Sambil sayup saya mendengar aransemen Hans Zimmer untuk film Interstellar.
Membaca buku itu mengingatkan saya bahwa ada banyak orang yang sudah tiada, dan kita masih tetap dapat mengingat perasaan kita terhadap mereka.
Saya belum pernah bertemu Dg Maggading langsung, namun Aba selalu menceritakan tentang beliau, dan betapa Aba selalu hadir pada tiap ceramah atau khutbah beliau. Ketika saya membaca buku tersebut, semakin nyatalah bahwa Aba sesungguhnya telah menjelma cucu ideologis dari Kiai Fathul Muin, kendatipun Ummi merupakan cucu biologisnya.
Semangat Kiai Fathul Muin hidup dalam diri Aba, sebagai murid yang mengalami transformasi pikiran dari pemikiran Kiai Fathul Muin.
Orang yang telah pergi, ternyata masih hidup dalam diri-diri kita dalam bentuk ideologi yang kita yakini.
Dan saya belum menyebut tentang Rasulullah SAW. Apa yang Rasulullah telah hadirkan untuk kita ribuan tahun silam tetap kita jaga.
Namun sebenarnya, apakah yang membuat kita dapat mengadopsi pemikiran orang-orang yang telah pergi? Saya rasa jawabannya cukup jelas: cinta.
Karena itulah benar kata Dr Amelia Brand dalam film Interstellar ketika ia memiliki "perasaan" bahwa mereka harus bertolak ke Planet Edmund. Rasa cinta merupakan hal abstrak yang dapat melintasi berbagai dimensi, kita hidup di ruang tiga dimensi yang amat terbatas, tetapi kita dapat mencintai orang yang tidak kita lihat, kita dapat mencintai bahkan orang yang telah tiada. Peninggalannya tetap hidup di dalam diri kita.
Orang-orang baik telah berlalu, jasadnya telah berbaur dengan tanah, akan tetapi karena kita mencintai mereka, kebaikan mereka tetap kita pelihara, tetap kita teruskan sehingga kebaikan itu tetap hidup.
Pun, karena itu, kelak di dunia yang kekal, kita hanya berkumpul dengan orang yang kita cintai.
No comments:
Post a Comment