Sunday, October 23, 2016

Bekerja

Tertegun saya pada satu obrolan dengan suami tentang pekerjaan.
"Abi, kenapa sih orang harus bekerja?"
"Karena bekerja itu ibadah dik. Bahkan bekerja itu wajib hukumnya."

Selama ini pikiran saya mengenai pekerjaan adalah sebagai sumber penghidupan saja, tetapi suami saya sejak awal memandangnya sebagai ibadah. Wajib pula. Ia mengharamkan pada dirinya sendiri duduk berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa, seperti orang yang tengah mengabaikan sebuah ibadah wajib. Orang yang tidak sholat.

Pertanyaan itu muncul ketika bersinggungan dengan topik parenting mengenai anak yang ditinggal orang tuanya bekerja.
"Kenapa Ummi harus bekerja?"
"Ummi harus mengumpulkan uang, kamu dan adik-adikmu kan harus sekolah, sekolah itu butuh biaya nak."
Jawaban orang tua seperti ini sangatlah apa adanya, namun tidak cukup bijaksana. Pada beberapa kasus, jika bukan fenomena, anak akan memusuhi pekerjaan orang tuanya karena telah memisahkannya dengan orang tuanya. Bahwa mencari uang lebih penting dari kebersamaan dengan mereka. Bahwa orang tua adalah tempat meminta uang sekolah, dan keperluan lainnya. Naudzubillah.

Jika merubah redaksi jawaban sedikit saja menjadi "karena bekerja itu ibadah nak. Bekerja itu seperti sholat, puasa. Muslim yang taat pasti rajin bekerja juga nak, karena senang mendapat pahala dari Allah."

Maka anak akan melihat, seperti sholat di mana ia merasa 'terpisah' dari orang tuanya, bekerja memisahkannya juga, dan tak mengapa, karena ibadah adalah urusan habluminallah. Allah memang lebih penting dari dirinya. Ia harus menerima itu dengan lapang dada.

Cukup sederhana bukan? Tetapi dapat merubah sebuah pola pikir yang dibentuk sedari dini. Kelak anakpun akan rajin bekerja seperti ia rajin sholat, karena tahu bahwa bekerja juga mendapat pahala, Allah senang terhadap orang yang rajin bekerja.

Lalu bagaimana dengan ibu? Bukankah pekerjaan itu hanya wajib untuk ayah?

Kami tidak akan memperkenalkan pola pikir seperti itu pada keturunan kami insyaAllah. Pekerjaan menjadi sebuah ibadah baik bagi muslim maupun muslimah. Semua mendapat pahala dari Allah karena bekerja. Biarlah mereka sendiri kelak yang mengenali hikmah dari bekerjanya seorang muslimah, yang paling tidak telah dirasakan oleh Ummi mereka. Namun tentu, pola pikir ini disertai pemahaman dan contoh bahwa perempuan mesti mentaati suami. InsyaAllah.

Tuesday, October 11, 2016

Sukses Mpasi

Entah apalah indikator anak yang sukses mpasi, ada anak yang bobotnya ideal namun hanya mau minum susu dan makanan tertentu; ada yang grafik berat badannya tidak meningkat namun ia pintar makan apa saja (makanan yang sehat ya, bukan aneka makanan ringan rendah gizi). Yang jelas bagi seorang ibu, anak mau makan saja sudah syukur sampai terharu mewek.

Alhamdulillah qadarullah makin ke sini Chadijah Masagena semakin mudah makannya, yang saya sampai kaget sendiri. Saya merasa belum maksimal dalam metode, tetapi alhamdulillah Allah menghendaki ia telah menjadi anak yang mengenali rasa lapar dan tidak pemilih makanan. Dua hal yang penting demi anak yang sehat.

Langkah-langkah yang saya jalankan dalam mpasi Chadijah Masagena tidak unik, hanya saja saya memadukan spoon-feeding dan baby led weaning, serta konsisten memperkenalkan aneka bahan makanan. Kronologinya:

-Chadijah Masagena mulai makan usia 5 bulan 17 hari. Sengaja. Atas kesadaran makan itu butuh belajar, saya mulai memberinya oatmeal untuk dimakannya sendiri.
- Makanan CM dicatat setiap kali ganti bahan makanan per tiga hari, agar bisa mengenali reaksi alergi.
-Menjelang 7 bulan diperkenalkan protein. Makan makanan lunak makin bagus. Bubur nasi dan oat yang dihaluskan dengan bahan lainnya. Makanan padat masih sulit ditelan.
-7 bulan lebih mulai diperkenalkan nasi. Konsisten menaikkan tekstur makanan agar anak tidak pilih-pilih makanan.
-CM selalu makan posisi duduk. Tidak digendong atau posisi seperti baring dengan sandaran bantal.
-Jadwal makan CM sangat tertib. Sekalipun demikian, kalau ia menolak makan, saya percaya padanya bahwa ia tidak sedang lapar. Tetapi tetap selalu saya tawari makan pagi pukul 8-9, makan siang pkl 12-13, makan malam pukul 18-20. Dengan makanan ringan seperti buah atau umbi setiap pukul 11, 16, dan 20.00.
-Sampai usia 1 tahun, makanan CM tidak ditambah gula atau garam. Sehingga CM mengenal rasa asli makanan. Kami sebut rasa asli bukan hambar.
-Usia satu tahun lebih diperkenalkan UHT dengan sekali lagi konsisten. Pertama diperkenalkan seperempat gelas, lalu sepertiga dan seterusnya. Satu kali satu hari.
-Usia satu tahun 1 bulan mulai diperkenalkan gula garam.
-CM selalu makan buah sendiri, konsisten blw dengan buah (saja. haha).
-Saya selalu percaya pada CM, bahwa sebenarnya dialah yang lebih tahu mengenai apa yang ia butuhkan, gizi apa yang harusnya masuk ke tubuhnya. Kalau makan nasinya sedikit, sedangkan sepiring semangka habis, itu berarti dia lebih butuh serat daripada karbohidrat. Kalau lagi tidak mau makan, artinya memang kalorinya tidak banyak terbuang. Seperti waktu CM dijaga oleh auntynya katanya ia tidak mau makan nasi, saya perhatikan memang karena CM kerjanya cuma duduk menonton di ruangan ber-ac, pantas saja tidak butuh kalori. Sedangkan kalau sama saya di rumah, ac menyala pukul 20.00-07.00, seharian main lari-lari sampai CM mandi keringat, akhirnya setiap jam makan ia selalu minta "mamam".

Alhamdulillah, meski cenderung biasa saja metode mpasi yang kami lakukan, CM sekarang anak yang senang makan. Ia selalu minta susu UHT, maksimum pemberian adalah 400 ml per hari. Ia penggemar berat oat rebus, hanya ditambahi minyak zaitun, selalu dihabiskan. Senang makan apel, semangka, pepaya. Senang makan ubi jalar kukus. Nasi kuning. Nasi biasa dengan lauk ikan. Tempe tahu. Gorengan. Sampai makanan aneh seperti steak, pasta dan pizza juga doyan. InsyaAllah semua makanan kami bisa ia makan. Alhamdulillah.

Saya sangat berharap kesukaannya terhadap makanan terus bertahan. Karena sesungguhnya pada usianya sekarang ia membutuhkan ragam nutrisi untuk tumbuh kembang tubuh dan otaknya. 

Friday, October 7, 2016

Kakak Gena

Alhamdulillah pada tanggal 4 oktober saya mengetahui bahwa saya tengah hamil 3 minggu 4 hari. Dan hari ini tepat sebulan.

Kami sangat menikmati parenting, dan memiliki dua anak atau lebih adalah hadiah sekaligus menguji pengetahuan parenting kami.

Sebenarnya di kehamilan yang kedua ini, saya penasaran bagaimana rasanya menjadi Gena yang akan memiliki adik dengan jarak usia 1 tahun 11 bulan dengannya (insyaAllah).

Tetapi Gena telah tumbuh menjadi bayi yang sangat memenuhi harapan kami, bahkan cenderung melebihi, alhamdulillah. Tugas-tugas perkembangannya dilalui sebagaimana mestinya. Dan meski perkembangan ini terdengar lazim, bagi kami sekali lagi, ini adalah buah dari terapan parenting yang kami berikan dan kami yakini. Regardles of her innate character.

Belakangan ini saat abi terkena musibah harus dirawat di rumah sakit, dan ummi harus bolak-balik sendirian meninggalkan Gena bersama nenek dan auntynya, Gena sangat bersabar. Apalagi Ummi tak pernah meninggalkannya tanpa berpamitan. Ia hanya manyun dan melambaikan tangan, sekali waktu ia menangis tapi hanya karena mengantuk dan lanjut tidur beberapa menit kemudian. Ini menandakan dua hal yang sangat krusial di usianya telah ia miliki. Pertama: object permanence. Ia tidak tantrum saat saya tinggalkan padahal saya dan dia sangat dekat, karena ia tahu sesuatu yang tidak nampak bukan berarti tidak ada. Ummi pergi saja, dan Ummi akan kembali. Logika ini sudah ia khatamkan. Sebenarnya object permanence ini mengandung tauhid ya.

Puncaknya saya tahu ia paham object permanence adalah ketika suatu kali saya pamit kepadanya untuk mematikan air di lantai bawah, ia menatap saya sedih, saat saya kembali ia sudah digendong abinya, katanya setelah melihat saya pergi ia mendatangi abinya dan minta dipeluk, tapi dia tidak menangis. Mungkin ia sedih, menyangka saya akan pergi lama, tetapi ia sudah bisa mengatasi kesedihannya, bisa embrace the sadness for she knows Ummi is returning sooner or later. Dan ini juga bearti yang KEDUA, telah terbangun trust pada dunia di sekitarnya.

Trust dan mistrust, rasanya saya sudah membahas ini berulang ulang, dan tak bosan saya ulangi, mengapa penting membangun trust karena kita ingin anak kita belajar tanpa takut dan ragu setiap waktu. Tanda terbangunnya trust pada diri Gena adalah:
-Ia mau bermain dengan siapa saja. Bagi kita nampaknya ia sedang bermain, namun sesungguhnya ia sedang mempelajari hal yang baru.
-Saat saya sholat, ia tak pernah minta saya berhenti, ia mencari kegiatan sendiri dan menanti saya selesai.
-Ia pemberani, Gena bisa masuk ke ruangan gelap dengan inisiatif sendiri dan main di dalamnya. Ia berani main dengan serangga dan binatang2 lainnya. Unlimited exploration.
-Ia senang mengulang, dan memudahkannya untuk mengenali suatu kata atau tindakan. Saat saya bilang "mamam" dan ia mengulang, bearti ia menerima tawaran saya untuk makan. "Dadah" berarti sampai jumpa. "Salim" berarti kami meminta ia mencium tangan kami, dan ia melakukannya. "Cium" dan ia akan memajukan jidatnya untuk mencium (eh?). Sudah tahu beberapa nama anggota tubuh. Selalu ikut bergumam saat kami menyanyi untuknya.
-Alhamdulillah makan apa saja yang ditawarkan, bukan picky eater. Ia percaya apa saja yang diberikan padanya.
-Ia senang membaca karena percaya bahwa membaca adalah kegiatan yang seru dan juga membuatnya dekat dengan Ummi Abinya (apalagi jika sambil dipangku membaca bersama).

Efek lain dari terbangunnya trust adalah anak menjadi sangat sosial. Ia senang bertemu orang-orang. Ia bahagia berkumpul dengan orang-orang. Bayi yang bahagia, sebagai bonusnya, mendapat curahan perhatian, yang membuatnya semakin excited setiap bertemu orang.

Terbangunnya trust ini sangat luar biasa dampaknya pada proses belajar Gena. Dan melihat semua perkembangannya, kami penuh harap ia dapat menerima dengan baik kehadiran adiknya, percaya pada adiknya dan menganggapnya sebagai satu orang lagi di dunia ini yang  mencintai dia.

Thursday, September 29, 2016

Menghitung Teman

Saya pernah mendengar mengenai Ali bin Abi Thalib RA. yang disanjung mengenai kawan kawannya yang ruah, nampak setia. Dan ia menjawab

"Oh, nanti kuhitung lagi saat aku terkena musibah."
*

Qadarullah kami sedang menghitung teman.

Dan menemukan darah jauh lebih kental daripada air.

Alhamdulillah.

Friday, June 24, 2016

Gena dan Bukunya

Pertama kali Gena tertidur di pangkuan selagi dibacakan buku siang ini 24/6. Bedtime stories.
*
Seperti hampir semua hal dalam hidup, parenting juga butuh perencanaan dan strategi. Termasuk memperkenalkan buku kepada anak sebagai 'mainan' yang menyenangkan. Mendengarkan kisah atau membaca sendiri punya banyak manfaat buat anak, dan atas kesadaran itu kami mulai memperkenalkan buku. Apa terlalu dini? Tidak juga, Metode Montessori bahkan menganjurkan pengenalan buku sejak usia 0 hari. Coba saja google 1000 buku dalam tiga tahun.

Gena dibelikan Tante Caca dan Om Isman buku pertamanya pada usia 4 bulan, buku kain berbentuk boneka dan buku yang boleh dibawa mandi. Respon awalnya biasa saja, bahkan kurang tertarik.

Kami membelikan buku-buku baru dua bulan lalu, bukunya disobek sama Gena dan sudah diselotip sana-sini. Dan sekian lama terlupakan oleh kami dan Gena. Kadang Abi Gena membacakan kisah dari kumpulan kisah dalam AlQuran sambil Gena sibuk merangkak sana sini.

Baru bulan ini Gena menunjukkan ketertarikan ke buku. Ia mulai membuka-buka bukunya dan bisa menghabiskan waktu cukup lama mengamati gambar-gambar yang ada. Kami menambah lagi koleksi bukunya dan ia semakin berminat, bahkan mau duduk tenang di pangkuan mendengarkan cerita sambil mengamati gambar-gambar.

Usaha insyaAllah tidak akan mengkhianati hasil. Saya jadi teringat usaha kedua orang tua saya agar kami bersaudara senang membaca. Sekalipun hidup sulit, selalu ada yang dapat disisihkan untuk berlangganan majalah ORBIT yang merupakan majalah di bawah yayasan Habibie Center. Selalu dapat membelikan kami majalah Annida dari toko Ustad Umar Qasim atau komik berkala Monica atau Paman Gober. Bahkan Aba dan Ummi rela memesankan kami buku Perananku terbitan Dalancang Seta yang custom made, pemeran di tiap-tiap buku adalah nama kami sendiri!

Dan tiada percuma. Anaknya tumbuh menjadi seorang pembaca. Bahkan penulis. Allahu Akbar!

Demikian juga pada anak kami kali ini. Sekarang giliran kami untuk berusaha semampu kami bisa untuk menjadikannya anak yang senang membaca.

Sunday, May 29, 2016

Drakor dan Dikti

Masih kemarin malam selama tiga jam lebih saya begadang menonton drama korea yang sangat mengusik nurani saya sebagai ibu rumah tangga aktif, lalu pukul 10 pagi saya ditelpon rekan sejawat di kampus ditawarkan untuk menyiapkan proposal penelitian dosen pemula, deadline senin katanya... saya terbengong-bengong.

Masa lapangmu sebelum masa sempitmu. Itulah lagu Raihan yang bergaung di kepala saya saat ini. Ah, masa lapang, ke mana perginya engkau?

Saya menyesali setiap menit yang telah terbuang menonton drama korea kemarin malam. Menyesali sikap fakultas yang kurang mensosialisasikan program PDP sejak jauh-jauh hari. Menyesali ide penelitian saya yang saya anggurkan sejak kapan hari. Pokoknya serba salah... belum lagi agenda saya Ahad ini seabrekabreknya. Sempatkah menyusun proposal?

Tetapi saya belajar dari Chadijah Masagena, itutuh profesor kenamaan itu. Kalau ada usaha pasti ada jalan. Buktinya beliau selalu sukses menembus benteng yang saya buat depan kamar mandi. Alhamdulillah, di tengah malam ini saya terjaga menyusun proposal yang rampung 60-70%. Tiba-tiba bertemu jurnal menarik terbitan Journal of Consumer Research yang ditulis Belezza et.al tahun 2013 silam mengenai nonconformity. Pas selaras untuk saya jadikan landasan teori. Alhamdulillah.

Akankah diterima Dikti? Udah itu urusan Allah saja. Urusan saya cuma usaha, lumayan bisa refresh otak  baca jurnal setelah nonaktif sekian tahun lamanya, plus bisa latian nulis ala ala ilmiah lagi. Alhamdulillah.

Yah, sungguh masih kemarin saya nonton drama korea, dan tengah malam ini beda lagi kegiatannya.

Thursday, April 21, 2016

Mengabdi Karena Kamu. Iya Kamu.

Alhamdulillah ala kulli hal. Sungguh syukur yang teramat kepada Yang Maha Pemberi.
*
Rasanya baru kemarin saya berjalan di jalanan berbatu sebuah kampus swasta yang terletak di kawasan pendidikan kota Makassar, tibatiba saja hari ini saya telah dilantik menjadi dosen tetap. Slow and steady. Dua tahun menanti, meskipun bukan penantian yang benar-benar menghabiskan tenaga dan pikiran.
*
Sepulang kuliah s2 di negara oranye September 2013, saya mulai memikirkan tentang mau dibawa ke mana hasil pendidikan yang telah saya peroleh? Saya sempat mendaftar kemenlu dan lipi, kalau saja rezeki Allah letaknya di sana. Namun nihil, sampai Desember saya masih menjabat pengacara: pengangguran yang sungguh banyak acara. Akhirnya saya mencoba melamar jadi dosen. Saya bukan tipe pasif yang menunggu lowongan baru melamar, pasalnya saya percaya diri akan diterima... ya, insyaAllah! Memang harus pede dalam 'memarketingkan' diri, apalagi di dunia kerja.

Maka saya menarget kampus negeri islam dan satu kampus swasta islam. Bagaimana hasilnya? Kampus swasta menerima saya di tempat. Kampus negeri masih belum ada kabar, meski nyatanya saya sudah diterima dan dijadwalkan satu MK untuk tiga kelas berbeda.

Tetapi kita boleh menjadi dosen tetap pada satu institusi saja, kesetiaan saya berlabuh pada si swasta. Rasanya sangat nyaman mengajar di sini, semua dosen dan staf sangat ramah dan menjunjung tinggi kekeluargaan khususnya Bunda Dekan yang sangat baik. Saya merasa kebutuhan saya atas kenyamanan dan penghargaan terpenuhi di sini. Toh, saya bekerja untuk mengabdi, mencari uang adalah urusan kepala keluarga. Dan kalau saya ingin mengabdi, saya akan memastikan tempat saya mengabdi adalah tempat yang saya senangi. Stress free. Ini sudah jadi kesepakatan antara saya dan Pak Ihsan.

Jadi saya sudah mengajar cukup lama. Suatu ketika saat baru sembuh nifas, bu dekan menelpon dan meminta saya melengkapi berkas untuk nomor induk dosen di  direktorat jenderal perguruan tinggi. Pak Ihsan yang mendukung penuh karir sayalah yang pontang panting mengurus berkas sampai mewakili tanda tangan surat perjanjian. Alhamdulillah, syukur terbesar saya adalah bahwa saya memiliki Pak Ihsan yang selalu ingin melihat ibu dari anak-anaknya berkembang. Ia selalu bilang bahwa ia tidak ingin potensi dalam diri saya percuma.

Atas izin Allah dan kerja keras Pak Ihsanlah saya bisa duduk di auditorium Muhyiddin M Zain pada hari ini, dilantik menjadi dosen tetap for good.

Alhamdulillah. Amanah besar telah diletakkan di pundak saya.

Betapapun saya merasa bahagia dengan menjadi istri dan ibu di rumah purnawaktu, kerap saya merindukan dunia akademik. Belajar, mengajar,  menulis, berdiskusi... Dan Allah mendengarkan lirih kerinduan saya sekalipun tak pernah terucap... dengan mengarahkan langkah kaki saya ke kampus UIM AlGhazali, dengan mempertemukan saya dengan Bunda Dekan FISIP, dan favorit saya adalah: memberi saya suami Muhammad Ihsan Sandira.

Terimakasih sayang.

Sunday, March 20, 2016

Bagimu Parentingmu, Bagiku Parentingku

Menjadi orangtua, betapa megahnya titel itu bagi sesiapa saja yang belum juga lihai mengurus diri sendiri, lalu kunfayakun, dianugerahi anak untuk diurusi --idealnya lebih baik dan lebih utama dari mengurus diri. Sebenarnya tanpa idealisme parenting, nurani masing masing orangtua mengharapkan anaknya jauh lebih baik dari dirinya sendiri dalam segi apapun, hanya saja ada yang bersusahsusah mewujudkan harapannya, adapula yang  asal saja mendidik anak, kan ada sekolah... saya dan abu cmi memilih jadi yang pertama.

Kami berdua tumbuh dari dua tipe parenting yang utara dan selatan. Ada konsep yang mengedepankan kewajiban dan punishment atas kesalahan, ada yang sebaliknya. Parenting yang di kemudian hari membentuk karakter kami. Beberapa hal ingin kami benahi untuk diterapkan pada anak kami. Intinya kami berdua berada di halaman parenting yang sama, dan untuk mencapai ini sejak hari ke-2 pernikahan, kami sudah banyak membahasnya.

Beberapa konsep parenting yang telah kami adopsi adalah:

Pertama, anak harus dekat dengan ayah, bukan hanya ibu. Abu cmi kalau pulang selalu menyempatkan main dengan CMI seletih apapun. Abu cmi juga sering menggendong CMI menjelang tidur, mendampingi CMI menonton tv bayi, dan lain-lain. Efeknya CMI lengket dengan abinya, bisa jalan sama abi atau ummi; she can go either way. Kami percaya bahwa karakter kuat terbangun dari kedekatan ayah dan anaknya. Lihat saja betapa dekatnya baginda Rosul saw dengan Fatimah ra. Kami tak perlu contoh yang lebih baik dari ini.

Kedua, anak harus dibiasakan sholat dari bayi. Bagaimana membuat bayi 7 bulan terbiasa sholat? Mulai dengan membentangkan sajadah untuknya dan membaringkannya di atas sajadah selagi kita sholat, seolah dia juga seorang makmum. CMI sudah dibiasakan melihat saya sholat sejak 3 bulan. Hasilnya, ia sudah terbiasa dan alhamdulillah saya tidak ingat CMI rewel saat saya sholat, yang ada dia terdiam dan mengamati saya sholat atau sekitarnya.

Ketiga, anak digendong kapanpun dia ingin digendong. Bau tangan? Tambah cengeng? Bukan itu justru yang terjadi pada kami alhamdulillah. CMI sejak kolik sudah terbiasa digendong, dulu seharian kami menggendongnya bergantian. Reda kolikpun kami masih menggendong dia ke kiri dan ke kanan, tapi kami menganggap bahwa tingkahnya yang demikian karena ia mencari rasa aman dan nyaman di dunia ini, seaman dan nyaman di dalam rahim, jika ia temukan rasa itu, maka ia akan menjadi easy baby. Easy baby mudah dibawa ke mana saja, mau digendong siapa saja, ramah dan murah senyum. Itulah alhamdulillah yang kami dapati pada CMI. Bahkan saking aman dan nyamannya, ia mau tidur gelap-gelapan tanpa ketakutan. MasyaAllah.

Keempat, biasakan berbicara pada anak. Kami percaya bahwa 1000 hari pertama hidupnya, anak menyerap semua yang bersinggungan dengan inderanya, termasuk bahasa (the absorbent mind, Montessori). Kami selalu mengajak CMI ngobrol dan terkadang ia menimpali. Sebelum makan saya jelaskan dulu bahan makanan apa yang ia terima, kalau ingin meletakkan CMI atau dia akan digendong orang lain saya sampaikan dulu, kalau dia menonton saya tambahkan informasi seputar warna tokoh kartunnya. Kami berharap dari kebiasaan ini, CMI bisa lebih dini memahami bahasa. Karena dengan berbahasa, kami dapat lebih mudah mendapatkan petunjuk tentang perasaannya apakah ia lapar, mau main atau mengantuk.

Kelima masih terkait bahasa, biasakan minta izin/pamit pada anak. CMI pernah melalui masa separation anxiety, sungguh takut berpisah dengan saya.  Tapi alhamdulillah itu telah terlalui dengan konsistensi kami minta izin padanya, sampai sekarang saya dan abu cmi tak pernah mengendap-endap meninggalkan CMI saat ia tak awas. Saya selalu minta izin jika ingin ke dapur, ke kamar mandi atau tempat lainnya pada CMI, ini agar CMI merasa dirinya berharga, seperti manusia pada umumnya, dan bukan barang yang ditinggal pergi begitu saja. Hasilnya alhamdulillah CMI tak lagi takut ditinggal karena tahu saya akan kembali, bahkan sekarang ia mulai membalas lambaian tangan saya sekalipun saya hanya pamit menjemur pakaian. MasyaAllah.

Keenam, terbiasa duduk (bukan digendong atau keluyuran) saat makan dan mixing feeding. Mixing feeding maksudnya kami memadukan baby-led weaning dan spoon feeding pada CMI. Saya membiarkan CMI makan buah sendiri di booster seatnya sambil saya awasi, sedangkan kalau makan bubur selalu saya suapi. Hasilnya CMI alhamdulillah sangat gemar dan pandai makan buah sendiri, sementara asupan nutrisi untuk tumbuh kembangnya ia dapatkan dari suapan bubur. Kami sepakat tidak akan mentoleransi instant food untuk CMI, termasuk snack tidak jelas seperti biskuit2 dan ciki2, sampai tempo selama mungkin. Saya bisa menghabiskan banyak waktu di dapur untuk menyiapkan menu CMI yang meliputi buah pukul 7-8 pagi, bubur A pukul 10 dan 12 siang, buah pukul 3-5 sore, dan bubur B pukul 7-8 malam. Ini sudah komitmen saya yang didukung penuh abu CMI. Orang menyebut saya "rajin amat", menurut saya justru ini standar operasional memenuhi gizi anak. Biasa saja.

Ketujuh, tidak memarahi anak dalam bentuk apapun. Kami percaya bahwa membentak dan memarahi anak berakibat buruk pada pertumbuhan sel otaknya, sebaliknya mengasihi dan memberinya kata-kata positif berakibat baik untuk perkembangan otaknya. Karena itu kami bertekad untuk menghindari marah pada anak selama dalam masa emas perkembangan otaknya. Setelah itu kami akan mendisiplinkan CMI. Logikanya sederhana saja; untuk bisa menegakkan aturan pada anak, kami akan sangat memerlukan kemampuannya mencerna peraturan, dan itu dapat diperoleh setelah memberinya kasih sayang yang ia butuhkan dalam masa perkembangan otaknya. Semoga dalam hal ini insyaAllah kami istiqamah.

Kedelapan, no swing no walker. Dua benda ini sebenarnya benda sakti orangtua kami dulu. Tetapi setelah berdiskusi panjang lebar, kami sepakat untuk meniadakan benda ini dari list. Ayunan dan baby walker menurut kami 1)berbahaya 2)menimbulkan efek ketergantungan. Sebagai ganti ayunan, ada tangan ummi dan abi selalu siap (Oiya menggendong CMI seharian berefek pada kembali normalnya berat badan saya pasca melahirkan. hehe alhamdulillah) Sebagai alih-alih walker yang katanya "berguna" untuk belajar jalan, kami selalu biasakan CMI tengkurap untuk melatih dan memperkuat tulang belakangnya, itu lebih penting dari sekedar "cepat jalan".

Kedelapan, membiasakan CMI berjilbab, namun tidak dipaksa. Kami membelikan CMI jilbab bayi sejak usianya 4 bulan. Alhamdulillah CMI selalu betah berjilbab lama dan belakangan kalau sudah kembali ke mobil CMI mulai menarik2 jilbabnya minta dilepas. Allahu a'lam, mungkin dia sudah mengerti bertemu orang lain mesti berjilbab, tapi kalau hanya ada abi dan ummi boleh lepas lagi.

Masih sedikit konsep parenting yang kami punya dan akan kami terus benahi seiring waktu. Sejauh ini kesemua konsep itu mulai menampakkan hasil yang baik: CMI alhamdulillah adalah bayi sehat ceria yang senang berjilbab dan tenang saat orang sholat, mudah beradaptasi dengan segala kondisi, suka buah yang bertekstur dan lahap makan bubur, dan milestonesnya tercapai secara normal. Kami sangat bersyukur.

Saya dan abu cmi percaya bahwa parenting harus berkonsep. Kami pun tak asal caplok dalam meniru konsep parenting orang lain. Harus dipertimbangkan masak-masak. Harus ada landasan diterapkannya suatu perlakuan pada anak, landasan dan bukan alasan. Beda antara landasan dan alasan adalah: landasan konsep yang lahir pra perlakuan, alasan konsep yang lahir pasca perlakuan. Alasan menurut hemat saya adalah sekedar pembenaran. Alasan lahir dari parenting yang asal asalan dan "mengalir" sedangkan parenting samgat riskan jika go with the flow, karena ada karakter yang ingin ditempa. Pembangunan karakter itu tak dapat direvisi, oleh karena itu kami berlindung diri kepada Allah dari salah mengasuh anak. Inilah ikhtiar kami. Allahumma ihdiinaa.

Saturday, March 5, 2016

Enrekang~ 80%

Salah satu hal yang selalu membuat kami bahagia adalah menyusun rencana-rencana perjalanan, bagaimana tidak? Kami berdua adalah musafir yang begitu merindukan menjejak setiap inci bumi Allah, bukan hanya melepas penat bekerja dan mengurus rumah tangga, tapi juga mencari bijaksana.

Selama setahun sepuluh bulan pernikahan, kami sudah membuat banyak rencana perjalanan, lebih banyak berakhir di kertas saja, meski demikian itu yang selalu membuat kami semakin gigih mengejar target.

Saya selalu ingin membawa abu CMI ke Bone, kampung halaman ayah saya yang otomatis jadi kampung saya juga. Tiap idul fitri dulu saya selalu mudik ke sini, tapi sudah empat kali lebaran saya tidak mudik, pertama karena sedang mengurus keberangkatan ke Belanda, kedua karena masih di Belanda, ketiga karena ayah saya baru pulang umrah ramadan dan terlalu lelah untuk jalan ke Bone, keempat karena saya menanti hari lahir CMI.

Abu CMI juga selalu ingin membawa saya ke Wakatobi, kampung halaman ayahnya. Tapi satu saja kendalanya: biaya. Wakatobi letaknya cukup jauh, biaya transport berdua cukup mahal dan juga menguras waktu dan tenaga. --Mungkin nanti saja Sayang... saat sedekah kita mencapai jutaan perbulan. Sebagai ganti, Abu CMI mengajak saya ke Selayar, kampung halaman ibunya. Saya sampai hafal jalan di sana karena seringnya ke Selayar.

Akhir-akhir ini kami mulai berpikir hendak ke mana. Apalagi tanggal pernikahan kami akan berulang tak lama lagi. Tahun lalu pada tanggal itu saya sedang hamil 7 bulan, Abu CMI menyetir hingga ke puncak Malino. Tahun inipun, saya berharap ia bisa menyetir lagi, ke tempat yang jauh...

"Enrekang!" Itu saran Abu CMI. Abu CMI memang musafir sejati! ayah Wakatobi, ibu Selayar, lahir di Palopo dan besar di Enrekang.

Saya sudah hafal kisah-kisah masa kecilnya dulu di Enrekang. Dan sungguh mendebarkan untuk menapak tilas semua itu. Dan yang menambah debar senang adalah CMI akan membersamai kami. InsyaAllah.

Membawa CMI menempuh perjalanan yang sangat panjang butuh banyak persiapan psikis, fisik dan material. Psikis seperti yang sudah saya bahas di postingan lain adalah membangun trust. Ini penting CMI miliki, karena bayi dengan trust pada ibu dan ayahnya cenderung easy going dan senang pada hal baru, karena sudah terpatri rasa aman dan percaya pada dunia di luar rahim. Sampai saat ini saya masih mencoba menanamkan trust pada CMI, sudah terlihat hasilnya sedikit bahwa ia tidak takut tempat dan orang baru. Alhamdulillah. Semoga semakin berkembang.

Persiapan fisik adalah mengenai asupan. CMI saya biasakan makan terjadwal dengan gizi seimbang sehingga daya tahan tubuhnya baik. Alhamdulillah kita hidup di zaman informasi sehingga mudah sekali mengunduh fakta nutrisi makanan berdasarkan porsinya. Mungkin pengaruh trust juga, CMI alhamdulillah mau makan semua yang saya berikan meskipun kadang saya rada iseng. Selama tidak ada kandungan gula, garam, penyedap, cabe, tidak deepfried, tidak ada transfat, tidak ada bahan artifisial, saya berikan saja pada CMI. Alhamdulillahi robbil 'alamiin.

Persiapan materialnya apa? Satu yang paling penting kami miliki segera adalah carseat. Carseat adalah kursi bayi yang dipasang menggunakan sabuk pengaman mobil. Carseat punya sabuk khusus yang sesuai ukuran bayi, lebih tangguh mengamankannya insyaAllah daripada pangkuan dan pelukan ibunya (kalau-kalau ibunya lelah, dan itu selalu mungkin terjadi). Seharusnya kami sudah membeli carseat sejak CMI lahir dan membiasakan CMI duduk di carseat tapi kami terlalu menganggap remeh pentingnya barang satu ini. Namun demikian, akhirnya carseat bagus yang memenuhi standar keamanan dan kenyamanan bayi terbeli juga alhamdulillah.

Persiapan ke Enrekang hampir 80%. Kami punya rencana. ALLAH PUNYA KEHENDAK. Semoga saja rencana dan kehendak dapat bertemu :)

Friday, February 12, 2016

Menu Mpasi CMI I

Alhamdulillah CMI sudah masuk hari ke-18 makan Mpasinya. Saya senaaaang sekali dengan kegiatan membuat mpasi ini, apalagi melihat progres cmi yang semakin terbuka untuk mencoba makanan baru. Alhamdulillah.

Cmi sudah banyak berpetualang rasa, bau dan tekstur. Selain makanan utamanya yang puree, cmi juga mendapat finger food. Puree yang saya berikan awal2 hanya berupa satu bahan yang dihaluskan lalu disaring. Pure puree. Kalau finger food saya baru berani kasih yang lunak seperti pisang, jeruk, keju.

Melihat cita rasa cmi yang semakin berkembang, sayapun mulai berani mix beberapa bahan yang kira-kira bisa seimbang dan tidak overpower one another kalo istilah mastersyefnya hehe. Berikut menu mpasi cmi tiga hari terakhir:

1. Alpukat dan extra light olive oil.
Ini simpel dan kalau saya bilang perpaduan superfood. Alpukat mengandung kalori, serat, vitamin b6, vitamin c, potasium dan zat besi. Karena nabati, nutrisinya mudah diurai dalam tubuh. Extra light olive oil adalah weight booster yang sesuai untuk usia cmi sekarang.

Bikinnya sederhana, alpukat matang disaring tanpa dihaluskan, setelah itu tuang olive oil sedikit saja. Sajikan.

2. Sup jagung keju
Lebih ribet dikit sekaligus memperkenalkan rasa gurih buat cmi. Jagung mengandung rasa manis dari karbohidrat yang bisa menjadi tenaga cmi buat gegulingan. Keju tinggi kalsium dan protein untuk tulang dan jaringan.

Satu tongkol jagung manis dipipil, tumis dengan olive oil. Tambahkan air secukupnya hanya untuk mematangkan jagung dan sekitar 5 gram keju, jangan banyak2 kejunya karena keju tinggi natrium dan bayi tidak butuh banyak zat ini. Aduk sampai jagung lunak dan keju meleleh. Setelah lunak, pindahkan ke blender/food processor, proses halus, saring dan sajikan.

3. Bubur oat jus apel
Sejak hari pertama mpasi, saya sudah mengenalkan bubur oatmeal untuk cmi, sebenarnya dia tidak suka, mungkin karena rasanya yang hambar plus tekstur lengketnya. Hari ini saya coba menyaringnya dan berharap cmi suka karena di mata saya oat adalah superfood. Alternatif baik untuk karbo dan serat pangan, selain itu yang terpenting oat juga mengandung zat besi. Saya padukan dengan apel, selain untuk menambah rasa manis masam, apel kaya vitamin c. Zat besi hanya dapat diserat tubuh dengan baik jika dibarengi asupan kalsium dan vitamin c.

Panaskan air 100ml/ setengah gelas, masukkan 3sdm oatmeal masak (quaker biru), setelah mengental matikan api. 1/4 apel fuji dipotong tanpa dikupas kulitnya (karena kulitnya juga banyak nutrisi). Proses oatmeal dan potongan apel sampai halus dalam blender. Saring dan sajikan.

Dari ketiga resep di atas cmi paling suka oatmeal apel. MasyaAllah. Makannya lahap sampai mau menyuap dirinya sendiri dengan merebut sendok dari tangan saya. Ini saya tidak nyangka karena dulu cmi malas sekali makan oat. Mungkin karena sudah disaring dan aroma apelnya tajam memberi kesan segar. Ok, itu dulu resepnya. Besok-besok updet lagi. Saya tertarik memberi cmi puree campur santan dan protein hewani seperti telur dan ayam kampung.

Saturday, February 6, 2016

Ready set go: Mpasi CMI

Horee alhamdulillah. Tiga hari lagi CMI touchdown 6 bulan. Kalau kata orang lulus ASIX. Saya harus jujur bahwa 6 bulan ASI eksklusif CMI telah dibatalkan oleh asupan sufor pada hari-hari pertamanya. Itu karena asi saya yang tidak cukup disebabkan stres berlebih. Klasik ibu baru. Tetapi setelah berniat kuat, alhamdulillah CMI dapat dicukupi hanya dengan asi ibunya.

Nah, setelah tiba di 6 bulan, CMI butuh asupan tambahan untuk mendukung tumbuh kembangnya, khususnya zat besi yang mulai terdeplesi secara signifikan dalam asi setelah 4 bulan menyusu. Zat besi harus diperoleh secara alami dari makanan atau dari fortifikasi dalam sereal.

Sebenarnya kita sudah boleh menambahkan mpasi bahkan sejak usianya masih 4 bulan, tetapi dikhawatirkan sistem pencernaannya belum siap, karena itulah rekomendasinya tetap 6 bulan boleh mpasi.

CMI bagaimana? Ia sudah mulai mpasi sejak 5 bulan 17 hari. Saya berani memajukan mpasi CMI karena kesiapan-kesiapan yang ia tunjukkan. Khususnya ketertarikan yang tinggi terhadap makanan.

Sejak usianya 2 bulan, saya sudah browsing sana sini tentang menu mpasi. Tapi saya tiba tiba terbentur informasi bahwa bukan hanya menu, metode mpasi juga beragam... yah tidak beragam amat sih ada 2 aliran metode: spoon-feeding dan baby-led weaning.

Saya khususnya jatuh cinta sekali dengan baby-led weaning atau blw. Kesannya bayi blw itu mandiri sekali, seakan bisa membuat keputusan sendiri tentang seberapa banyak ia mau makan, eksplorasi tekstur rasa dan bau juga terpenuhi. Ini metode yang saya impi-impikan! Sayapun membeli kebutuhan wajib blw yakni booster seat (atau bisa highchair) dan bib lebar. Dari jauh- jauh hari saya sudah menyisihkan plastik bungkus mesin cuci untuk alas booster seatnya.

Lalu bismillah... makanan pertama CMI: stik wortel kukus. Dia melihatnya, menggenggamnya daaaan memasukkannya keee... lubang hidung, pemirsa! Berhari-hari saya ganti menu ke apel, alpukat, timun, oat rebus... semua hanya ditatap barang dua kejap dan dicueki total.

Sementara itu saya dilanda stres berat karena CMI hanya naik 300gr bulan ini. Kendatipun beratnya sudah ada di median untuk bayi usia 5 bulan, saya tetap cemas akan tumbuh kembangnya.

Membesarkan anak adalah tanggung jawab saya, oleh karena itu sayalah yang akan membuat keputusan, bukan CMI. Walhasil saya memadukan spoon-feeding dan blw. Saya menyuapi CMI puree kentang, ditelannya. Puree apel, dinikmatinya. Puree labu, dilepeh, kunyah sedikit lalu telan. Puree nasi, dimuntahkannya. Puree wortel, favoritnya. Buah pisang, tidak mau disuap tapi mau genggam sendiri.

Sulit dipercaya, tapi CMI punya caranya sendiri untuk menikmati mpasi, bahkan makanan favorit dia sudah punya: puree wortel dan pisang utuh. Bagi saya yang terpenting kebutuhan gizinya terpenuhi, dibiasakan makan tenang dengan duduk di booster seat, dan ia selalu senang saat waktu makan tiba.

Nb: sedikit mustahil bagi bayi 5bulan+ tapi CMI kalau tiba waktu makannya sudah bisa bilang "mam mam".

Ready set go: Mpasi CMI

Horee alhamdulillah. Tiga hari lagi CMI touchdown 6 bulan. Kalau kata orang lulus ASIX. Saya harus jujur bahwa 6 bulan ASI eksklusif CMI telah dibatalkan oleh asupan sufor pada hari-hari pertamanya. Itu karena asi saya yang tidak cukup disebabkan stres berlebih. Klasik ibu baru. Tetapi setelah berniat kuat, alhamdulillah CMI dapat dicukupi hanya dengan asi ibunya.

Nah, setelah tiba di 6 bulan, CMI butuh asupan tambahan untuk mendukung tumbuh kembangnya, khususnya zat besi yang mulai terdeplesi secara signifikan dalam asi setelah 4 bulan menyusu. Zat besi harus diperoleh secara alami dari makanan atau dari fortifikasi dalam sereal.

Sebenarnya kita sudah boleh menambahkan mpasi bahkan sejak usianya masih 4 bulan, tetapi dikhawatirkan sistem pencernaannya belum siap, karena itulah rekomendasinya tetap 6 bulan boleh mpasi.

CMI bagaimana? Ia sudah mulai mpasi sejak 5 bulan 17 hari. Saya berani memajukan mpasi CMI karena kesiapan-kesiapan yang ia tunjukkan. Khususnya ketertarikan yang tinggi terhadap makanan.

Sejak usianya 2 bulan, saya sudah browsing sana sini tentang menu mpasi. Tapi saya tiba tiba terbentur informasi bahwa bukan hanya menu, metode mpasi juga beragam... yah tidak beragam amat sih ada 2 aliran metode: spoon-feeding dan baby-led weaning.

Saya khususnya jatuh cinta sekali dengan baby-led weaning atau blw. Kesannya bayi blw itu mandiri sekali, seakan bisa membuat keputusan sendiri tentang seberapa banyak ia mau makan, eksplorasi tekstur rasa dan bau juga terpenuhi. Ini metode yang saya impi-impikan! Sayapun membeli kebutuhan wajib blw yakni booster seat (atau bisa highchair) dan bib lebar. Dari jauh- jauh hari saya sudah menyisihkan plastik bungkus mesin cuci untuk alas booster seatnya.

Lalu bismillah... makanan pertama CMI: stik wortel kukus. Dia melihatnya, menggenggamnya daaaan memasukkannya keee... lubang hidung, pemirsa! Berhari-hari saya ganti menu ke apel, alpukat, timun, oat rebus... semua hanya ditatap barang dua kejap dan dicueki total.

Sementara itu saya dilanda stres berat karena CMI hanya naik 300gr bulan ini. Kendatipun beratnya sudah ada di median untuk bayi usia 5 bulan, saya tetap cemas akan tumbuh kembangnya.

Membesarkan anak adalah tanggung jawab saya, oleh karena itu sayalah yang akan membuat keputusan, bukan CMI. Walhasil saya memadukan spoon-feeding dan blw. Saya menyuapi CMI puree kentang, ditelannya. Puree apel, dinikmatinya. Puree labu, dilepeh, kunyah sedikit lalu telan. Puree nasi, dimuntahkannya. Puree wortel, favoritnya. Buah pisang, tidak mau disuap tapi mau genggam sendiri.

Sulit dipercaya, tapi CMI punya caranya sendiri untuk menikmati mpasi, bahkan makanan favorit dia sudah punya: puree wortel dan pisang utuh. Bagi saya yang terpenting kebutuhan gizinya terpenuhi, dibiasakan makan tenang dengan duduk di booster seat, dan ia selalu senang saat waktu makan tiba.

Nb: sedikit mustahil bagi bayi 5bulan+ tapi CMI kalau tiba waktu makannya sudah bisa bilang "mam mam".

Karir dan Carrier

Tahapan yang sedang dilalui Chadija Masagena (5m27d) saat ini sangat penting dan riskan, masa di mana dia berusaha mendefinisikan apakah dunia ini aman baginya atau tidak. Saya dalam upaya meyakinkan dia bahwa dunia aman dengan selalu berada di sisinya. Tetapi sebentar lagi cuti saya berakhir, pekerjaan sampingan yang mengharuskan saya hadir minimum 2 kali seminggu sudah memanggil.

Awalnya saya santai saja ingin meninggalkan dia dengan secondary caregiver yakni ayahnya, yang sedikit banyak telah menggantikan saya saat harus memasak dan urusan singkat lainnya. Ia percaya dan nyaman. Tapi apa itu cukup? Ternyata tidak. Ia tetap membutuhkan rasa aman yang tidak tergantikan dari saya, primary caregiver. Akhirnya bermodal carrier bayi, saya betekad membawanya ke manapun saya pergi, termasuk ke tempat kerja.

Kemarin saya menghadiri undangan rapat koordinasi, sekaligus mencoba mengetes bagaimana reaksi Chadija Masagena di tempat kerja saya, setelah minta izin bawa bayi tentunya. Hasilnya? Ia teriak teriak dan ujungnya nangis rewel pada saat petinggi petinggi tengah memberi kata sambutan. Sayapun pamit pulang kendati ada kenalan yang menawarkan diri menggendongnya agar saya bisa ikut rapat. Bukan. Bukan sekedar digendong yang dibutuhkan anak saya, tetapi sayalah yang ia butuhkan, perhatian penuh tanpa interupsi. Lalu apakah saya kapok membawanya ke tempat kerja? Tentu saja tidak.

Saya ingin terbentuk rasa aman dan percaya pada diri anak saya sebelum saya melepasnya ke dunia. Hal terakhir yang boleh terjadi adalah ia melihat dunia ini dengan skeptis, diliputi rasa curiga dan berjaga-jaga. Menuntut perhatian secara simultan, hanya itu terus yang dilakukannya, ditunjukkan dengan aksi 'cengeng' dan 'nakal'. Kelak ketika dewasapun ia cenderung memasang tameng terhadap hal baru dan asing. Sungguh, bukan karakter ini yang saya harapkan pada dirinya.

Jadi semester ini saya tetap melanjutkan karir saya sembari menggendong Chadija Masagena dalam carriernya.

Kerjaan saya hanya sambilan, membesarkan anak tetap yang utama.

Thursday, January 7, 2016

Ustad Minta Maaflah

Baru saja saya membaca repost screencap twit  Ustad Felix yang mendiskreditkan ibu pekerja yang katanya menghabiskan lebih banyak waktu di kantor daripada bersama anak. Ok. Saya hanya mau bilang: minta maaflah ustad. Segera.

Sekarang memang lagi zamannya perang 'ideologi' antara working mom dan fulltime mom. Perang yang di mata saya tidak relevan dan siasia belaka. Semua peranan ibu memiliki alasannya masingmasing, dan sangatlah tidak dewasa untuk menghakimi satu peranan atas peranan lainnya.

Sebutlah Ummi saya yang notabene adalah working mom. Ummi bekerja sejak pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore. Saya hampir tidak ingat kapan Ummi mulai bekerja. Saya hanya ingat Ummi selalu bekerja meninggalkan kami di rumah dan baru pulang petang. But does that make her less like a mom? No! Setiap sebelum pergi, sejak subuh Ummi sudah beresberes dan memasak, meninggalkan kami dengan makanan, pulang ia kembali merapikan hamburan yang kami sebabkan, mengajar kami mengaji lalu mengobrol sambil memijit kaki beliau. Kami adalah anakanak yang tak pernah kekurangan perhatian. Kami selalu merindukan Ummi. Kami selamanya menyayangi Ummi.

Lalu bagaimana pula dengan ibu macam saya yang senang disebut fulltime mom meski pada kenyataannya saya dosen yayasan di salah satu universitas swasta dan juga seorang wirausaha? Di mana tempat saya dalam 'perang' ini?

Jangan jangan perang ini memang absurd adanya... di akhir hari yang terpenting adalah tetap melakukan hakikatnya sebagai ibu yang memiliki anak: menyayangi anak kita. Sementara itu adalah hal yang pasti. Dan lagi, anak tak akan buta dan mati rasa terhadap kasih sayang sejati.

Saya yakin Ustad Felux juga pernah dididik ibu guru, and to some other child she's a loving mom that the child always long for.

Ibu adalah ibu. Berkarir maupun tidak.

Tuesday, January 5, 2016

Tv for CMI

CMI sudah masuk usia main. Saya dan abu CMI kalau meladeni CMI main bisa sampai mati gaya, roleplay sudah, krincingan sudah, tummy time sudah, baca buku kain sudah... pokoknya sampai bingung CMI mau diajak main apa lagi. Walhasil berangkatlah ke depan tv nonton upinipin. Ini favorit CMI belakangan, saat ia mulai familiar dengan dua bocah animasi berkepala gundul itu :) tapi ada yang bikin resah tiap CMI nonton tv, yang juga bikin resah hampir semua ibuibu: iklan.

Hampir setiap kali nonton saya dan abu CMI pasti mappotepote tentang betapa tidak mendidiknya tayangan2 lokal. Di dua rumah sebelumnya kami langganan pr*m*tv dan tr*nsv*si*n yang mendukung kami kalaukalau anak menonton tetap ada tontonan yang mendidik buat mereka. Hal ini membuat kami tiba pada kesimpulan pentingnya memfasilitasi tontonan yang layak buat anak kami.

Kami putuskan berlangganan t*ptv bawahannya tv kabel terkemuka tapi iurannya jauh lebih terjangkau. Dengan program pilihan banyak ke edukasi dan tv anak. Tv kabel hanya kami pasang di ruang keluarga agar tidak terbiasa menonton sampai larut malam. Kami mau membudayakan menonton punya waktu khusus.

Banyak sih orangtua modern zaman sekarang yang sama sekali tidak memberi akses tv buat anaknya, tapi kami sepakat total abstinence is rather backward. Soalnya saya dan abu CMI merasa CMI juga perlu informasi misalnya dari national geographic, perlu hiburan dari baby tv contohnya. Selama tv time selalu didampingi, tv time bisa dikorporasi ke dalam smart parenting. Toh banyak anak sekarang yang mau jadi hafiz karena ada program tvnya yang mereka tonton.

Tugas kita sebagai orangtua adalah menunjukkan jalan buat anak-anak kita, kelak kalau besar mau jadi apa, dan biarkan mereka memilih sendiri, karena hanya dengan pilihan sendiri anakanak maksimal dalam mengerahkan segala kemampuannya. Saya adalah 'korban' silahkan pilih sendiri dari orangtua saya, dan saya benar benar memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin, saya senang dan puas dibiarkan dan dibebaskan oleh orangtua saya dan akhirnya saya berterimakasih melalui prestasi.

Nah, hubungannya apa dengan tv time? Tv sejatinya memberi kita informasi mengenai dunia di luar sana yang tak dapat kita capai. Kita bisa tau ada Meerkat family, bisa tau tuna bluefin harganya lima puluh juta, tau aurora borealis, tau anak anak amerika jago masak atas bantuan tv . Tv seharusnya membuka mata kita atas dunia, menunjukkan kita banyak pilihan hidup... karena itu saya mau CMIku punya tv time yang memadai. Dan apa yang ia lihat kalau tidak menghiburnya, seharusnya membuka cakrawala berpikirnya.

Nb: belakangan CMI cuma mau nonton klo tayangannya seputar animal planet atawa ngc, kalo babytv malah bosann, mungkin familiar semasa di kandungan kedengaran chanel itu terus xD