Baru-baru ini saya mengenal seorang supir angkutan berbasis aplikasi,
Supir ini tinggi dan tampan, pakaiannya selalu rapih meski dia agaknya hobi bersendal jepit saja ke mana-mana. Tapi masih keren.
Mobil yang ia bawa warnanya putih dan pintu kiri penumpangnya tidak pernah bisa rapat betul. Sepertinya pernah ada benturan keras terjadi pada mobil ini. Si supir cerita dia pernah kecelakaan parah pada saat perjalanan pulang daerah. Mobilnya rusak parah, tangannya juga sempat patah, habis itu bisnisnya bangkrut pula. Karena itulah dia sekarang jadi supir.
Mobil supir ini wangi. Aromanya paduan vanilla dan karamel. Memperkenalkan kelas tertentu. Bukan aroma jeruk menyengat yang bikin ingat tikungan jalan ke Bone.
Meski pilihannya untuk kursi jok masih kurang saya sukai. Merah hitam? Siapa yang AC Milan? Biru hitam dong.
Oke, kembali ke si supir. Supir ini meskipun rada bongsor, suaranya bagus dan terdengar sangat ramah. Saya yakin bukan cuma saya penumpangnya yang senang mengobrol dengan dia.
Dia juga tidak akan mengajak Anda ngobrol kalau Anda lagi tidak pengen. Alih-alih dia memutar Monokrom Tulus atau Payung Teduh. Seleranya boleh juga.
Ah, si supir angkutan online, kapan ya boleh nebeng lagi sama kamu?
Saya suka mobilmu. Selera musikmu. Suaramu. Dan kamu.