(Draft 12 Februari 2012)
When February arrived a while ago, it made me reminisce about gorgeous friendship I had with Benes. Ingatkah Bens, kita pernah punya persahabatan yang unik. Persahabatan itu bukan hanya tidak bisa dilupakan kita, tapi juga orang lain yang melihatnya. Meski kini sudah berjauhan, berkesibukan.
*
Juga tentang tema musik Februari yang mengingatkan saya pada kalian.
*
Saya selalu senang melihat serpihan debu semasa kecil dulu. Saat Ummi menyapu pagi hari dan saya memasang kaos kaki di depan pintu. Debu-debu emas itu berhamburan setiap kali Ummi mengayunkan sapu ijuknya. Pemandangan yang selalu membuat saya terpana, sampai Ummi meminta saya pindah.
Debu itu begitu bebas. Mereka terbang ke mana mereka dihempaskan, terkadang melawan, meski tak selalu berhasil.
Seorang pria Eropa memainkan piano klasik di tengah ruangan penuh debu emas. Ini video musik terbaik sepanjang zaman.
*
Mengenai debu, saya sedang membaca tulisan Paulo Coelho tentang anak penggembala -dan di mana hubungannya?. Ceritanya tentang pengembaraan seorang pemimpi. Ia bermimpi, dan dipanggil oleh takdirnya untuk memenuhi mimpi itu. Meski ia tahu perjalanannya tak akan mudah, ia mulai berkelana, melintasi padang pasir -lalu saya memikirkan debu-debu lagi. Sebenarnya buku itu adalah buku yang sangat penting, metafora yang ada di dalamnya adalah tentang hidup kita.
Bens, kita sedang menjalani kehidupan kita masing-masing. Memenuhi takdir kita yang sesungguhnya. Kita ini hebat, jika kita mau menjadi hebat. Saya berdoa segala kebaikan yang terbaik menurut Allah untuk takdir-takdir kita. Kebaikan yang membuat kita jadi baik, dan bermanfaat bagi banyak orang.
Uhibbukunna fillah.
No comments:
Post a Comment