Pada hakikatnya, bahasa kita dan bahasa angin sama. Pun dengan bahasa cahaya, cermin, batu, gagak, sirius, dan badai. Di satu titik kita semua bertasbih padaNya. Sebagai ejawantah syukur kita. Dan kesyukuran asalnya dari tempat baik dan bermartabat, nama tempat itu: cinta. Itu adalah bahasa yang kita dan seluruh makhluk dunia pahami. Cinta pada pencipta.
Jika Sulaiman AlaihiSalam mampu berkomunikasi dengan semut, maka itu karena mereka menggunakan bahasa yang sama. Demikian juga sang terkasih Muhammad ShollallahuAlaihiwaSallam mampu membaca pertanda-pertanda alam, karena beliau dan alam berbicara dengan satu bahasa itu.
Tetapi jika makhluk dunia lainnya tunduk dan menyembahNya, manusia memiliki kecenderungan berbeda. Lalu suatu hari mereka tak ingat lagi untuk bertasbih, karena itu mereka tak pernah lagi bisa memahami bahasa dunia.
No comments:
Post a Comment