Jika kita muslim, kita mungkin pernah mendengarkan satu dua orang ustad berceramah, lalu tanpa sengaja hati kita tersentuh oleh apa yang diucapkannya. Semakin kita mendengar ustad tersebut, semakin kita banyak berupaya menjadi pribadi yang baik. Lalu pelan-pelan kita semakin fanatik, dan menjadi puber dakwah. Jilbab memanjang, setiap hari seabrek amal sholeh dari dini hari, puasa sunnah, dhuha, tadarrus, sholawat. MasyaAllah...
Itu terjadi pada diri saya pada rentang 2002-2005. Dan ustad yang sangat mengena nasihat-nasihatnya di hati saya ialah KH Abdullah Gymnastiar dan Al Ustad Mudzakkir M Arief.
Tetapi puber dakwah adalah fase. Sibuknya urusan dunia menjadikan fase itu semakin redup seiring waktu.
***
Suatu ketika kami melingkar membahas Risala e Nur karya Said Nursi, pembahasannya adalah tentang kematian. Dan mendadak saya jadi sangat takut.
Ya Allah, adakah jika saya telah terjadwal oleh Malaikat Israil sore ini, maka saya akan menjadi golongan yang Engkau murkai?
Saya menangis sejadi-jadinya mengingat semua dosa saya. Lalu Esma berkata;
"Never ever think like that, Raidah, we should die in good presumption of Allah. Remember the rahmat of Allah is far greater than His wrath."
Saya menyetujuinya waktu itu. Rahmat Allah lebih besar dari murkaNya. Tetapi... bagaimanakah kita agar selalu berada dalam naungan rahmatNya? Itu pertanyaan yang akhirakhir ini menggaung di belakang kepala saya. Berulangulang.
***
"Jangan buang waktu."
Lalu sebuah gema menjawab. Mungkin saya sudah terlampau jauh membuang-buang waktu pemberianNya untuk hal yang tiada guna. Di dunia maya, saya menjadi terlalu aktif, terlalu cerewet. Suatu hal yang harus saya tinggalkan, saya tidak kuasa untuk menahan diri.
"Pertolongan Allah datang dengan dzikir. Hati yang senantiasa berdzikir akan tenang dan damai"
Nasihatnya sederhana dan merupakan hal yang repetitif, tetapi menyentuh hati saya yang terdalam. Saya teringat entah belasan tahun yang lalu di mana nasihatnya selaku sejuk bagi diri saya.
Dan saya berdoa hari ini:
"Ya Allah, mohon ampuni Hamba yang terlampau sering membuang waktu."
Friday, December 29, 2017
Thursday, May 18, 2017
Si Supir GRAB
Baru-baru ini saya mengenal seorang supir angkutan berbasis aplikasi,
Supir ini tinggi dan tampan, pakaiannya selalu rapih meski dia agaknya hobi bersendal jepit saja ke mana-mana. Tapi masih keren.
Mobil yang ia bawa warnanya putih dan pintu kiri penumpangnya tidak pernah bisa rapat betul. Sepertinya pernah ada benturan keras terjadi pada mobil ini. Si supir cerita dia pernah kecelakaan parah pada saat perjalanan pulang daerah. Mobilnya rusak parah, tangannya juga sempat patah, habis itu bisnisnya bangkrut pula. Karena itulah dia sekarang jadi supir.
Mobil supir ini wangi. Aromanya paduan vanilla dan karamel. Memperkenalkan kelas tertentu. Bukan aroma jeruk menyengat yang bikin ingat tikungan jalan ke Bone.
Meski pilihannya untuk kursi jok masih kurang saya sukai. Merah hitam? Siapa yang AC Milan? Biru hitam dong.
Oke, kembali ke si supir. Supir ini meskipun rada bongsor, suaranya bagus dan terdengar sangat ramah. Saya yakin bukan cuma saya penumpangnya yang senang mengobrol dengan dia.
Dia juga tidak akan mengajak Anda ngobrol kalau Anda lagi tidak pengen. Alih-alih dia memutar Monokrom Tulus atau Payung Teduh. Seleranya boleh juga.
Ah, si supir angkutan online, kapan ya boleh nebeng lagi sama kamu?
Saya suka mobilmu. Selera musikmu. Suaramu. Dan kamu.
Supir ini tinggi dan tampan, pakaiannya selalu rapih meski dia agaknya hobi bersendal jepit saja ke mana-mana. Tapi masih keren.
Mobil yang ia bawa warnanya putih dan pintu kiri penumpangnya tidak pernah bisa rapat betul. Sepertinya pernah ada benturan keras terjadi pada mobil ini. Si supir cerita dia pernah kecelakaan parah pada saat perjalanan pulang daerah. Mobilnya rusak parah, tangannya juga sempat patah, habis itu bisnisnya bangkrut pula. Karena itulah dia sekarang jadi supir.
Mobil supir ini wangi. Aromanya paduan vanilla dan karamel. Memperkenalkan kelas tertentu. Bukan aroma jeruk menyengat yang bikin ingat tikungan jalan ke Bone.
Meski pilihannya untuk kursi jok masih kurang saya sukai. Merah hitam? Siapa yang AC Milan? Biru hitam dong.
Oke, kembali ke si supir. Supir ini meskipun rada bongsor, suaranya bagus dan terdengar sangat ramah. Saya yakin bukan cuma saya penumpangnya yang senang mengobrol dengan dia.
Dia juga tidak akan mengajak Anda ngobrol kalau Anda lagi tidak pengen. Alih-alih dia memutar Monokrom Tulus atau Payung Teduh. Seleranya boleh juga.
Ah, si supir angkutan online, kapan ya boleh nebeng lagi sama kamu?
Saya suka mobilmu. Selera musikmu. Suaramu. Dan kamu.
Subscribe to:
Posts (Atom)