Rasanya titik itu hampir tiba, ketika saya akan pada akhirnya meng-Kenthar Budhojo-kan diri.
Siapa itu Kenthar Budhojo? Silahkan cari tahu sendiri. Jelasnya, ia pernah membagikan tulisan dengan kepsyen yang menyinggung harga diri saya. Meski tak lantas membuat saya marah. Dan akhirnya apa yang dikatakannya menjelma nyata di belakangan hari ini.
Dunia pendidikan yang tak idealis tak pernah cocok untuk prinsip yang coba dipegang kokoh.
Kita mempercayai tridharma selaku pahlawan yang akan menyelamatkan bangsa ini di masa akan datang. Tetapi hanya kita yang percaya. Kita tidak cukup. Kita orang di pinggiran yang coba menumpang mobil-mobil besar. Mobil-mobil yang sesungguhnya tangkinya bocor.
Tetapi lebih dari bensin yang hampir habis, kita yang mengulang-ulang akan datangnya tridharma tidak lama lagi mengganggu pendengaran supir. Tidak lama lagi, kita akan ditendang di tengah jalan.
Jadi. Sekali lagi. Tidak lama lagi.
Saturday, January 26, 2019
Friday, January 18, 2019
Kita mulai dari minus yah
Kami (saya dan suami) percaya bahwa satu-satunya jalan seseorang menjadi sejahtera, kemudian independen, adalah dengan wirausaha. Kami mencoba berkali-kali, gagal berkali-kali. Mungkin ada yang menertawai dan menjauh, memang sayup suara mereka terdengar. Kadang derai tawa itu mencoba membuat kami berhenti, menjadi pegawai saja.
Kamipun mencoba, hidup sebagai pegawai. Tetapi pikiran kami tak bisa dibendung, ide-ide usaha begitu mengalir seperti wirausaha adalah selalu menjadi tujuan akhir kami. Kami hanya merasa hidup dengan berwirausaha.
Mungkin obrolan politik yang sering bergema di depan televisi yang menjadikan kami begitu radikal dalam memahami keharusan setiap warga negara memberi sumbangsih dengan jadi wirausaha. Kegeraman melihat ketimpangan, ceramah-ceramah lima kali sepekan di ruang-tuang kelas di mana isu revolusi mental didedah, dididihkan.
Lalu karena terlalu sering mengulang hal yang sama, kami pun tak daoat hidup berbeda dengan apa yang kami sampaikan.
Hari ini kami memulai lagi. Semoga kamu yang membaca ini juga mau memulai.
***
Mengenang 189 menyalami FF penuh keakraban bisnis.
Kamipun mencoba, hidup sebagai pegawai. Tetapi pikiran kami tak bisa dibendung, ide-ide usaha begitu mengalir seperti wirausaha adalah selalu menjadi tujuan akhir kami. Kami hanya merasa hidup dengan berwirausaha.
Mungkin obrolan politik yang sering bergema di depan televisi yang menjadikan kami begitu radikal dalam memahami keharusan setiap warga negara memberi sumbangsih dengan jadi wirausaha. Kegeraman melihat ketimpangan, ceramah-ceramah lima kali sepekan di ruang-tuang kelas di mana isu revolusi mental didedah, dididihkan.
Lalu karena terlalu sering mengulang hal yang sama, kami pun tak daoat hidup berbeda dengan apa yang kami sampaikan.
Hari ini kami memulai lagi. Semoga kamu yang membaca ini juga mau memulai.
***
Mengenang 189 menyalami FF penuh keakraban bisnis.
Subscribe to:
Posts (Atom)