Friday, October 29, 2021

Alasan untuk Bangun dan Tersenyum

Saya merasa bahwa kita dapat mengetahui bahwa kita benar-benar tidak dapat hidup tanpa sesuatu, setelah melalu proses yang berat. Ketika kita membutuhkan sesuatu, hati kita akan merasakan bahwa kita semakin, dan semakin berharap padanya. Perasaan yang semakin mendalam seiring waktu.

Begitulah setidaknya perasaan saya saat mempertimbangkan lamaran Ihsan Sandira. Ketika saya membayangkan tidak menerimanya, saya nelangsa. Untuk menghindari derita itu, akhirnya saya menyampaikan keputusan saya pasa orangtua saya, mereka senang. Lalu Nurul Insani pun senang, selaku yang menghubungkan kami berdua.

Kepada orang-orang yang dekat dengan saya, saya juga merasakan hal yang sama, khususnya pada anak-anak saya. Bagaimana saya menderita saat mereka sakit, bahkan kalaupun itu hanya demam ringan di malam hari. 

Namun menarik mengetahui bahwa saya merasakan perasaan itu lagi saat ini, bukan pada manusia, tetapi pada apa yang saya lakukan: pekerjaan saya sebagai pengajar.

Saya sangat menyukai mengajar, saya tidak bisa membayangkan hidup yang berbeda selain mengajar, menyampaikan hal yang benar, mentransformasi pemikiran satu dua orang mahasiswa.

Suami saya tahu betul. Suatu ketika saya siap untuk berhenti mengajar, bahkan telah mengundurkan diri kepada dekan, tetapi yang ada saya malah menangis sepanjang perjalanan pulang. Nelangsa berhari-hari. Akhirnya karena dekan menegosiasi ulang, saya kembali dengan senang hati.

Lalu tibalah saya pada hari ini, di mana saya mulai mengajar anak TK usia 3-6 tahun. Ternyata saya bukannya menyukainya, saya mencintai pekerjaan itu!

Ketika saya mengajar mahasiswa, mungkin saya dapat mentransformasi pikiran satu orang kalau beruntung. Tetapi dengan anak usia TK, semuanya sangat berbeda. Anak-anak itu seperti kertas putih dan mereka siap menerima apapun yang kita ajarkan pada mereka. Setelah dua bulan, kami dapat melihat hasilnya pada mereka, dan ini membuat saya semakin bersemangat hadir tiap hari di sana, mengobservasi mereka, memberitahu mereka hal yang benar. 

Seorang teman lama di Belanda memotivasi saya untuk menerima lebih banyak siswa, dan bukan hanya memotivasi, dia bahkan akan datang membantu saat hari penerimaan. 

Alhamdulillah. Terimakasih Allah, telah memberi saya visi untuk membuat saya bersemangat setiap hari, mungkin tidak besar, tetapi ini akan memberi arti untuk pendidikan.

Sunday, October 10, 2021

Mencintai orang yang telah pergi

Dua pertiga membaca buku tulisan Ustadz Syandri tentang Kiai Fathul Muin Dg Maggading, saudara dari kakek buyut saya, dan saya merasa harus menulis sesuatu mengenai hal ini. Mungkin bukan sepenuhnya tentang buku itu, namun perasaan saya di saat membaca buku itu.

Sambil sayup saya mendengar aransemen Hans Zimmer untuk film Interstellar.

Membaca buku itu mengingatkan saya bahwa ada banyak orang yang sudah tiada, dan kita masih tetap dapat mengingat perasaan kita terhadap mereka.

Saya belum pernah bertemu Dg Maggading langsung, namun Aba selalu menceritakan tentang beliau, dan betapa Aba selalu hadir pada tiap ceramah atau khutbah beliau. Ketika saya membaca buku tersebut, semakin nyatalah bahwa Aba sesungguhnya telah menjelma cucu ideologis dari Kiai Fathul Muin, kendatipun Ummi merupakan cucu biologisnya.

Semangat Kiai Fathul Muin hidup dalam diri Aba, sebagai murid yang mengalami transformasi pikiran dari pemikiran Kiai Fathul Muin.

Orang yang telah pergi, ternyata masih hidup dalam diri-diri kita dalam bentuk ideologi yang kita yakini.

Dan saya belum menyebut tentang Rasulullah SAW. Apa yang Rasulullah telah hadirkan untuk kita ribuan tahun silam tetap kita jaga.

Namun sebenarnya, apakah yang membuat kita dapat mengadopsi pemikiran orang-orang yang telah pergi? Saya rasa jawabannya cukup jelas: cinta.

Karena itulah benar kata Dr Amelia Brand dalam film Interstellar ketika ia memiliki "perasaan" bahwa mereka harus bertolak ke Planet Edmund. Rasa cinta merupakan hal abstrak yang dapat melintasi berbagai dimensi, kita hidup di ruang tiga dimensi yang amat terbatas, tetapi kita dapat mencintai orang yang tidak kita lihat, kita dapat mencintai bahkan orang yang telah tiada. Peninggalannya tetap hidup di dalam diri kita.

Orang-orang baik telah berlalu, jasadnya telah berbaur dengan tanah, akan tetapi karena kita mencintai mereka, kebaikan mereka tetap kita pelihara, tetap kita teruskan sehingga kebaikan itu tetap hidup.

Pun, karena itu, kelak di dunia yang kekal, kita hanya berkumpul dengan orang yang kita cintai.