Monday, December 20, 2010

Analisis Framing Berita Media Indonesia: Menaker Kelimpungan

ANALISIS FRAMING ISU PELANGGARAN HAM TKI DI ARAB SAUDI
PADA KORAN MEDIA INDONESIA

FRAME MEDIA INDONESIA: TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Koran Media Indonesia menurunkan laporan mengenai kekerasan yang dialami Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi pada edisi Selasa, 23 November 2010. Laporan itu berada pada halaman depan, menjadi kepala berita pada edisi terkait dengan judul “Menaker Kelimpungan”. Berikut analisis mengenai bingkai Media Indonesia beserta kecenderungannya.

Kategorisasi: Pemerintah-Swasta. Fenomena kekerasan terhadap TKI yang akhir November lalu kembali mencuat di pemberitaan media, dibingkai Media Indonesia dengan sub-framing tanggung jawab pemerintah. Ini bisa dilihat dari judul headline Media Indonesia “Menaker Kelimpungan”. Kata ‘kelimpungan’ bisa mewakili maksud Media Indonesia bahwa seseorang berada dalam situasi yang sulit, namun tetap mengerahkan pikiran dan tenaganya untuk penyelesaian suatu masalah. Judul ini menggambarkan daya dan upaya yang diperbuat oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, untuk mengatasi kasus pelanggaran HAM terhadap TKI.

Laporan Media Indonesia dibuka dengan kalimat: “Nasib tenaga kerja Indonesia, khususnya yang bekerja di Arab Saudi, masih suram.” Klausa ‘Nasib TKI Masih Suram’ menggambarkan saratnya penderitaan yang dialami TKI, pernah dan sementara berlangsung. Hal ini tentu terkait dengan isu kekerasan terhadap TKI di Arab Saudi. Negara yang ungkap Media Indonesia, tak pernah mencapai MoU (Memorandum of Understanding) dengan negara manapun. Tidak adanya MoU perlindungan TKI menjadi pembelaan Media Indonesia terhadap pemerintah, bahwa tidak ada dasar legitimasi yang bisa membuat pemerintah bertanggung jawab atas keselamatan TKI.

Gagalnya nota kesepahaman antarnegara tersebut melatarbelakangi majunya perusahaan swasta untuk menyalurkan --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--TKI ke Arab Saudi, tulis Media Indonesia dalam laporannya. Namun demikian, setelah proses penempatan, swasta lepas tanggung jawab atas TKI. Ketika kekerasan terjadi pada TKI, pemerintah-lah yang ‘kelimpungan’.

Pemerintah dilabeli Media Indonesia dengan julukan “ujung tombak”, yang mengarah pada asumsi bahwa pemerintah merupakan satu-satunya harapan atas penyelesaian masalah ini. Sementara itu pihak swasta penyalur TKI, dalam laporan Media Indonesia, dituding sebagai sumber masalah dengan mengutip Muhaimin Iskandar yang menjuluki swasta sebagai “biang kerok”, lepas tanggung jawab atas perlindungan TKI.

“Alih-alih membuat jurus jitu, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar malah menunding pihak swasta yang menjadi biang kerok munculnya kasus kekerasan yang mendera TKI.”
Melalui label “biang kerok”, Muhaimin mengajak masyarakat untuk memusuhi perusahaan swasta penyalur TKI. Swasta harus diberi sanksi bahkan disingkirkan, berikut laporan Media Indonesia dengan mengutip Muhaimin Iskandar.

“Ia menilai kinerja swasta penyalur TKI di Indonesia sangat buruk. Sejak rekrutmen, pelatihan, hingga penempatan kerap menyalahi prosedur yang ditetapkan kementeriannya. Karena itu, pihaknya akan menjatuhkan sanksi bagi swasta yang tetap membandel mulai dari pemberhentian operasi sementara hingga pencabutan izin”

Dari kategorisasi ini, terlihat pernyataan Media Indonesia melalui Muhaimin Iskandar yang mengisyaratkan pihak swasta penyalur TKI sebagai musuh bersama. Swasta bersalah atas kasus demi kasus penyiksaan sampai pembunuhan TKI. Yang seharusnya bertanggung jawab adalah swasta, sementara pemerintah hanyalah sebagai back up. Kata back up merupakan penekanan bahwa sejak awal, pemerintah bukanlah pihak yang bertanggung jawab. Penempatan dan perlindungan merupakan tanggung jawab pihak swasta.

Selain itu, untuk mendukung pandangannya bahwa pemerintah telah berdaya upaya untuk menanggulangi kasus kekerasan ini, Media Indonesia memaparkan tabel bertajuk “Reaksi Pemerintah Atasi TKI” yang mencakup enam poin: 1) Membentuk Tim Khusus di Bawah Kementerian Luar Negeri 2) Membentuk Tim Gabungan 3) Membentuk Tim Advokasi 4) Presiden mengusulkan pemberian ponsel kepada para TKI 5) Draf MoU Menakertrans.

Pelengkap pandangan Media Indonesia adalah foto yang terdapat di bawah judul kepala berita. Foto tersebut menggambarkan sejumlah demonstran yang menggantung kertas di leher mereka bertuliskan: “Adili Penyiksa TKI”, --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--“Tindak Tegas Pelanggar HAM TKI”, dan lain-lain. Di depan para demonstran tersebut terlihat keranda mayat yang ditutup kain hitam dan ditaburi bunga. Foto tersebut diberi judul: TUNTUT KETEGASAN PEMERINTAH, dengan keterangan:
Massa yang tergabung dalam Serikat Buruh Migran Indonesia berunjuk rasa di Jakarta, kemarin. Pengunjuk rasa mendesak pemerintah menghentikan sementara pengiriman TKI ke negara-negara Arab hingga mereka menjamin keselamatan jiwa para TKI.

Foto tersebut berbicara mengenai pandangan masyarakat, dalam hal ini Serikat Buruh Migran Indonesia, bahwa pemerintah merupakah tokoh utama dalam fenomena ini. Pihak yang harus bertindak dan bertanggung jawab atas apa yang menimpa TKI di Arab Saudi. Hal ini berlawanan dengan pandangan Media Indonesia melalui Muhaimin Iskandar, bahwa swasta-lah yang harus dituding, disalahkan.

Dengan demikian, laporan Media Indonesia menjadi jawaban atas foto tersebut. Pemerintah, dari pandangan Media Indonesia, telah reaktif mengatasi kasus pelanggaran HAM ini. Di lain pihak Media Indonesia menegaskan pada demonstran bahwa pihak --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--bertanggung jawab atas kasus ini semestinya adalah swasta semata. Pemerintah yang mulanya sebagai ‘back up’ malah berbalik menjadi pihak yang menangani kasus ini.

Namun, tidak ada penjelasan yang didapatkan Media Indonesia dari pihak swasta yang dilabeli ‘biang kerok’. Media Indonesia menyingkirkan fakta bahwa swasta telah menyalurkan TKI, dan TKI telah menjadi sumber devisa terbesar Indonesia. Fokus laporan adalah pada swasta yang lepas tanggung jawab, dan hadirnya pemerintah sebagai penengah.

Motif di balik berita atau laporan Media Indonesia ini bisa jadi merupakan upaya preventif kepada masyarakat agar tidak lagi mempercayai swasta sebagai penyalur TKI. Lebih jauh dari sekedar tuntutan untuk mengatasi pelanggaran HAM. Dibutuhkan langkah pencegahan sehingga masyarakat tidak terperdaya tawaran bekerja di luar negeri. Oleh karena itulah Media
Indonesia menggunakan label “biang kerok” pada swasta. Inilah sisi pemberitaan yang berusaha ditonjolkan oleh Media Indonesia.

*analisis ini menggunakan model Murray Edelman. Buat yang belum tau
**dengan pedenya saya memposting analisis framing ini, yang ancur-ancuran dan belum direvisi lagi sama kak asdos.

No comments: