"Kita menutup acara Islamic Weekend ini dengan ucapan hamdalah"
Luar biasa haru yang saya rasakan, sampai perasaan saya membuncah, ingin menangis karena haru. Begitu saya angkat kepala, entah kenapa semua begitu biru, begitu damai. Akhirnya agenda dengan kami sebagai panitia die hard ini, usai sudah.
*
6 tahun silam, saya pernah memimpikan menyelenggara peskil, pesma, atau semacam kegiatan malam bina iman taqwa yang penuh dengan tausiyah. FKI mewujudkan mimpi saya. Tapi sungguh jauh dari apa yang saya bayangkan, ternyata peskil-pesma-mabit bukan hanya soal duduk mentausiyahi diri. Jauh lebih rumit dari itu. Kerumitannya sampai tak akan saya ceritakan ulang di sini, karena hanya akan membuat saya sedih.
Jelasnya saya belajar banyak dari kepanitiaan ini: mengenai prioritas dakwah, komitmen, kesabaran, kepercayaan, kemandirian dan keterasingan. Bagi saya yang terberat adalah yang terakhir. Agama Islam sejak lahirnya telah memiliki nama tengah "Jama'ah", itulah inti dari kehidupan Islam, kalau jama'ah ini tak ada, maka mungkin Islam telah sekarat. Ujian paling berat adalah saat jama'ah mulai tak rapi lagi. Ketika satu saudara kita meninggalkan shaf, sama halnya ketika sebuah tiang rumah panggung rubuh, shaf itu ompong, rumah itu pincang. Dan betapapun kita mencoba ikhlas, bekerja lillahi ta'ala, kita adalah makhluk sosial yang lemah. Merupakan keniscayaan kita merasa ada ruang yang tak terisi, ada energi positif yang pudar. Meski pada akhirnya begitulah Islam, kelak akan kembali dengan terasing, saat jama'ah pergi meninggalkannya sampai pada tahap ia tak lagi dikenali karena absennya jama'ah tersebut.
Saya menyadari bahwa kelak ujian akan lebih berat dari ini semua -ini cuma kepanitiaan biasa kok- semoga ujian semakin menguatkan dan bukannya malah melukai sampai cacat lalu lari.
Amiin ya robbal 'alaamiin...
No comments:
Post a Comment