Tulisan yang hampir-hampir absurd ini untukmu. Hari ini aku lelah naik turun tangga. Minum berbotol-botol minuman elektrolit. Menaut kening pada orang-orang yang senang dengan hidupnya yang menyusahkan orang lain. Aku pilih gila saja kalau begini.
Memperjuangkanmu seperti sedang mencari kunang-kunang yang kutemui kemarin petang. Kalau tidak mungkin, ya, akan butuh keajaiban. Kamu itu hanyalah simbol dari sebuah birokrasi, yang juga hanyalah simbol dari sebuah kesenggangan waktu sekelompok manusia yang gemar main kartu.
Kamu... Kamu... Aku jadi heran sendiri kenapa aku mau saja menuruti maumu. Apa aku juga akan jadi manusia pemain kartu? Soal itu, aku cuma bisa berlindung diri pada Yang Kuasa.
Asal kamu tahu, karena kamu, malam-malamku jadi galau. Aku sering bermimpi dunia kiamat. Aku sering bermimpi alien menginvasi rumah, dan aku terpaksa sembunyi di gorong bersempit-sempit dengan seorang teman masa lalu yang tak kusuka.
Mustahil ini! Pikiranku diatur sedemikian rupa, agar kamu pantas ada di sana. Meski lirih lain memberi stempel di jidat bahwa kamu tak sepantaran. Namun aku tak diberi pilihan, tak boleh gila, tak ada invasi alien. Jadi besok dan lusa, aku masih harus ketemu kamu.
Ah, hidupku... apa jadinya bila tanpa kamu? Aku mungkin duduk memangku kruistik warna cerah. Sekarang, aku jadi berpikir, selalu lebih baik karena kamu ada. Mungkin hidup seperti laut dan kamu ombaknya. Kalau tanpa kamu juga, apa artinya semua...
PS: ilham dari mata menyala pagi-pagi buta berpikir skripsi.
No comments:
Post a Comment