Wednesday, December 29, 2010

Ngapain di Jogja?

"Ambil apa di Jogja?"
Ambil nafas hendak menjawab.
"Riset."
Bukan saya yang jawab.
***
"Mauki apa di Jogja?"
"Mau ke perpus UGM."
Lagi-lagi mulut saya masih tertutup.
***
"Kenapa cepat sekali pulang?"
"Demi saya tawwana."
Siapa yang ngomong barusan?
***
"Apa tabikin di Jogja?"
"Fotokopi." ujar saya cepat, sebelum diwakili menjawab lagi.
"Dan liburan!"
23-27 Desember 10, di kota tua.
Saat menemukan pintu dan sebuah kunci.

Monday, December 20, 2010

Ekspor Pahlawan Devisa

Endorsement: Tulisan ini saya kirim ke Tribun, dan tidak dimuat. Daripada saya meratapi nasib, lebih baik saya membagi gagasan pada pembaca blog ini yang rada-rada abstrak.

Ekspor Pahlawan Devisa
Siapa yang tidak tergiur kerja di luar negeri: persyaratan tidak rumit, pendidikan tidak perlu tinggi, kemampuan umum, tempat tinggal dijamin, gaji setara dengan pegawai negeri sipil, bisa jalan-jalan pula. Ini belum termasuk kesempatan haji kalau diterima kerja di Arab Saudi. Sementara haji bisa dikatakan telah menjadi semacam tujuan utama bagi mayoritas umat Islam di Indonesia.

Dipandang dari segi manapun, bagi masyarakat Indonesia yang awam, tentu saja kerja sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) itu menguntungkan. Apalagi lapangan kerja di Indonesia belum mewadahi mereka yang berpendidikan rendah. Indonesia telah membuka peluang kerja bagi masyarakat dengan pendaftaran CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), namun pendaftaran CPNS sendiri meliputi berbagai kebutuhan yang sukar. Sebutlah pendidikan. Kenyataannya, di Indonesia masih ramai orang dengan taraf pendidikannya rendah (baca: lulus SD). Benar ada lapangan kerja untuk mereka yang berpendidikan rendah, namun gaji juga rendah. Untuk kehidupan sehari-hari saja sulit dengan gaji tersebut, bagaimana dengan masa depan? Sementara setiap manusia pasti mengharapkan masa depan yang lebih baik. Masa depan di mana bisa menikmati hidup dengan sejahtera.

Tidak heran jika ada tawaran kerja --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--sebagai TKI, maka masyarakat awam kita menyambutnya bagai peluang emas.

Banyak yang menuai sukses dengan bekerja di luar negeri. Beberapa warga di dusun Assarajangge, desa Baringeng, Libureng-Bone adalah sekelumit dari eks-TKI yang berhasil bekerja di Arab Saudi. Bangunan rumah mereka permanen dan mewah dibandingkan warga sekitar, mereka mulai beternak sapi dan memiliki sejumlah tanah untuk perkebunan, serta yang paling membuat iri masyarakat desa adalah label haji di depan nama mereka.

Di samping itu, TKI yang berada di negara lainnya seperti Hongkong, Jepang, dan Australia juga mendapat gaji yang tergolong besar. Pekerjaan seputar menjaga bayi dan pembantu rumah tangga tidak menghalangi para TKI bahkan untuk melanjutkan pendidikan.

Perlu menjadi catatan pula, selain individu TKI yang diuntungkan, negarapun terpercik manfaat ‘ekspor’ TKI. Tercatat pada tahun 2007, uang yang dikirim dari pekerja migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri ke Indonesia itu nilainya sebesar US$. 480 milyar. Jumlah ini tiga kali lipat lebih besar dari investasi langsung negara maju ke Indonesia. Dan ini merupakan devisa bagi negara Indonesia (www.bnp2tki.go.id). Tentu saja angka itu terus meningkat seiring populernya keuntungan pekerjaan ini di kelas SES menengah ke bawah. Sehingga wajar jika TKI diberi julukan ‘Pahlawan Devisa’. TKI --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--telah menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia.

Di balik bahagia selalu ada derita, mungkin idiom ini tepat bagi nasib TKI di luar negeri. Selain ada TKI yang untung, ada pula TKI yang buntung. Buntung yang dimaksudkan bukan merupakan konotasi, melainkan denotasi. Karena beberapa kasus menunjukkan TKI mengalami penganiayaan yang luar biasa dari para majikan mereka, khususnya TKI Arab Saudi.

Baru-baru ini masyarakat digemparkan lagi oleh pemberitaan media mengenai Sumiati, TKW Arab Saudi yang disiksa oleh majikannya. Ia pulang ke Indonesia karena tidak sanggup lagi meneruskan kerja di Arab Saudi dengan perlakuan buruk sang majikan. Luka-luka di wajah dan sekujur tubuhnya menunjukkan ia telah mengalami penyiksaan yang parah. Menakertrans, Muhaimin Iskandar, kembali dibuat pusing atas kasus ini. Kasus ini memang bukan yang pertama, bahkan sudah sering terdengar gaungnya, akan tetapi kasus serupa selalu saja berhasil menyinggung rasa kemanusiaan kita.

Kembali, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi diminta mengajukan nota kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) dengan Arab Saudi. Kembali, masyarakat berdemo meminta kasus Sumiati diusut sampai tuntas. Kembali, Menteri Tenaga Kerja diminta mengevaluasi pihak swasta yang menyalurkan TKI.

Indonesia seperti tidak pernah bosan mengulangi kesalahan yang sama.

Swasta: Penyalur Pahlawan
Perusahaan Swasta mencuat sebagai biang kerok. Ucap Muhaimin Iskandar, swasta-lah yang seharusnya bertanggung jawab atas perlindungan TKI, pemerintah hanya sebagai back-up.

Mulanya, swasta-lah yang maju untuk menyalurkan TKI, sejak pemerintah selalu gagal meneken nota kesepahaman dengan Arab Saudi. Perusahaan swasta yang melakukan perekrutan--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--, pelatihan, hingga penempatan bagi warga Indonesia yang menjadi TKI. Pemerintah berperan sebatas pemberi izin operasi bagi perusahaan swasta.

Mengenai adanya kasus penganiayaan di lokasi, tentu bukan merupakan niatan perusahaan swasta. Tetapi tetap saja, swasta yang disalahkan. Ini ironi dengan fakta, bahwa yang berjasa atas penyaluran pahlawan devisa negara adalah pihak swasta sendiri. Pemerintah pasti menyadari fakta ini.

Tentu berat bagi negara untuk membatasi penyaluran TKI, sekalipun tren kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap TKI diakui meningkat, karena lagi-lagi TKI adalah pahlawan devisa kita.

Isu Lain
Bukan hanya isu kurangnya lapangan kerja yang menjadi latar belakang tingginya ekspor pahlawan devisa alias TKI. Ada isu lain yang bisa diangkat dalam fenomena ini. Salah satunya dan paling krusial adalah isu pendidikan. Pendidikan masyarakat yang tidak tinggi menjadi kausal ekonomi masyarakat yang lemah. Demikian pula, ekonomi masyarakat yang lemah membuat pendidikan mereka tidak cukup tinggi.

Di negara manapun itu, rendahnya pendidikan tidak menjamin posisi seseorang. Sehingga di Indonesia, masyarakat membutuhkan metode tertentu untuk meraih posisi yang mereka inginkan. Salah satu metode yang paling menggiurkan, dengan runut alasan yang telah disebutkan di atas, adalah dengan menjadi buruh migran alias Tenaga Kerja Indonesia.

Pemerintah harus menyadari pentingnya pendidikan bagi masyarakat, untuk menjadi negara yang lebih bermartabat. Langkah yang ditempuh dapat dimulai dari penyadaran kepada masyarakat tentang urgensi pendidikan. Karena --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--betapapun pendidikan telah disubsidi negara, jika masyarakat belum tiba pada kesadaran urgensi pendidikan, subsidi tersebut tidak akan maksimal pemanfaatannya.

Jangan sampai, pemerintah larut dalam angka-angka tingginya devisa dan menikmati ekspor pahlawan devisa. Kita tentu tidak mau mahsyur dengan julukan negara penyalur TKI, karena jika TKI kita masih saja membludak, itu bisa mengindikasikan banyak hal, yang antara lain adalah: kebodohan.

Maros, 9 Desember 2010

Rating, Kiblat Buta Televisi Pendidikan Indonesia

Endorsement: Opini ini dimuat di Harian Tribun Timur pada November 6th 2010 lalu. Tapi tidak akan pernah diterbitkan via Tribun Timur online. Opini inilah yang membuat saya sengsara, berantem sama Pak Aswar, hampir dapat E (yang kalau saya dapat E, ini yang pertama, lebih baik saya berhenti kuliah, jadi tukang becak saja), disindir sana-sini sama dosen. Betul-betul opini yang tidak membanggakan.
Namun, semua kesulitan yang ditimbulkan opini ini telah berlalu, jadi saya berani menampilkannya di blog ini.

Rating, Kiblat Buta Televisi Pendidikan Indonesia

Rating, (Katanya) Jaminan Ekonomi
23 Januari 1991 tentu menjadi tanggal yang bersejarah bagi industri pertelevisian Indonesia. Pada tanggal tersebutlah, stasiun televisi swasta mengudara secara nasional untuk pertama kalinya. Stasiun televisi tersebut adalah TPI. Berbekal surat izin dari Departemen Penerangan, TPI mengudara secara resmi dengan pola empat jam setiap hari.

Kita mungkin masih bisa mengingat, sekalipun tidak cukup jelas, program-program yang disiarkan TPI pada awal-awal berdirinya. Pada masa siaran perdana tersebut, sesuai misinya TPI –Televisi Pendidikan Indonesia, hanya menayangkan siaran edukatif yang ditargetkan kepada siswa Sekolah Menengah. Salah satunya dengan bekerjasama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyiarkan materi pelajaran pendidikan menengah. Karena animo masyarakat yang cukup tinggi, sejak 1 Juni 1991, durasi siaran TPI meningkat menjadi 6,5 jam. Lalu menjelang akhir 1991 ditingkatkan lagi menjadi 8 jam.

Sistem penyiaran TPI pada tahun 1991 sampai tahun 1997, adalah berbagi saluran dengan televisi nasional TVRI. Setelah berpisah saluran dengan TVRI, TPI mulai lebih banyak menayangkan program-program yang menghibur. Tentu saja program ini diharapkan bisa menggaet penonton, untuk meningkatkan rating, yang kemudian mendatangkan pengiklan. Dengan demikian, ekonomi perusahaan dapat terjamin, sedikitnya sampai BEP (Break Even Point). Untuk dapat ‘bertahan hidup’ dalam persaingan pertelevisian, TPI memang harus melakukan hal--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article-- tersebut.

Hal di atas bisa dikaitkan dengan liberalisasi industri pertelevisian Indonesia pasca Reformasi. Kebebasan adalah acuan. Termasuk kebebasan dalam persaingan. Persaingan penggaetan penonton menjadi demikian ketatnya. Pengiklan hanya melirik stasiun dengan penonton terbanyak. Inilah yang disebut dengan sistem rating, yaitu tolak ukur kuantitatif pemirsa, yang menjadi kiblat para pelaku industri televisi.

Gejala yang muncul sejak stasiun televisi swasta pertama ini menayangkan tayangan hiburan, adalah kecenderungan tujuan entertainment lebih mendominasi daripada tujuan information, bahkan education mulai terlupakan. TPI seakan lebih fokus pada program-program hiburan, seperti program musik, dan opera sabun. Tentu saja hal ini ironi dengan nama tengah stasiun tv ini: pendidikan.

Walhasil, rating TPI meningkat sejak saat itu. Minat masyarakat pada program hiburan memang lebih besar daripada minat pada program berbau pendidikan. Berdasarkan survey AC Nielsen, di tengah persaingan industri pertelevisian yang semakin ketat, TPI berhasil mencapai posisi pertama dengan 16,6% audience share pada April 2005. Yang menjadi --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--pertanyaan kemudian, jika rating adalah kiblat, mengapa terjadi kemunduran ekonomi dalam perusahaan televisi ini?

Rebrand
Pada pertengahan 2010, terjadi pertentangan antara Siti Hardiyanti Rukmana, atau Mbak Tutut, dengan Hary Tanoesudibyo atas kepemilikan saham PT Cipta Citra Televisi Pendikan Indonesia (TPI). Hary Tanoesoedibjo selaku CEO MNC, bersikukuh sebagai penguasa mayoritas saham TPI dengan total saham sebesar 75 persen. Sementara di waktu yang sama Tutut juga mengklaim dirinyalah sebagai pemilik sah saham mayoritas sebagaimana diakui negara lewat akta Kementerian Hukum dan HAM.

Alih-alih berputar dalam perseteruan, Hary Tanoesudibyo selangkah lebih maju, ia tiba pada keputusan untuk --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--rebranding TPI menjadi MNCTV, bukan hanya membentuk brand image seperti yang selama ini dilakukan TPI. Pada tanggal 21 Oktober 2010, resmilah TPI berganti nama menjadi MNCTV. Dalih MNC, rebranding ini dilakukan demi tujuan komersil.

Dari peristiwa ini, lagi-lagi kita bisa menemukan sebuah ironi. Kalaupun benar bahwa TPI tak lagi menyajikan tayangan pendidikan, mengapa Hary Tanoesudibyo bukannya mengganti –atau mengembalikan, image pendidikan saja? Malah mengganti nama stasiun. Kenapa mengganti nama TPI menjadi sangat krusial bagi pemilik saham? Apakah benar bahwa embel-embel pendidikan tidak lagi komersil?

Publik, Rating dan Kondisi Negara
Dalam manajemen media dari perspektif ekonomi, sebuah stasiun sangat dipengaruhi oleh kepemilikan, pengiklan, dan aspirasi publik. Kepemilikan berkaitan dengan pemilik modal, tentu saja tanpa pemilik modal atau pemegang saham, sebuah stasiun tidak akan lahir. Tetapi pemilik modal ini tidak hanya berhenti pada memberikan modal saja, ia menuntut feedback yakni iklan. Iklan sangat dibutuhkan sebuah stasiun demi masa depan bisnis. Ada atau tidak adanya pemasangan iklan sangat bergantung pada aspirasi publik. Dengan kata lain, bangkit tidaknya sebuah usaha media sangat bergantung pada khalayak (Sumber: Kuliah).

Rating TPI yang tinggi merefleksikan siapakah khalayak di Indonesia. Dan apakah yang diminati oleh khalayak ini. Kita bisa melihat tayangan-tayangan --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--TPI yang menawarkan hal-hal mistis, utopis, klenik, serta tayangan (maaf) remeh-temeh lainnya. TPI sebagai media yang pernah berjaya dengan nama tengahnya ‘pendidikan’, malah berbalik membodohi masyarakat dengan menyiarkan program-program yang melemahkan daya juang mereka dalam kehidupan. Sebutlah opera sabun yang menceritakan keinginan seseorang bisa terpenuhi dengan bantuan mistis berupa lampu ajaib, atau naga yang tiba-tiba lewat entah dari mana asalnya.Tayangan seperti ini memberikan reinforcement pada masyarakat untuk terus bermimpi, berharap pada sesuatu yang tidak realistis.

Jika kondisi masyarakat kita terus seperti ini, dan rating masih tinggi juga, media haruslah mengambil peran untuk mengagenda settingkan masyarakat. Karena pada dasarnya media punya kekuatan luar biasa untuk membangun suatu bangsa dan memberikan arah ke mana mereka harus melangkah. Pers dapat memberikan semangat, mendukung perubahan, dan memobilisasi masyarakat untuk suatu tujuan (Mulyana, 2008).

Dapat disimpulkan, untuk mengimbangi kepemilikan, pengiklan, dan publik –yang sangat mempengaruhi manajemen media, media harus dikuatkan dengan kompetensi (pendidikan expertising dan skill), profesionalisme (kode etik), serta idealisme media –komitmen yang melahirkan integritas.

Bukan zamannya lagi media masih dikendalikan oleh khalayak. Kita berharap, MNCTV bisa menyadari realitas ini dan tidak lagi meninabobokan masyarakat. Jika rating tinggi tidak l--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--agi menjamin masa depan bisnis sebuah stasiun, mari berharap pada idealisme. Bukankah dari niat yang baik akan diikuti oleh kebaikan?[]
Maros, 11110

Analisis Framing Berita Media Indonesia: Menaker Kelimpungan

ANALISIS FRAMING ISU PELANGGARAN HAM TKI DI ARAB SAUDI
PADA KORAN MEDIA INDONESIA

FRAME MEDIA INDONESIA: TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Koran Media Indonesia menurunkan laporan mengenai kekerasan yang dialami Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi pada edisi Selasa, 23 November 2010. Laporan itu berada pada halaman depan, menjadi kepala berita pada edisi terkait dengan judul “Menaker Kelimpungan”. Berikut analisis mengenai bingkai Media Indonesia beserta kecenderungannya.

Kategorisasi: Pemerintah-Swasta. Fenomena kekerasan terhadap TKI yang akhir November lalu kembali mencuat di pemberitaan media, dibingkai Media Indonesia dengan sub-framing tanggung jawab pemerintah. Ini bisa dilihat dari judul headline Media Indonesia “Menaker Kelimpungan”. Kata ‘kelimpungan’ bisa mewakili maksud Media Indonesia bahwa seseorang berada dalam situasi yang sulit, namun tetap mengerahkan pikiran dan tenaganya untuk penyelesaian suatu masalah. Judul ini menggambarkan daya dan upaya yang diperbuat oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, untuk mengatasi kasus pelanggaran HAM terhadap TKI.

Laporan Media Indonesia dibuka dengan kalimat: “Nasib tenaga kerja Indonesia, khususnya yang bekerja di Arab Saudi, masih suram.” Klausa ‘Nasib TKI Masih Suram’ menggambarkan saratnya penderitaan yang dialami TKI, pernah dan sementara berlangsung. Hal ini tentu terkait dengan isu kekerasan terhadap TKI di Arab Saudi. Negara yang ungkap Media Indonesia, tak pernah mencapai MoU (Memorandum of Understanding) dengan negara manapun. Tidak adanya MoU perlindungan TKI menjadi pembelaan Media Indonesia terhadap pemerintah, bahwa tidak ada dasar legitimasi yang bisa membuat pemerintah bertanggung jawab atas keselamatan TKI.

Gagalnya nota kesepahaman antarnegara tersebut melatarbelakangi majunya perusahaan swasta untuk menyalurkan --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--TKI ke Arab Saudi, tulis Media Indonesia dalam laporannya. Namun demikian, setelah proses penempatan, swasta lepas tanggung jawab atas TKI. Ketika kekerasan terjadi pada TKI, pemerintah-lah yang ‘kelimpungan’.

Pemerintah dilabeli Media Indonesia dengan julukan “ujung tombak”, yang mengarah pada asumsi bahwa pemerintah merupakan satu-satunya harapan atas penyelesaian masalah ini. Sementara itu pihak swasta penyalur TKI, dalam laporan Media Indonesia, dituding sebagai sumber masalah dengan mengutip Muhaimin Iskandar yang menjuluki swasta sebagai “biang kerok”, lepas tanggung jawab atas perlindungan TKI.

“Alih-alih membuat jurus jitu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar malah menunding pihak swasta yang menjadi biang kerok munculnya kasus kekerasan yang mendera TKI.”
Melalui label “biang kerok”, Muhaimin mengajak masyarakat untuk memusuhi perusahaan swasta penyalur TKI. Swasta harus diberi sanksi bahkan disingkirkan, berikut laporan Media Indonesia dengan mengutip Muhaimin Iskandar.

“Ia menilai kinerja swasta penyalur TKI di Indonesia sangat buruk. Sejak rekrutmen, pelatihan, hingga penempatan kerap menyalahi prosedur yang ditetapkan kementeriannya. Karena itu, pihaknya akan menjatuhkan sanksi bagi swasta yang tetap membandel mulai dari pemberhentian operasi sementara hingga pencabutan izin”

Dari kategorisasi ini, terlihat pernyataan Media Indonesia melalui Muhaimin Iskandar yang mengisyaratkan pihak swasta penyalur TKI sebagai musuh bersama. Swasta bersalah atas kasus demi kasus penyiksaan sampai pembunuhan TKI. Yang seharusnya bertanggung jawab adalah swasta, sementara pemerintah hanyalah sebagai back up. Kata back up merupakan penekanan bahwa sejak awal, pemerintah bukanlah pihak yang bertanggung jawab. Penempatan dan perlindungan merupakan tanggung jawab pihak swasta.

Selain itu, untuk mendukung pandangannya bahwa pemerintah telah berdaya upaya untuk menanggulangi kasus kekerasan ini, Media Indonesia memaparkan tabel bertajuk “Reaksi Pemerintah Atasi TKI” yang mencakup enam poin: 1) Membentuk Tim Khusus di Bawah Kementerian Luar Negeri 2) Membentuk Tim Gabungan 3) Membentuk Tim Advokasi 4) Presiden mengusulkan pemberian ponsel kepada para TKI 5) Draf MoU Menakertrans.

Pelengkap pandangan Media Indonesia adalah foto yang terdapat di bawah judul kepala berita. Foto tersebut menggambarkan sejumlah demonstran yang menggantung kertas di leher mereka bertuliskan: “Adili Penyiksa TKI”, --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--“Tindak Tegas Pelanggar HAM TKI”, dan lain-lain. Di depan para demonstran tersebut terlihat keranda mayat yang ditutup kain hitam dan ditaburi bunga. Foto tersebut diberi judul: TUNTUT KETEGASAN PEMERINTAH, dengan keterangan:
Massa yang tergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia berunjuk rasa di Jakarta, kemarin. Pengunjuk rasa mendesak pemerintah menghentikan sementara pengiriman TKI ke negara-negara Arab hingga mereka menjamin keselamatan jiwa para TKI.

Foto tersebut berbicara mengenai pandangan masyarakat, dalam hal ini Serikat Buruh Migran Indonesia, bahwa pemerintah merupakah tokoh utama dalam fenomena ini. Pihak yang harus bertindak dan bertanggung jawab atas apa yang menimpa TKI di Arab Saudi. Hal ini berlawanan dengan pandangan Media Indonesia melalui Muhaimin Iskandar, bahwa swasta-lah yang harus dituding, disalahkan.

Dengan demikian, laporan Media Indonesia menjadi jawaban atas foto tersebut. Pemerintah, dari pandangan Media Indonesia, telah reaktif mengatasi kasus pelanggaran HAM ini. Di lain pihak Media Indonesia menegaskan pada demonstran bahwa pihak --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--bertanggung jawab atas kasus ini semestinya adalah swasta semata. Pemerintah yang mulanya sebagai ‘back up’ malah berbalik menjadi pihak yang menangani kasus ini.

Namun, tidak ada penjelasan yang didapatkan Media Indonesia dari pihak swasta yang dilabeli ‘biang kerok’. Media Indonesia menyingkirkan fakta bahwa swasta telah menyalurkan TKI, dan TKI telah menjadi sumber devisa terbesar Indonesia. Fokus laporan adalah pada swasta yang lepas tanggung jawab, dan hadirnya pemerintah sebagai penengah.

Motif di balik berita atau laporan Media Indonesia ini bisa jadi merupakan upaya preventif kepada masyarakat agar tidak lagi mempercayai swasta sebagai penyalur TKI. Lebih jauh dari sekedar tuntutan untuk mengatasi pelanggaran HAM. Dibutuhkan langkah pencegahan sehingga masyarakat tidak terperdaya tawaran bekerja di luar negeri. Oleh karena itulah Media
Indonesia menggunakan label “biang kerok” pada swasta. Inilah sisi pemberitaan yang berusaha ditonjolkan oleh Media Indonesia.

*analisis ini menggunakan model Murray Edelman. Buat yang belum tau
**dengan pedenya saya memposting analisis framing ini, yang ancur-ancuran dan belum direvisi lagi sama kak asdos.

Sunday, December 12, 2010

Beautiful Series & Movies

To prevent my self from getting overly stressed out, i watched some wonderful movies and series, which i recommend to you guys. Worth your time!
This series produced by BBC, another adaptation of Jane Austen's Emma. It's the most beautiful adaptation out of the four. I was addicted to Ginny's Market dance.
I just have the copy of the movie, and i love the movie, as i love my book (that i've lost). I think it will be cool if i have a night fury in my lawn.
Another great work of Dreamworks. When movies all talk about heroes, Despicable Me come out with villains. Love it. Agnes and the minimons are too cute to be true :)
Daisy (romanization). Beautiful movie. Bring tears and pains. :'(
*did I say beautiful movies and series? And all I introduced to you was cartoon? So sorry, I've got a different terminology for this :P

pictures from various source

Wednesday, December 1, 2010

Dear One

Dear one, who-couldn't-be-addressed
Recently she contemplates about how you might feel about her, of how she behaves to your proposal. She hopes you weren't disappointed, or hated her then. An odd imagination comes to her mind, that you will somehow despair about her decision, and it's the last situation she prays to be happened to you.
She, herself, going through bitter regrets of all this. You wouldn't have any idea of miseries she committed after she made up her mind. Such a pain to refuse you, indeed, a faithful, intelligent, respectable and noble man like you. For you've been, and you will always be a superior man that she wishes for. A man that she shall not do any consideration when it's coming to ask her hand. At a right place and time.
And there you were. Stood and saw her so suddenly. But how come she can't feel the serenity, the sufficiency? She feels doubt thousand times. She feels anxious about her life matter.
Later, she started to understand, you appear when she has no need for your appearing.
So, she tells you secrets: she newly fond of her occupation. Right now, the very moment when she almost finished her own endeavor. She always have picture in her head about the ideals, how things ought to be. You should not present at this time, it's the ideal.
Please don't think too lowly of her. She regrets that you come not at the good time.
And she's sorry. Uncommonly sorry for the refusal.
Dear one, she wishes you a very happiness in your life.

Don't Blame The Window

Lately, we make a big fuss, such annoying noise about framing analysis. Which is right: the perspective of positivist, or constructivist. We wonder why was reality treated as bricks. We question about interest, politic and economy. We mind the conspiracy.
--------And I must say: whatever it might be, I won't mind being framed, indeed.
Look, if this a house that we live in, a 'frame' should be the window (says Riza Darma Putra Quoting Tuchman) . When you beheld the outside (realities), you must find limitation, at how the window serve it for you. Is the window too small, is it too wide? Is the window clean enough, is it dusty?
Accept the circumstances of the window. As a matter fact, the only way left to us that we could monitor the outside is: approach the window, and see what behind it. If only you could be ignorant about the weather, then don't even open the curtain. And if only you want to be comprehensive about understanding the outside, then have a walk to another window, have another sight of the outside.
Don't blame the window for its condition.

Wednesday, November 17, 2010

Mein Armband


So, my life long bracelet's broken. Gelang yang punya banyak sejarah itu telah patah. Sungguh menyedihkan. Orang yang mengenal saya dengan baik, pasti tahu arti gelang itu bagi saya. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Sudah patah.

Monday, November 15, 2010

What to do?

어떻게?

I still load my next chair with books and bag.
I still fill my wallet with photos.
I still put my clothes all over my cupboard.
I still sit on the driver seat.

Ottohke naege olkayo?
Onje mannalkkayo?
Naega dul su opsdamyeon ijjog-eulo nam-a isseumnida.
Nan uri hoeuireul jiyeonhaeseo mianeyo.
Nan bogoshippho.

Saturday, November 13, 2010

Nilai-nilai Islam dalam The Secret


The Secret susunan Rhonda Bryne. Kalian pasti familiar dengan buku ini. Bagaimana tidak, sampai sekarang buku ini masih betah saja di etalase buku terpopuler TB Gramedia manapun. Dulunya, karena anti-kejamakan, saya menunda membaca buku ini. Nanti sajalah, kalau buku ini sudah tidak populer lagi. Tapi, penanti-nantian saya agaknya tidak berujung. Buku ini masih saja populer, buku sepanjang masa. Apa yang sebenarnya begitu menarik dari buku ini?

Saya mulai membaca The Secret sejak minggu lalu, kesulitan menyelesaikannya karena usikan-usikan Gerakan 30 September. Alhamdulillah, di Sabtu yang indah ini saya menuntaskan The Secret.

Rahasia terbesar di dunia ini adalah hukum tarik-menarik. Kita menarik apa yang kita pikirkan ke dalam diri kita. Kata penulis-penulis dalam The Secret, alam semesta bagai jin, jika kita memikirkan sesuatu, kita telah memintanya, dan alam semesta akan mewujudkannya. Operasionalisasi hukum tarik menarik seperti ketika kita memikirkan bahwa kita akan gagal dalam suatu hal, kita menarik semua hal yang memungkinkan kita gagal, dan pada akhirnya kitapun gagal seperti yang kita 'minta' pada semesta. Hal ini adalah refleksi hadits qudsi: Aku adalah apa yang hamba-Ku sangkakan (HR Bukhari). Jika kita berpikir (baca: meminta) dan kita meyakini pikiran (baca:permintaan), kita akan mendapatkan apa yang kita pikirkan itu.

"In ahsantum, ahsantum li anfusikum, wa in asa'tum falahaa" (QS 17:7) saya yakin, kata 'ahsantum' di sini bukan hanya dimaknai sebagai 'perbuatan baik' tetapi juga 'pemikiran baik/positif'. Berpikir positif akan menarik semua hal positif pada diri kita, demikian pula sebaliknya. Kalau kita memiliki visi akan sesuatu, pikirkanlah hal itu terus menerus, jangan memiliki keraguan (baca: asa'). Dan semua visi kita akan terwujud, yakini itu. Alam semesta ini begitu kuasa dan melimpah untuk memberi kita, karena penciptanya adalah Yang Maha Kuasa dan Maha Kaya. Dari konteks inipun kita diajak untuk terus mempercayai asma dan sifat Allah, salah satu bagian dari tauhid (tauhid asma wa sifah), bahwa Allah Maha Kaya, Allah pencipta semesta akan memberi kita apapun. APAPUN.

Misalnya, jika kita memiliki visi tentang kekayaan. Keluarlah dari pikiran-pikiran mengenai keterbatasan. Hal-hal mengenai 'ketidakcukupan' adalah kebohongan yang luar biasa besar. Kita harus meyakini kelimpahan. Hanya kelimpahan. Dengan demikian kita akan dilimpahi kelimpahan. Salah satu metode untuk menarik kelimpahan kepada diri kita, adalah dengan memberi sebanyak-banyaknya. Berpura-puralah menjadi orang kaya untuk semakin menguatkan keyakinan pada visi kita, maka alam semesta akan mewujudkannya. Inilah kandungan hadits: Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan kecuali bertambah (HR. Tirmidzi). Nyatalah janji Allah.

Nilai keislaman lain pada The Secret adalah pada bagian kesyukuran. Untuk menghimpun semua hal postif adalah dengan bersyukur terlebih dahulu. Jika kita terus dibayangi ketidaksyukuran, mustahil bagi kita menarik energi positif. Prinsip utama hukum tarik-menarik adalah kemiripan menarik kemiripan. Ketidaksyukuran akan menarik semakin banyak hal serupa. Syukuri diri kita dengan mulai mencintai diri kita sendiri, dan kitapun akan mulai mencintai dan bersyukur atas orang lain.

Dalam The Secret diperkenalkan konsep "Papan Tulis Kehidupan", bahwa kita menulis kehidupan kita sesuai yang kita pikirkan. Kitalah yang menentukan apa jadinya diri kita. Kita mungkin bertanya, lalu bagaimana dengan takdir? Saya ingin mengulang pernyataan Ustad dalam kajian jumat pagi 'Minhajul Muslim':

"Tahukah kita takdir yang telah dituliskan oleh Allah di lauh mahfuz?"

Jawabannya, tidak ada satupun dari kita yang tahu. Kita berpikir tentang hidup kita, dengan demikian kita menuliskan hidup kita.

Begitu banyak nilai-nilai keislaman dalam The Secret. Dan di sinilah saya semakin menyadari dan meyakini kebenaran Islam. Islam telah mengajarkan kita semua itu jauh sebelum seseorang menyusun teori tarik-menarik.

PS:Izinkan saya untuk menceritakan salah satu operasionalisasi hukum tarik-menarik yang baru saja terjadi. Jadi, Pak Aswar Hasan meminta kami untuk membuat artikel mengenai salah satu mata kuliah sebagai pengganti midsemster. Saat saya menyusun artikel itu, pikir saya, saya akan mengirimnya ke Tribun Timur, dan saya yakin tulisan ini akan dimuat. Sudah setahunan lebih sejak artikel pertama saya dimuat di Tribun Timur (September 2009), tulisan-tulisan saya sebelumnya tidak pernah dimuat lagi. Tapi saya memiliki keyakinan pada tulisan saya yang satu ini. Dan tahukah kawan, hukum tarik-menarik mendeklarasikan eksistensinya pada saya: tulisan saya dimuat pada Sabtu 6 November. Sekarang giliran kalian membuktikan rahasia!

Saturday, October 30, 2010

Good Boy, Good Boy!

Ini masih tentang sepasang ponaan saya yang lucu-lucu. (Harap maklum saja kalo saya sering cerita soal mereka, mereka adalah pereda stress saya.)
Kamu mungkin familiar dengan ucapan: "Good boy, good boy." lazimnya sih ucapan ini keluar dari seorang pemilik anjing yang anjingnya tuh kepinteran. Tapi bagaimana mungkin ucapan itu keluar dari kakak ke adiknya? Ya, mungkin saja kalo itu ponaan saya.
Saya lagi buat roti maryam, saat Fafa berobsesi memasukkan selop neneknya ke adonan saya. Umminya sudah beberapa kali mengembalikan selop itu ke tempatnya, tapi selalu saja berhasil dibawa lagi sama si Fafa -ini saya ga ngerti, umminya yang oon apa Fafa yang kepinteran. Hal ini membuat si Ummi nyeletuk: "Fafa toh, biar sudah dilempar, dia ambil lagi... kayak....," tapi karena dia ngelihat kakaknya si Fafa, Umair, perkataannya ga disambung.
"Kayak anjing Fafa, Ummi!" bukan sulap bukan sihir emang bandel, Umair yang lanjut. "Iya toh Mi?" Umair melempar sandal itu lagi. Dan Fafa mengikuti ke mana sandal itu melayang, mengambilnya, dan mengembalikannya ke Umair.
"Good boy, good boy!" itulah kata Umair.
Saya dan Umminya ini dua bocah cuma bisa geleng-geleng sambil ketawa.

Thursday, October 28, 2010

Marit Larsen

Back when i was child -puh, seriously, how old am i?- i followed some band that captured my attention, such as: M2M, A1, BBmak, etc. I found that music nowaday has less fun than that old day -here it goes again. So, i browse them again. Download the mp3s. And i coincidentally meet my favorite Norwegian girlband: M2M.

So, how the life's goin for them?
After the break, they're now work on their own as a solo singer. Marion Raven tended to do rock. And Marit Larsen doing pop. What makes me excited is Marit Larsen. She always being my favorite one among the duo. And now, i like her even better with her new look and new album.
She has transformed from cute to cool girl. And i don't know how, her voice sounds much greater. Esp. when she performed her song "If a song could get me you." and "Don't save me." You should listen to them.

PS: My professor said, when someone talks too much about their past, it means he's old.

Thursday, October 21, 2010

Kabar Gembira bagi Orang Beriman

Berbahagialah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang mengikuti perintah dan menjauhi larangan Tuhannya. Orang-orang yang hidupnya berpedoman pada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Orang-orang yang merendahkan hati lewat rukuk dan sujudnya kepada Allah SWT.
Orang-orang yang hati dan lisannya basah oleh zikrullah. Orang-orang yang hatinya hanya bersandar kepada Allah SWT.
Orang-orang yang meneguhkan diri untuk mencintai Allah SWT. dan mencintai Rasulullah SAW lebih dari apapun di dunia ini.
Orang-orang yang setiap perbuatannya ikhlas karena Allah SWT, tak pernah memandang pendapat manusia, walau dicerca dan dihina.
Orang-orang yang meneguhkan hatinya pada keimanan kepada Allah SWT.
Orang-orang yang mensucikan diri dari kekotoran hati dari perbuatan sia-sia dan harta haram.
Orang-orang yang menyibukkan diri dengan lautan ilmu Allah SWT.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah. (QS. Al-Ahzab, 33-47)

Dikutip dari The Miracle

Sunday, October 17, 2010

Obrolan Orang (yang lagi) Stress

A: Kalo stress lw ngapain?
B: Kalo stress, gw biasanya nangis.
A: Lho?
B: Iya, nggak tau kenapa ya, kalo udah nangis, pasti masalah tuh jadi lebih ringan.
A: Air mata adalah bagian dari stress elw, kali. Jadi, kalo udah keluar, hilang pula stressnya.
B: Hm. Bener. Lw ngapain kalo stress?
A: Gw kalo stress biasanya makan (bagai dekralasi anak bangsa).
B: Kok?
A: Kalo makan tuh, gw bisa lupa sama masalah yang bikin stress kepala gw.
B: Bisa ya? Emang masalah lw biasanya paan?
A: Ya, masalahnya adalah nggak ada yang ngajak gw makan. Akhirnya, gw makan sendiri, daripada gw stress mikirin ajakan makan. Nah lho, mari makan, lw yang bayar!
B: Huhuuuu (udah deh, nangis)

Thursday, October 14, 2010

After I Got Lost, I Found You

You might don't know (and how in the world you would know), that i found you back after i got lost.
When i take my stroll on the crowded street, planning on get the groceries done.
Every single side of road seems similar. And i don't know which way to go.
So i drive, watching white lines passing bay~ (Quoting Bon Jovi, Lost Highway)
And my sister said to me: "Oh, no! We've lost!"
I said to her, "getting lost isn't that bad." (Quoting Yui, Life)
It was no bad at all. Because i finally found you back. Mine that ever gone.
(Lotte Mart, October 11)

Wednesday, October 13, 2010

Kerja. (Dengan Titik, Bukan Koma)

Kerja.


Ada yang bilang, tujuan kuliah, ya biar bisa dapat kerja bagus sesuai studi. (Yang bisa juga diterjemahkan begini: kalau sudah dapat kerja, ya ngapain kuliah?)
Dulu sih, masih beberapa bulan yang lalu, saat saya masih keracunan mimpi sekolah abroad semisal Ikal, saya berencana sekolah sampai gak sanggup lagi duduk di bangku sekolah. Profesor! Itu targetnya. Tapi beginilah, Allah SWT adalah sutradara -niru CIN(T)A dikit ya.
Mungkin dimulai dari menonton Alangkah Lucunya Negeri Ini. Saya nemu titik balik rencana masa depan. Bercita-citapun kita gak boleh egois. Lihatlah sekitar, dan bercita-citalah bukan hanya untuk dirimu sendiri. Akhirnya, saya memutuskan, jadi apapun saya kelak, pokoknya harus bermanfaat untuk orang lain.
Rasulullah kan pernah bersabda: "Sebaik-baik manusia, adalah yang PALING bermanfaat bagi sesamanya."
Hari itu saya berhenti memikirkan abroad, abroad, abroad. Lagipula bukan saya yang tahu, apa yang baik bagi diri saya, tapi (lagi-lagi, sekarang dan selamanya) itu ALLAH SWT.
Tepat saat saya menyerah, Allah menunjukkan skenario baru. Season hidup berikutnya dimulai.
Lalu di sinilah saya berakhir (atau bermula). Di kantor kawasan strategis yang memiliki budget tak sedikit. Perputaran ekonominya pun besar. Manfaatnya, sudah jangan ditanya. Sepertinya saya berada di tempat yang tepat. Di dunia kerja ini.
Allah mudahkanlah. Selalu, saya butuh pertolonganMu. Saya tak berani merinci petolongan macam apa yang saya butuhkan. Engkau paling tahu. Engkau MAHA TAHU.

Tuesday, October 12, 2010

A Line of Wish

Sebelum saya lupa, saya ingin meniru doa Indra Wijaya:
"Ya Allah, tolonglah saya... saya tidak tahu pertolongan macam apa yang saya butuhkan, yang saya tahu saya butuh pertolonganMu, Ya Allah."

Friday, October 1, 2010

Little Rascals

Here's one of my favorite episode. It's when Alfalfa sent a note to Darla via Buckwheat and Porky. But since Porky used it as a hanky, Buckwheat repeats what Alfalfa told him.

Sunday, September 26, 2010

Buku apa ini?

Suatu saat nanti, tak jelas kapan, namun pasti. Kita akan menerima sebuah buku. Entah dengan tangan kanan atau tangan kiri kita. Lalu kita akan bertanya:
"Buku apa ini? Tak ada sedikitpun yang dilewatkannya!"
Dan demikianlah, Allah sungguh Maha Adil.

(Renungan Kajian Ba'da Maghrib di Rumah Jingga)

Sunday, September 19, 2010

Slumdog Millionaire a.k.a Q & A

Slumdog MillionaireSlumdog Millionaire by Vikas Swarup




It's my goodie from Melville, New York. Brought by Bintang Safir, that i ever mentioned on my previous post (Mudrikan Nacong). It's kinda different from the movie. I have to admit: i'd love the motion picture version better.



View all my reviews

Wednesday, September 15, 2010

Roti Maryam


Belakangan ini teman-teman saya sering nanya resep roti maryam ke saya. Secara, resep ini adanya cuma di keluarga saya (sekarang tidak lagi). Roti maryam memang tambah populer, apalagi sejak saya habis KKN.

Monday, September 13, 2010

It's Coraline, Not Caroline!


Seperti kebiasaannya kalau habis jalan-jalan, ponaan saya selalu minta dvd film anak-anak. Biasanya sih Upin Ipin atau Bernard. Sudah tidak terhitung jumlahnya. Saya paling malas menemani ponaan saya nonton, soalnya dia suka heboh sendiri. Kecuali saya sendiri yang ke rental untuk menyewakan cd bagus buat dia.

Sore itu, seperti biasa dia main game friv sambil duduk depan tv, kayaknya bingung sendiri kegiatan mana yang mau dia lakukan. Dari kamar saya mendengar dvd barunya mulai diputar. Musik dari dvd itu menggema, tidak seperti biasanya. Asing. Saya buru-buru keluar dan mendapati dia nonton film lilin. Hmm, gimana membahasakannya, kalo saya sih bilangnya itu film lilin. Seperti Bernard. Judul filmnya Coraline, awalnya saya pikir salah tuh, mestinya Caroline. Tapi masa iya sutradaranya sampai salah segitunya. Filmnya tentang anak perempuan yang terjebak di dunia di mana semua orang matanya itu button alias kancing.
Film ini lain saudara-saudara. Film horor buat anak-anak yang kayaknya terlalu ngeri kalo buat anak-anak. saya akhirnya duduk sama dia. Sama sekali tidak ada kehebohan, filmnya menegangkan sih. Seperti mimpi buruk. Musiknya juga serem, tapi bagus. Coba saja unduh filenya berikut ini (mp3locker).
Nah, kalo masih penasaran, kayaknya cd rentalnya sudah beredar di tempat rental kesayangan Anda. Worth to watch.

Tuesday, September 7, 2010

Umair and Fafa


Here come my nephew and my niece. They are my sister's children. The older one named Umair Fathurozik, or simply Umair. He was 4 years old. He likes to scream and move. The second one named Ufairah Naura Athiya, or simply Fafa. She was 1 year old now, but she moves so much that she always fall. Her favorite shows are Boogie Beebies and In The Night Garden. I love 'em both so much.

Saturday, August 28, 2010

Menikah dan blablabla

Bagai gaung, bunyinya memantul-mantul.

DIALOG 1 (Ida & Aba)
"Ida, Aba mau itikaf."
"Oke Ba, doakan saya biar lancar skripsi. Selesai cepat dan cumlaude."
"Tenang, Aba doakan. Yang utama biar kamu dapat jodohnya cepat."

DIALOG 2 (Raidah & Ust. Mukhlisah)
"Raidah, habis kuliah rencanamu apa?"
"Lanjut, ustadzah."
"Ah tidak! Walimahlah dulu! Tidak baik nikah pas dewasa sekali. Kalau kamu tidak bisa ketemu, biar saya yang cari."

DIALOG 3 (Ridho, Bu Desa & Hari)
"Tipemu yang bagaimana, Dho?"
"Yang hafal qur'an 30 juz. Hihi..."
"Saya hafal juz 30, Dho!"

DIALOG 4 (Idho & Ayu)
"My objectives are: sec a job, marry, and being good housewive."
"Goodness Ayu, won't you see the world? Housewive stays at the kitchen."
"No, Dho. It wasn't like that. Won't you marry?"
"Well...,"

DIALOG 5 (Idho & Teman-teman Posko)
"Please do send me your wed invitation."

DIALOG 6 (Ida & Ummi)
"Mestinya kamu berdoa, biar dapat suami yang sholeh. Seperti Ummi dulu."

DIALOG 7 (Ridho & Bu Desa)
"Bu, tadi habis tarwih saya mimpi jalan sama perawan tua tetangga kita itu...," []

Tuesday, July 20, 2010

Lausamah, Anta Fii Andunisy?

Dan aku terus menerus tahu
kapan kau ada di kitaran ini
bahwa kau hanya diam
tak berbicara apa
tak berekspresi apa.

Dan aku terus menerus menunggu
kapan kau ada di kitaran ini
bahwa kau mulai bicara
tentang apa
bagaimana.

Sesungguhnyalah, selalu
aku menanya udara
harap titipan ini tepat disampaikannya:
'apa kau di sini? Benar-benar di sini?'

Sunday, July 11, 2010

I'm Proud Being Germany Fanatics


Twenty two men run above the wide green field. Fighting for a round stuff named ‘ball’. Their jerseys smeared by sweat and dirt. They seemed exhausted, seemed desperated. It’s one of thrilling match. With the twenty two men agitating for a score. Eleven of them (the one that wear blacks) are my men, and i’m proud of them.

All my men in black should compete once again, to redeem their honor after sweep out the final match by Spain. It’s the last effort they could afford. And yet, they still play gorgeously, they put the spirit of nationality up high. I’ll never demand more than that.

By sitting right here, watching them, and seeing them bend over backwards, are enough for me to feel glad. I’m not rooting the most powerfull team, i’m not rooting the most handsome squad, i’m rooting because the sufficiency in my heart because of them.

It was eight years ago, the first time i saw them, and i know that i will follow them. And ever since the time, i keep the faith.

I didn’t managed to watch two of their matches this season (vs Argentina and vs Spain), and i feel horrible that i’ve got some strange symtomp. It might some form of faith-break effect. But overall, all my men never let me down. I feel satisfied that they beat up Argentina, i feel satisfied that Nauer lose the guard only on the last minute. They do never let me down.

Along today. Finally, they won the match after the rise and fall of scores. This is the day of faith reinforcement: Germany’s still one of the best. And i do no wrong support them.

With all great young players, great teamwork and our nationality, the next World Cup is surely ours. I look forward of it.

PS.: Moslem in the house (Sami Khedira) save the honor once again. Mesut Ozil prayed after subtitution. Both moslems really are encourage us.

Monday, June 28, 2010

Teaching Lions How to Cry


Ball possesion? It’s England. Famous player? It’s England. Number of fans? It’s England, Experienced Team Player? It’s England. But The winner? It’s GERMANY!
Lately, i’ve been reviewing England progress, and the history of recent head-to-head against Germany. I found out that Germany ALWAYS won the match. But still, i feel worried. England has all great player on their side: Lampard, Terry, Gerrard, Rooney, both Coles. My Men weren’t as experienced as them. They all played Bundesliga, no specific player has such great record in league. But you know what, My Men work in TEAM.
I knew that England full of popular player, but it seems that they’re not coordinate really well. Rooney runs here, Gerrard works there. Etc. Defend is awful and apart. Strike individually and emotionally.
Look at ALL MY MEN IN WHITES, they’re not that popular, they’re not that experienced, lack of caps. But the teamwork ignore those obstacles, and made em as strong team.
Look at how all goals produced, it was a result of cooperation. I, myself, admiring the teamwork of my youngest men: Oezil (22) and Mueller (20) at the 3rd goal. If it was England in that position, with Rooney and Lampard arround, Rooney will shoot the goal himself, ignores Lampard, and that will be no goal.
There are number of attack to us, but we had Lahm and Friedrich to prevent that. Plus, if the attack emerged, we had Nauer. My men really are worked as TEAM.
And look now, the result of teamwork is : 4-2 (i’m still counting on Lampard’s, i admit that). It’s a high class football.
All My Men, i look forward on the next match against Argentina/Mexico! Keep up the great teamwork. Unite we stand, divide we fall!
PS. Wishing there’s clear FIFA broadcasting at LIBURENG (my KKN location)

Thursday, June 24, 2010

Mesut Ozil Score, Australia Revenge on Our Behalf


I sat, i played some game, i online, i typed. All to keep my eyes open, so i won't miss the match tonight. This is it, the critical phase of My All Men: Germany. If they’re win, they compete the next stages. If they draw, they must hardly pray of Serbia and Australia draw too. If they lose, then it’s over for them.

I put so much effort to watch the match. Praying, wearing new jersey i bought, and a Germany bracelet Ummi brought (it is effort, you know, hehehe).

About 4 hours waiting, here comes Der Panzer. But wait, they all wearing blacks? They weren’t my men in whites. Hey, what was that mean? I have a weird feeling about this.

And yet, it is another nerve wrecking match, it just like watching some horror movie. The field seems too quiet without Klose, but we had great and young players on our side (one of them, i put it on my propic on Facebook).

The match stays draw at the first half, then it means Ghana and Germany wil qualify for 16 stages. I keep on track with the other match, which is the match between Australia and Serbia. It stays draw too.

It is the exact one hour i watch the game when finally Germany scores goal! And guess what, it comes from MESUT OZIL! The moslem in the house! It is a luxury goal, with a total accuracy. I shout out loud: “Guten Murgen, ich bin klug, du bist dumm! Bitte langsem fahren*!” (it’s the only German Language i knew. Kkk )

Keep the defend, My Men in Black!

I check the other MatchCast at Fifa.com, the shock comes from Australia when they score a goal! What on earth happened to the Serbs? The one that brought us down last match? Then my conclusion were right, they just won by the luck.

Everything goes so well, according as what i want it to be: Ozil scores, and Australia defeat Serbs (on my and Germany behalfs).

Great game. One gorgeus goal, enough to guarantee our place on 16 stage.

Raidah Intizar @ 4.44 AM
*) Selamat pagi! Saya pintar, kamu bodoh. Tolong nyetir hati-hati

Wednesday, June 23, 2010

Si Rob, (Alias Si Robek Kirikanan)


Ummi pulang. Kalau biasanya dia membawa t-shirt dan gantungan kunci, kali ini Ummi membawa oleh-oleh yang tidak biasa: sepasang sneaker belel.
Sneaker itu warnanya coklat dengan line merah. Sudah terlihat tua. Robek dan berbulu. Talinya bahkan hampir putus. Kata Ummi lagi cuci gudang, cuma sepuluh euro. Begitu Ummi lihat sneaker itu di suatu toko khusus sepatu, langsung teringat saya.
Saya memperhatikannya lagi.
Sneaker ini benar-benar belel. Mana ada sneaker baru bulukan begini?
"Iya, ini baru. Kan tambah bulukan, tambah keren katamu."
Masih ada barcodenya. Memang baru. Tapi sebenarnya Ummi tidak perlu khawatir, saya tahu, sejak sneaker itu keluar dari koper Ummi, saya sudah menyukainya. Sangat.

Tuesday, June 22, 2010

You and The Wrinkle

I thought about this,
and i started to laugh myself
There's two things that looking for me right now
The first is you,
Someday you'll find me
love me
treasure me
the second is wrinkle
Someday it'll find me either
catch me
and stay by my side
thus,
when the day comes
the one stays with me
is the wrinkles
and about you,
i never dare to assure
to the death.
Let's say: i will never know.

Friday, June 18, 2010

All My Men in Whites


There’s a man in the bright green field of Port Elizabeth today, he was wearing black shirt with a lime-yellow line. He runs here and there, holding a same-lime-color whistle in his right hand. Do you recognize him? His name is Alberto Undiano. He’s a referee for the World Cup Match tonight and i hate him so much that if i recall his face, i’d like to hit something. HE's totally contribute on Germany-not-a-100%-performance.

All my men in whites has to suffer the bitter of defeat. I understand how shocked they were after Klose sent off the match (due to this, Klose will not appear on the match againts Ghana). Podolski has to work alone (he seems lost without his duo, Klose), and many matters followed behind. But still, they endure it, and tried their best. Podolski has a total 7 chances to shot, but failed anyway. And it’s about time i realise, sometime (mostly) football is all about LUCK.

Perhaps someone need 20% of skill and talent, but 80% rest is always about the LUCK(remembering 7 shots Podolski has, with 1 PENALTY chance)

And here i am, totally stunned by the result of the game. But i need to gain consciousness that GAME is WIN or LOSE. Althought Germany never fails or LOSE in every match they through (Germany have no lost a game in the GROUP STAGES since 1986. FIFA.com), this will be a match to remember. But no worries, Germany still has good points to step forward.

All my men in whites, i’ll keep wishing for your luck in the next head-to-head. No matter what happened to you, even if you not pass the group stages, it’s all fine by me. I will support you today, tomorrow, the next FIFA 2014, 2018, and so on. Because i commit an allegiance for only GERMANY.

Raidah Intizar
@ JUNE 18th 21:45

Tuesday, June 15, 2010

Ummi Pergi...

Saya kangen sama Ummi. Kangen berat. Ummi cuma pergi sepuluh hari tapi rasanya sudah setahunan Ummi tidak ada di rumah. Membereskan sana-sini. Mengomel tentang ini-itu.

Memang baru kali ini beliau pergi lama sekali (10 hari itu masuk kategori lamaaaa sekali). Kecuali umroh dan haji. Tapi saya senang Ummi akhirnya bersedia liburan sama Aba. Meskipun Ummi wanita karir, liburan baginya selalu berarti 'rumah'. Di hari Ahad, Ummi akan melakukan pembersihan massal, dan itu selalu berarti 'libur' baginya.

Di satu sisi saya senang Ummi liburan, di sisi yang lain saya sangat kehilangan beliau. Apalagi setelah saya meletakkan diri saya dalam sepatu Ummi (Tidak secara harfiah). Saya menjadi 'Ummi' lima hari terakhir ini. Pukul lima pagi membangunkan semua anak-anak di rumah, menyeret mereka sholat subuh. Lalu saya harus mencuci pakaian, membuat sarapan di waktu yang sama. Memaksa mereka mandi secepatnya, serta memandikan si bungsu yang kadang masih tidur saat saya keramasi. Melepas mereka sekolah (kalau bukan saya sendiri yang mengantar mereka). Lalu saya ke kantor Ummi, ke bank, membeli keperluan rumah. Pulang petang dilanjut beres-beres lagi. Memastikan anak-anak sholat maghrib jamaah dan mengaji bersama. Kemudian meminta mereka makan malam, main game PC secukupnya, dan tidur tepat waktu.

Rutinitas Ummi selalu seperti itu, dan saya baru merasakan empati yang sangat dalam terhadap Ummi. Karena sungguh, semua itu benar-benar melelahkan. 10 hari mungkin tak sebanding dengan bertahun-tahun rutinitas Ummi. Semoga Ummi melalui hari yang menyenangkan di tempat liburannya nun jauh di sana.

Monday, May 31, 2010

Saya Mengundurkan Diri

Allah,
kalau aku akan hidup tanpa manfaat
kalau aku akan hidup dengan benci orang padaku
kalau aku akan hidup membawa kesulitan
kalau aku akan hidup seperti itu
ambillah saja nyawaku
aku tak menjadi kasihsayang bagi manusia
selayak yang Engkau tugaskan padaku
dan seperti seorang pegawaiMu
kerjaku tak becus
maka aku mengundurkan diri
Allah,
aku tidak menginginkan nyawaku lagi

Monday, May 24, 2010

Pursuit of Happyness

Beberapa waktu lalu, saya menonton film "Pursuit of Happyness", di notebook teman saya yang harus kuliah.

Awalnya, saya tidak mengerti, kenapa kata "Happiness" mesti disalah-salahin jadi "Happyness". Belakangan, saya merenung, mungkin maksud penyalahgunaan kata itu adalah untuk menunjukkan pada kita semua, kadang kebahagiaanpun cuma jadi konsep ideal. Pada kenyataannya, tidak ada yang sungguh ideal (baca: sempurna. Masalahnya kalo saya nulis pake kata "sempurna", pasti lebih klise lagi) di muka bumi ini.

Pada suatu tempat, di suatu kesempatan, saya menyadari ada begitu banyak Will Smith berkeliaran di sekitar saya. Mereka semua sedang mengejar alat pemindai kepadatan tulang mereka yang dicuri. Karena benda itu, menurut pendapat mereka, akan membawa mereka pada kebahagiaan.

Saya ingat seorang wanita renta, yang kakinya buntung. Ia menyeret gerobak kecil dengan tangannya di sepanjang trotoar. Sampai telapaknya menebal oleh beton panas yang kasar. Tangan satunya lagi, menggenggam gelas besi kosong. Ia menyusuri sepanjang jalan poros.
Kenapa wanita itu menyeret gerobak dengan tangannya seperti itu? Kenapa ia mengemis? Kenapa ia tidak berpasrah seutuhnya pada takdir, dan menunggu waktunya sendiri?

Saya ingat seorang pria, yang mengendarai motornya. Pria itu mengenakan jaket berwarna biru pudar. Helmnya pun mulai terkelupas di sana sini. Laju motornya melambat, dan dia menepi saat melihat wanita cacat bergerobak. Pria itu berhenti. Ia mengeluarkan lembaran-lembaran uang lusuh dari sakunya. Lalu si pria memasukkan seribuan ke gelas besi kosong wanita itu.

Kenapa? Kenapa pria yang tidak tampak sejahtera itu mau mengeluarkan uangnya untuk sang wanita cacat? Kenapa dia tidak membeli makan siang untuk anak istrinya saja? Atau menyimpan uangnya untuk dana-dana yang tidak terduga kelak?

Kenapa...?

Lalu saya mengerti. Mereka adalah Will Smith. Mereka memiliki impian, dan mengejar impian mereka tentang kebahagiaan mereka. Masing-masing. Seperti berdiri di tepi sebuah jalan, kebahagiaan letaknya di ujung jalan satunya. Tetapi jalan ini tidak akan ke mana, arahnya hanya kebahagiaan.

Semua orang hidup nyatanya untuk kebahagiaan. Meskipun kebahagiaan hanyalah konsep ideal. Saat kenyataan tak sesuai dengan harapan. Atau intuisi dasar manusia yang tidak pernah puas-lah yang menjadikannya demikian.
Jelasnya, tidak ada yang akan mendefenisikan kebahagiaan itu sebagai teori universal. Berlaku untuk semua umat. Kebahagiaan itu sangat relatif. Defenisi tiap individu, mengenai apa itu kebahagiaan, pasti berbeda. Pada akhirnya urusan kita hanyalah menatap lurus kebahagiaan, lalu mengejarnya.

PS. Biar tua, tetap rekomendasi: Pursuit of Happyness.

Tuesday, May 4, 2010

Alangkah Lucunya Negeri Ini (Sebuah Review)


Mencuri berarti mengambil hak orang lain. Ada banyak hal yang bisa dicuri. Serta ada banyak dosa untuk semua itu. Tapi berdosakah kita, kalau kita mencuri uang koruptor? Bukankah di sana ada hak kita.

Saya baru saja menghabiskan dua jam berkualitas dengan menonton satu film yang sangat bagus. Judulnya "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)". Saya tahu film ini setelah dosen saya mereview secara tidak formal di kelas. Film ini salah satu karya Deddy Mizwar. Sejak saat itu saya berjanji pada diri saya sendiri, bahwa saya harus menontonnya. Saya menyukai semua produk sinematografi yang terdapat Deddy Mizwar di dalamnya. Kiamat Sudah Dekat, Para Pencari Tuhan, Naga Bonar, iklan komersial Yamaha, hanya sedikit yang saya tahu, tapi saya sangat mengagumi Pak Haji satu ini. Dan saya terkejut, ternyata Pak Haji baru saja menghasilkan satu karya baru.

Karya yang tak berkurang kualitas isinya. Sungguh lucu bagaimana sebuah film membuat saya menangis sampai mata saya bengkak, dan saya terlalu malu untuk turun ke eskalator. Ya, film itu memang seserius itu. Serta di saat yang sama, selucu itu.

Kisahnya mengenai sarjana yang sedang mencari kerja bernama Muluk. Ia menyaksikan sekelompok copet beraksi di sebuah pasar. Dan ia merasa tersinggung, bagaimana mungkin ada orang yang demikian mudah mendapatkan uang, dan dia sudah dua tahun mencari kerja.

Tetapi Muluk terinsipirasi dengan pertemuannya dengan sang koordinator copet pasar (Komet), dan bermaksud menjadikannya dunia percopetan ini ladang bisnis. Demikianlah kisahnya berlanjut. Muluk mendidik para pencopet itu dengan pancasila dan rukun islam. Cita-citanya adalah membuat mereka tak lagi bekerja sebagai pencopet. Ia pun memanggil dua teman untuk membantunya. Syamsul (sarjana pendidikan yang tidak yakin tentang pentingnya pendidikan). Dan Pipit (gadis yang tiap saat mengikuti kuis-kuis berhadiah di tv).

Saya tidak tahu siapa yang menulis skenarionya, saya tidak sempat memperhatikan kredit film itu karena harus mengatasi kesedihan. Penulis skenario itu sungguh luar biasa. Ia menyelipkan sindiran-sindiran dengan sempurna. Semuanya sesuai, kelewat sesuai, dengan kondisi negara kita.

Sarjana pengangguran, pencopet, calon wakil rakyat, penyalur TKI, peramal nasib. Seperti menjadi cat akrilik dalam selembar palet kayu, dan penulis serta sutradara melukiskannya pada sebuah kanvas yang dijudulinya "Alangkah Lucunya".

Sebuah lukisan yang ironisnya, berbeda dengan judulnya, justru patut ditangisi. Tidak ditertawai.

Tetapi saya yakin saya, Nita, Indah, dan Rahma (yang sore itu menonton), sama sekali tak tertawa. Kami miris mendapati lukisan itu telah sempurna merangkum fakta-fakta yang ada di negeri ini.

Yang membuat saya lebih sedih lagi, yaitu film ini baru sekitar dua minggu sejak rilis, dan sekarang sudah berada di studio empat. Lalu saya sadar, ini salah satu kelucuan negeri yang saya huni.

Saya harus tertawa karena orang-orang telah melewatkan film sebagus ini. Kalau saja semua orang memiliki pemahaman yang sama tentang film bagus. Saya bahkan menyesal tak menontonnya lebih awal. Saya bersyukur siang ini kami mengunjungi toko buku, lalu ingat janji saya pada diri sendiri untuk menonton "Alangkah Lucunya".
Sungguh teman, ini film yang sangat berkualitas. Kalian tidak akan rugi dua jam karena menontonnya.
Foto: Citra Sinema

Wednesday, April 28, 2010

VOTE MY LETTER

Dear visitor yang mengunjungi blog ini...
Tolong vote surat saya kepada Presiden Obama. Judulnya "Is prohibition of my veil becomes the indication of relative democracy". Isi suratnya mengenai protes pelarangan jilbab di beberapa tempat di dunia. Pelarangan tersebut seolah menjadi bukti eksistensi demokrasi yang relatif, kebebasan tidak berlaku bagi semua pihak.
Kunjungi link berikut: ASEAN Voices (klik), beri bintang untuk surat saya. Terima kasih.

Thursday, April 22, 2010

EFEK KOMUNIKASI POLITIK

Teori klasik Harold D. Lasswel selalu menjadi titik tolak penentuan unsur-unsur dalam suatu proses komunikasi. Demikian juga dengan komunikasi politik. Teori tersebut mengemukakan lima unsur fundamental komunikasi: who (komunikator), says what (pesan), to whom (komunikan), in which channel (media), with what effect (dampak).
Effect atau dampak adalah suatu keniscayaan dalam komunikasi. Setiap proses komunikasi memiliki tujuan-tujuan yang --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--spesifik. Begitu pula dengan komunikasi politik. Ditinjau dari bahasanya, komunikasi berasal dari kata ‘common’ yang artinya ‘sama’. Komunikasi bertujuan untuk menyamakan. Efektifitas komunikasi dinilai dari seberapa jauh kesamaan antara komunikator dan komunikan. Entah itu sama dari tataran pengetahuan atau informasi, sama sikap, hingga sama tindakan atau prilaku. Hal inilah yang dikonsepsikan sebagai dampak komunikasi.
Kita mengindikasi dampak dengan tiga tingkatan:
1. Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi dirinya.
2. Afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Komunikan yang terdapat dampak afektif mulai memberi sikap atas suatu informasi. Bukan hanya berhenti pada tataran tambahan pengetahuan (kognitif).
3. Konatif/ behavioral
Efek behavioral/ konatif ini kaitannya pada prilaku komunikan setelah proses komunikasi berlangsung.
Ketika sikap dan prilaku komunikan sesuai harapan komunikator, maka itu dapat digolongkan sebagai komunikasi efektif. Namun tidak semua proses komunikasi, konteks apapun itu, bisa berakhir di tingkatan konatif atau behavioral.
Teori tiga tingkatan --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--dampak ini bisa direfleksikan dalam teori Dan Nimmo mengenai efek politik. Dan Nimmo memperkenalkan empat efek penting komunikasi:
1. Sosialisasi Politik
Manusia tidak dilahirkan dengan membawa kepercayaan, nilai, dan penghargaan politik. Seorang anak menjadi terbuka terhadap komunikasi yang relevan dengan politik melalui komunikasi interpersonal, organisasi, dan komunikasi massa.
Komunikasi interpersonal mengaja anak mengungkap identitas nasional dan partisan dan menilai politik pemerintah, dan fugur autoritas.
Komunikasi organisasi, utamanya di sekolah, menambahkan informasi faktual, memperoleh kesadaran akan kewajiban kewarganegaraan personal bukan kolektif.
Komunikasi massa, anak mengikuti politik sebagai berita, memperoleh pengetahuan politik dan mengembangkan beberapa orientasi evaluatif, dan mulai ambil bagian afektif dalam politik.
2. Partisipasi Politik
Melalui sosialisasi politik, manusia mengembangkan kepercayaan, nilai dan pengharapan yang relevan dengan politik. Bagaimana seseorang berpartisipasi secara penuh dalam politik tergantung pada kuatnya sosialisasi politik yang ia dapatkan. Keterbukaan terhadap komunikasi politik dapat mempengaruhi orang agar secara aktif dapat terlibat dalam politik. Meski di samping itu, komunikasi politik bisa menekan partisipasi politik.
Konsekuensi komunikasi politik bisa primer dan sekunder. Akibat primer terjadi jika orang yang dipengaruhi itu telah melibatkan diri secara langsung ke dalam --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--proses komunikasi. Akibat sekunder terjadi jika orang tidak terlibat secara langsung dalam komunikasi terpengaruh oleh perubahan pada orang yang terlibat.
3. Mempengaruhi Pemilu
Propaganda, retorika, periklanan, promosi yang dilakukan oleh komunikator politik tak lain dan tidak bukan merupakan upaya komunikator politik untuk mendapatkan suara dalam sebuah pemilu.
Melalui perspektif seorang komunikan politik, yang telah belajar mengidentifikasikan diri dengan lambang-lambang politik yang signifikan, akan mengklaim dirinya. Ia, sebagai individu, mengembangkan citra dirinya sebagai bagian dari representasi politik.
4. Mempengaruhi Pejabat
Komunikasi politik selalu menganai komunikasi dua arah antara warga negara dan pejabat. Dalam setiap kajian komunikasi politik, terdapat diskusi mengenai keterkaitan opini publik dan kebijakan pemerintah.
Daftar Pustaka:
Ardianto, Elvinaro, dkk. 2007. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Nimmo, Dan. 2005. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: Rosda.
Nimmo, Dan. 2001. Komuniasi Politik: Khalayak dan Efek. Bandung: Rosda.



MEDIA & KHALAYAK KOMUNIKASI POLITIK

Teori klasik Harold D Lasswell mengemukakan lima elemen komunikasi, atau dalam hal ini, komunikasi politik: Who-says what-in which channel-to whom-with what effect. Who adalah komunikator, what berarti pesan, channel adalah media atau saluran, whom berarti komunikan, dan effect adalah dampak.
Pesan politik adalah lambang-lambang pembicaraan politik yang bisa merupakan kata-kata, gambar, dan tindakan. Atau kombinasi dari ketiga hal tersebut. Komunikator politik menyampaikan bentuk-bentuk simbolik dan kombinasinya ini dengan berbaga teknik dan media.
Teknik dan media tersebut antara lain:
1. Secara lisan, melalui pembicaraan personal
2. Melalui cetakan, seperti koran dan majalah
3. Teknik elektronik, seperti radio atau televisi

Maka, dapat dipahami bahwa saluran (channel) komunikasi politik adalah alat serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Bahkan, dalam buku Dan Nimmo, disebutkan bahwa manusia juga merupakan saluran paling asasi dalam komunikasi. Dan Nimmo mengutip --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--George Miller yang menegaskan bahwa kita harus menganggap manusia sebagai saluran komunikasi, dengan masukan yang disediakan oleh rangsangan (input) yang kita berikan dan keluaran (output) yang merupakan tanggapannya terhadap ransangan itu.
Dengan kata lain, saluran komunikasi itu lebih daripada sekedar titik sambungan, tetapi terdiri atas pengertian bersama tentang siapa dapat berbicara kepada siapa, mengenai apa, dalam keadaan bagaimana, sejauh mana dapat dipercaya (Shibutani : 1966 dalam Nimmo : 1989).
Ada tiga tipe media komunikasi politik, yaitu (1) Komunikasi Massa, yang terdiri atas dua jenis: komunikasi tatap muka, seperti ketika kandidat politik berbicara di depan khalayak. Dan melalui perantara, seperti televisi. (2) Komunikasi Interpersonal, bisa berbentuk tatap muka atau melalui perantara, (3) Komunikasi Organisasi, menggabungkan penyampaian satu kepada satu dan satu kepada banyak.
Komunikasi merupakan perbuatan gabungan, atau transaksi antara sumber dan penerima. Khalayak komunikasi politik bukanlah wadah yang pasih yang ke dalamnya --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--para pemimpin politik dengan berbagai karakteristik dan motif hanya menuangkan beraneka imbauan dengan menggunakan bahasa, simbol, peranti, dan media yang menarik. Alih-alih, penerima adalah partisipan yang aktif dalam komunikasi dengan sumber.
Jika berbicara mengenai khalayak komunikasi politik, maka pembicaraan tak akan lepas dari opini publik. Opini publik adalah abstraksi dari khalayak komunikasi politik. Khalayak yang heterogen mengkristal menjadi opini publik.

KOMUNIKATOR POLITIK (Dalam Unsur-Unsur Komunikasi Politik)

Harold D. Lasswell seorang tokoh politik yang juga menggagas kajian komunikasi politik melalui bukunya “Propaganda Technique in the World War” (1972), mengemukakan teori klasik:
Who-says what-in which channel-to whom-with what effect
Dalam ilmu komunikasi, Who adalah komunikator, what merupakan pesan, channel adalah media, whom adalah komunikan, effect yaitu dampak yang dihasilkan dari komunikasi tersebut. Teori klasik ini kemudian banyak --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--direfleksikan ke dalam kajian-kajian lain, termasuk kajian politik. Teori tersebut lalu menjadi:
Siapa-mendapatkan apa-kapan-dan bagaimana
Salah satu defenisi ilmu politik yang umum, yakni ilmu politik merupakan ilmu tentang kekuasaan. Jadi, dalam refleksi teori Harold D. Lasswell tadi, berfokus pada siapa yang mendapatkan kekuasaan, kapan dan bagaimana. Komunikasi Politik sendiri adalah suatu bidang atau disiplin yang menelaah prilaku dan kegiatan komunikasi yang bersifat politik, mempunyai akibat politik, atau berpengaruh terhadap prilaku politik.
Komunikasi politik sebagai Body of Knowledge juga terdiri atas berbagai unsur, yakni: sumber (komunikator), pesan, media, penerima, dan efek (Nimmo: 1978, Mansfield dan Weaver: 1982, Dahlan: 1990 dalam Cangara: 2009)

1. Komunikator Politik
Komunikasi politik tidak hanya menyangkut partai politik, melainkan juga lembaga pemerintahan legislative, dan eksekutif. Dengan demikian, sumber atau komunikator politik adalah mereka-mereka yang dapat memberi informasi tentanghal-hal yang mengandung makna atau bobot politik, misalnya presiden, menteri, DPR, MPR, KPU, --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--gubernur, bupati, DPRD, Politisi, fungsionaris partai politik, fungsionaris Lembaga Swadaya Masyarakat, dan kelompok-kelompok penekan yang bisa memengaruhi jalannya pemerintahan
2. Pesan Politik
Pesan politik adalah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun nonverbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari, yang isinya mengandung bobot politik.
3. Media Politik
Saluran atau media politik ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya.
4. Sasaran atau Target Politik
Sasaran adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberi dukungan dalam bentuk pemberian suara --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--(vote) kepada partai atau kandidat dalam pemilihan umum.
5. Pengaruh atau Efek Komunikasi Politik
Efek komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap sistem pemerintahan dan partai-partai politik, di mana nuansanya akan bermuara paa pemberian suara atau vote dalam pemilihan umum.


Tuesday, April 6, 2010

...

If there's a chance, that available for me, and allows me to ask one most wanted thing in this world. I would ask the offerer to repeat my childhood.

Yes, i'm missing my childhood these lately days. When everything unlikely now. When i don't need to think about many stuff. When i was with my bestfriend. When mom and dad weren't as busy as now. When i have all my siblings home. When my lovable maternal grandmother's alive. When he was arround. When i live my happiest life.

My sufferings of missing become terrible, that my heart wound so much, my eyes feel pain of struggling tears. And it grows so much painful, when i visit my grandma's house today, and i smell my past there.

Allah, is there anything left for me except regretfulness and sins? Please forgive me to beg like this. Sometime i feel like repeating, and i want to restart a better new life. But i'm uncommonly sure, it was helpless and i'm hopeless. I believe You won't give us barriers and obstacles that we couldn't manage. I believe that.

I'm just missing my childhood badly.

Saturday, March 20, 2010

STAGE 3

Pale face. Trembling palm. Cold Sweat. Delicate Step.
Here we go…
STAGE 3
Me: there you go, Sir (pass the form to the interviewer 1).
Interviewer 1: So, your name is Raidah Intizar (reading form). And you are from?
Me: Makassar, Sir. Maros precisely.
Interviewer 1: Which kecamatan?
Me: Bontoa.
Interviewer 1: what language do you speak.
Me: I speak Arabic and English
Interviewer 1: no, no, no. Your local language.
Me: Oh, Bugis, sir.
Interviewer: I see that Maros civil speak Makassar.
Me: Yes, er, half of them speak Makassar, half other speak Bugis.
Interviewer 1: don’t you speak Makassar too?
Me: no, I’m not. Cause I’m not Makassar.
Interviewer 1: Okay (silent in reading). What do you expect from this program?
Me: I expect to know other culture from other country, face bigger challenge, enrich my insight, expand my network, and apply what I’ve studied as communication student, cause I am from communication department. You know, we are studying cultural communication too.
Interviewer 2: (nods, nods)
Interviewer 1: So, which program did you applied for?
Me: Journalism, Sir.
Interviewer 1: no, no, no. From this student exchange program…
Me: I applied for ASEAN-Japan
Interviewer 1: why don’t you try to apply Australia Student-Exchange.
Me: because I’m not old enough.
Interviewer 2: same cases every time.
Interviewer 1: You are from communication department. You are majoring?
Me: Journalism, Sir.
Interviewer 1: why you choose that major? You’re not interested in Public Relation?
Me: No, sir. I’ve been interested in Journalism since I was young. I participate many activities that has relation to journalism. I joined wall magazine. I become the leader of staff in school magazine. I write. Yes, I joined everything that has relation to journalism.
Interviewer 1: Why don’t you express your talent in Identitas?
Me: I express my talent by writing sir. I write non fiction, and fiction. My writings ever published in Tribun Timur newspaper.
Interviewer 1: what kind of writings?
Me: Article.
Interviewer 1: Oh, Article, Essays, and opinion?
Me: Yes, but I write fiction too, Sir. Like short story and novel. I write poem too.
Interviewer: Alright, timing is yours.
(Diverted to Interviewer 2)
Interviewer 2: Okay Raidah, you’ve applied Asean-Japan. You’ll face multi cultural people. And, what do you think of diversity? Does diversity means good thing, or is it a bad thing?
Me: well, diversity is good thing. Diversity allows us to know each other. To know another person that has different culture from us. God Has created this diversity, thus we have to use wisdom to behave diversity. We have to appreciate this diversity thing.
Interviewer 2: Okay, good. I wish you a very good luck (stares meaningfully).
Me: Okay, thank you Sir.

Stand. Relieved sigh. Done. Another fight’s done.
My battle-fellows, here we go again, going trough bigger challenge. Too much addicted to Arai and Ikal Fairytale. Or maybe Riana and Mudrikan real-tale? I don’t know which one inspired you, fellows, but it was clearly shown that we have
great motivation.
How about the result? How if it’s not as we expected? Let’s not think about it, we are winner as we follow this competition. There’s a lot person out there, that doesn’t even give challenge a try.
We’ve got the upper hand!
Maybe we failed yesterday, maybe we failed today… but when someday we win, we’ll taste the greatest feeling of winning. It’s just like
fasting, you are hungry hour by hour, but when it’s time to eat, you will taste the most pleasant food.
The question now: Is there another OPPORTUNITY we could apply for?