hari yang terpenting adalah tetap melakukan hakikatnya sebagai ibu yang memiliki anak: menyayangi anak kita. Sementara itu adalah hal yang pasti. Dan lagi, anak tak akan buta dan mati rasa terhadap kasih sayang sejati.
Saya yakin Ustad Felux juga pernah dididik ibu guru, and to some other child she's a loving mom that the child always long for.
Ibu adalah ibu. Berkarir maupun tidak.