Saturday, December 26, 2009

Peak Hours Part 2


[Behind The Scene] PARADOKS: Journalist in Perception
Statement : “What the people think, and what the facts say.”
Duration : 9.30 min
PH : ForOur Production
Producer : Chaerunnisa Nurdin
Production Manager : St. Ulfah Rani
Director : Raidah Intizar
Ast. Director : Feriasmita, Ahmad Yani.
DOP : Taufiq
Camera Person : Chaerunnisa Nurdin
Narrator : St. Ulfah Rani
Editor : Taufiq

“Ini adalah mata kuliah pilihan, dengan kata lain standar untuk mata kuliah ini tentunya lebih tinggi dari pada yang lain.” Atas landasan itulah Bang Soni memberi kami tugas luar biasa sulit: membuat film dokumenter.

Dalam pengertian yang kususun dari berbagai sumber, Dokumenter adalah:

Film dokumenter, dipahami sebagai film yang mendokumentasikan kenyataan. Istilah "dokumenter" pertama kali digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926.

Di Perancis, istilah dokumenter digunakan untuk semua film non-fiksi, termasuk film mengenai perjalanan dan film pendidikan. Berdasarkan definisi ini, film-film dahulu seluruhnya adalah film dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya kereta api masuk ke stasiun, dan sebagainya. Pada dasarnya, film dokumenter merepresentasikan kenyataan. Artinya film dokumenter menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan. (id.wikipedia.org)

"This is a revolution - that anyone can make a movie and spread the word about something they believe deeply in, and find an audience that cuts across politics," kata Robert Greenwald, direktur Wall-Mart.

Menilik pengertiannya, membuat dokumenter idealnya tidak dilakukan serampangan, harus dengan rangkaian riset mengenai objek dokumentasi. Data valid, dan bisa dipertanggungjawabkan, serta di sisi yang sama, bisa menampilkan subjektivitas pembuat film.

Kelompokku terdiri dari Ulfah, Icha, Opi, Kak Mita dan Ahya. Dari sekian tema yang diundi hari itu, kami mendapatkan tema wartawan. Kelompok lain mendapatkan tema: nelayan, kuliner, pasar, taman baca, dan pemulung.

Sebenarnya aku sangat berharap bisa mendapat tema nelayan, pasar, atau pemulung. Semua hal yang berdekatan dengan masyarakat, rasanya memikirkan ide dari ketiga tema itu tidak akan sulit. Pasti ada hal menarik yang bisa didedah.

Nyatanya: wartawan! Kenapa harus wartawan?!

Belum pernah dalam hidupku, pikiranku sungguh menemui kebuntuan. Bagaimana kita membuat film dengan tema wartawan. Apa ada sosok wartawan yang spesifik memiliki keunikan sendiri? Atau haruskah mengangkat tema-tema sensitif seperti kebiasaan barter berita? Atau personalisasi saja?

Bingung.

Presentasi pertama kami, kami akan mengangkat tema yang sensitif: barter berita dan suap oleh oknum wartawan. Aku ragu dengan topik itu. Bagaimana merisetnya? Apakah memungkinkan? Nantinya, bagaimana mendapatkan pengakuan?

Bingung.

Kubiarkan ide-ideku keluar dulu, pelesir bersama sang waktu. Mungkin nanti dia akan kembali, membawa ide-ide baru.

Tapi sungguh gawat! Film belum selesai, deadline sekitar dua minggu lagi!

Keadaannya sudah status siaga dua, aku dan teman-temanku memutuskan riset di Warkop Dg. Anas, tempat wartawan biasa mangkal. Tepat saat kami turun dari mobil, wartawan-wartawan di tempat itu menatap kami seakan-akan kami alien yang baru turun dari UFO. Mereka merendahkan suara, agar dapat mendengar pembicaraan kami, melirik-lirik ke arah kami… sangat tertutup!

Bagaimana ini?

Dengan perasaan tak tuntas dari Dg. Anas, kami beralih ke PWI. Di sana kami disambut baik oleh sekretaris PWI, Pak Hasan, dia tahu benar kebutuhan kami, berjanji akan menyampaikannya kepada ketua PWI. Mereka akan mencari tahu, apa yang bisa mereka bantu.

Pada hari Kamis, Pak Hasan menelepon, meminta kami datang bertemu ketua PWI sehabis Jumatan besok. Kami menepati janji, dan ketua PWI juga datang tak lama setelah kami, Pak Zulkifli Gani Ottoh, komisaris FAJAR.

Pria yang tampak simpatik ini menanyai kami akan membuat dokumenter dari sisi apa? Lembaga atau personal? Kami menjawab personal. Pak Zul lalu menawarkan kami beberapa kehidupan wartawan yang bisa diangkat, wartawan yang adalah mahasiswa doktoral, serta wartawan yang penjual sayur.

Aku terilhami! Kenapa tidak membuat film dengan paradoks? Pertentangan sesuatu. Wawancara masyarakat, tanyakan pendapatnya tentang wartawan dan sajikan fakta yang berlawanan dengan pernyataan itu. Setidaknya ada dua versi wawancara.

Nah, ini semakin mudah. Sekarang tinggal bagaimana Pak Zul mengakomodasi kami untuk bertemu dengan wartawan-wartawan itu. Sangat disayangkan, kesibukan Pak Zul menjadi penghalang besar dalam mewujudkan film dokumenter kami.

Maka, dengan sedikit harapan pada beliau, kami beralih pada sumber mediator lain. Teman-teman menawarkan beberapa nama senior, mereka bilang Kak Budi atau Kak Iwan Taruna.

Saat sudah jelas Pak Zul tidak bisa memberi kami bantuan lagi (Pak Zul, di manakah Anda berada, Pak?), kami menghubungi Kak Iwan Taruna. Dari beliau kami mendapatkan dua wartawan paradoks: Pak Husein Abdullah (mantan direktur SUN TV, MNC), dan Adnan (fotografer media online ANTARA).

Pak Uceng tidak bisa dijadikan tokoh dokumenter, pasalnya beliau lagi di luar daerah. Pak Uceng mengarahkan kami pada Nasarullah Nara (dewan redaksi Kompas). Kasus yang sama, Nasarullah Nara lagi di luar daerah, Bang Nara mengalihkan kami pada Nur Korompot (ketua biro Bisnis Indonesia regional Indonesia Timur).

Maka, fix-lah hari itu: Adnan dan Nur Korompot menjadi dua wartawan dalam dokumenter paradoks kami.

Tetapi bagaimana membuat film kami berbeda? Film kelompok lain, disebut-sebut menyerupai berita feature atau laporan investigatif. Apa yang harus kami lakukan untuk bisa menjadi otentik? Pada paruh semester lalu, film kami ditahbiskan mayoritas kelas sinematografi sebagai film terbaik, bagaimana mempertahankan predikat itu?

Inspirasi tiada henti. Saat sedang menyimak editing salah satu film dokumenter anak muda, aku terinspirasi untuk membuat dokudrama. Mudah saja, cukup menyelipkan tokoh dokudrama di bagian awal dan akhir, dialah yang akan bertanya-tanya mengenai paradoks persepsi masyarakat tentang wartawan.

Ewi, sobatku, terpilih jadi tokoh itu. Sudah seharusnya dia, dia punya semangat besar untuk menjadi wartawan, itu sesuai dengan propaganda kami.

Sekarang, saatnya mengambil gambar Adnan. Kami akan bertemu di Warkop Dg Anas. Sekali lagi, saat kami turun dari mobil, mereka memantau kami seakan-akan kami makhluk asing. Apalagi tak sesuai bayangan, rupanya Adnan belum memutuskan akan membantu kami atau tidak. Di saat-saat kritis itu, tiba-tiba semua wartawan yang semeja dengan Adnan membujuk Adnan untuk membantu kami.

Dengan intimidasi seperti itu –hehehe- jadilah Adnan tokoh utama kami. Rupanya para wartawan ini tidak sedang melihat kami sebagai alien, tetapi sedang bertanya-tanya apa yang bisa mereka bantu.

Selanjutnya, Pak Nur Korompot! Kami baru tiba di kantor Bisnis Indonesia menjelang petang, setelah makan di food court, kami buru-buru turun untuk mengambil gambar sebelum malam. Dan semua berjalan sesuai harapan.

Proses editing adalah yang paling menggunakan kerja otak dalam hal ini. Bukan otot yang letih, tetapi lelah otak!

Setelah banyak debat kusir, saling mempertahankan ide, gangguan teknis, kesepakatan setengah hati, ketersinggungan, kemarahan, dan lain-lain yang membuat perasaan tidak enak, akhirnya film itu jadi juga.

Bisa dibilang film kami memakan waktu riset paling panjang. Tetapi kami telah sukses membuktikan hipotesis kami. Awalnya kami merumuskan bahwa memang ada perbedaan persepsi tentang wartawan di masyarakat, bahwa wartawan itu sejahtera, sederhana, atau bahkan melarat. Sementara fakta membuktikan bahwa ini bukan persoalan paradoks, tetapi proses.

Kami mendapati bahwa kebanyakan wartawan sejahtera juga pernah menjadi wartawan menengah ke bawah. Buktinya, wartawan berada dalam status sejahtera, setelah lama mengemban karirnya. Sebaliknya, kami menemukan wartawan dengan kondisi ekonomi yang tidak memadai adalah mereka yang baru memulai.

Jadi, paradoks itu bukanlah dua atau beberapa variabel hitam putih. Semuanya ternyata merupakan satu proses.

Film ini bisa masuk rekor, take gambar penting dilakukan sehari sebelum submit tugas. ^^:

Peak Hours Part 1

Saat saya berpikir akan menulis catatan ini, saya jadi sedikit terkejut, benarkah sudah satu semester berlalu?

Absen-absen final yang panjangnya satu meteran itu menjawab: benar.

Ini semester yang benar-benar menyibukkan, gila! Rasanya masih kemarin saya keluar masuk studio Sun TV dalam rangka magang liburan, tau-tau saya sudah berakhir di sini, menulis catatan ini. Kesibukan memang membuat waktu terasa berjalan begitu cepat.

Semuanya dimulai dengan ambisi menuntaskan kredit sebanyak mungkin, saya selalu berharap bisa mengambil kredit tertinggi tiap tahun ajaran baru dimulai. Sejauh ini, tidak ada yang menyulitkan dari total 24 sks. Tetapi semester ini tentunya ceritanya berbeda.

Hppf; rupanya ini karena keputusan saya mengambil program studi jurnalistik. Semua orang tahu, jurnalistik idealnya adalah ilmu yang dialami, bukan hanya dipelajari melalui teori. Dan mata kuliah yang kaitannya dengan jurnalistik menuntut pesertanya untuk menyusun opini, berita, artikel, program berita televisi, film pendek, film dokumenter. Nah, menuliskan semua tugas-tugas itu saja, saya rasanya sudah lelah.

Pertama, mata kuliah Jurnalistik Media Cetak. Dosen untuk MK ini ada dua orang: Pak Hasrullah dan Pak Sudirman. Mereka bergantian mengisi mata kuliah, dan memberi tugas setiap minggu. Tugasnya seputar membuat artikel, opini, berita, wawancara dengan tokoh –saat itu saya kebagian wawancara sekda SulSel, dan setumpuk paper.

Kedua adalah Grafika dan Penerbitan. Dosen MK ini adalah Bang Soni dan Pak Gaffar. Mendengar judul mata kuliah saja sudah ketahuan, pesertanya akan berurusan dengan tulisan dan desain halaman. Bang Soni memberi tugas menulis biografi dan desain halaman, Pak Gaffar banyak berbicara tentang penyuntingan.

Ketiga Retorika dan Keprotokolan. Dosen MK ini harusnya dua: Pak Qahar dan Ustad Das’ad. Tapi maklum saja sama ustad satu ini, jam terbangnya kelewat tinggi. Jadilah Pak Qahar yang mengisi kuliah sepanjang semester, memberi tugas pidato untuk semua peserta kelas.

Keempat yaitu Sinematografi. Dosennya Pak Subhan dan Bang Soni. Inilah MK terberat versiku. Saya sebenarnya tau resiko mengambil mata kuliah ini, tetapi lelah-lelahan dalam mengerjakan tugas-tugasnya tidak bisa kudiamkan begitu saja. Paruh semester pertama, Pak Subhan memberi mid tak tertulis berupa pembuatan film cerita. Paruh semester kedua Bang Soni menugaskan kami membuat film dokumenter –untuk pembuatan film dokumenter, agaknya saya harus membuat tulisan lain.

Kelima, Jurnalistik Siaran. Dosennya Pak Aswar, Pak Mul, dan Bang Soni. Ini MK yang diyakini akan membuatmu menderita. Tugas-tugasnya seputar membuat program berita radio individu, dan kelompok, serta mebuat program berita televisi. Bang Soni sudah bisa dipastikan yang memberi tugas kedua ini, dan bisa dipastikan juga ini sama sekali tidak sederhana.

Keenam, Promosi dan Periklanan. Dosennya adalah kepala perpustakaan Unhas, Pak Noerjihad. Kuliah bertempat di beberapa titik di perpustakaan. Tidak banyak yang bisa diceritakan, karena dosennya jarang masuk.

Ketujuh, Human Relation. Dosen paruh semester pertama adalah sang ketua jurusan, Pak Nadjib. Luar biasa, bahasa pengantar MK adalah bahasa Inggris. Bahan MK juga referensi berbahasa Inggris. Kadang prensentasi berbahasa Inggris. Dosen paruh semester selanjutnya adalah Pak Subhan, seperti lumrahnya, Pak Subhan tidak mengadakan final dan hanya memberikan tugas-tugas serta penilaian dari keaktifan di kelas.

Kedelapan, Etnografi. Yang satu ini adalah MK lintas jurusan, lintas fakultas. Dosennya sendiri bukan orang komunikasi, tetapi selain debat common sense dalam kelas dan ruang kelas yang pengap, tak banyak yang bisa kuberitahukan.

Semester ini menghadapkanku pada satu titik balik yang aneh: saya ingin jadi anak prodi Public Relation. Saya menafikan cita-cita saya sejak dulu untuk merasakan profesi jurnalis. Tetapi melalui diskusi singkat, Kak Afni sudah memberitahukan saya, menjadi anak jurnal, memang tidak mudah. Ini adalah refleksi profesi jurnalistik kelak, inilah yang akan kami hadapi, mungkin lebih parah.

Setidaknya, selain semester tersibuk, semester ini merupakan semester paling produktifku sejauh ini. Setidaknya saya telah membuat beberapa opini untuk dikirim ke koran lokal. Saya dan teman-teman juga membuat dua karya jurnalistik radio, satu film pendek, satu liputan televisi, dan satu film dokumenter. Ini setimpal. Kalau orang Takalar bilang, worth it. Hehehe…
Pelajaran moral yang bisa diambil, kalau tak siap gila, jangan berpikir masuk komunikasi. ^^;

Friday, December 4, 2009

Leadership


Dalam suatu organisasi, baik itu organisasi besar maupun organisasi kecil, formal maupun informal, kita selalu bisa menemui seorang pimpinan dan orang-orang yang dipimpin. Ini semua tidak lepas karena suatu kelompok selalu membutuhkan arahan dari seorang representasi. Orang inilah yang kemudian dikenal sebagai pemimpin, dan diharapkan bisa membantu kelompok menuju tujuan yang ingin dicapainya. Pemimpin dan kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Kepemimpinan memegang peran yang penting. Bahkan segala sesuatu akan bangkit dan jatuh karena kepemimpinan. Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin.

Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama (Panji Anogara).


A. DEFENISI PEMIMPIN & KEPEMIMPINAN

The Oxford English Dictionary (1933) mencatat kata-kata pemimpin dalam bahasa inggris (lead) muncul pada tahun 1300, meskipun begitu kata kepemimpinan sendiri baru muncul pada tahun 1800. Sebagaimana yang tercatat dalam tulisan hasil penelitian Thomas Carlyle dan Francis Galton. Carlyle dalam karyanya Heroes and Hero Worship (1841) menemukan fakta tentang karakteristik psikis, kemampuan dan bakat seseorang yang dibesarkan dengan kekuasaan. Sedangkan Galton menguji kualitas kepemimpinan seseorang yang berkuasa di dalam keluarganya, dan menulis karyanya Hereditary Genius pada tahun 1869 .

Terlepas dari
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article-- fakta sejarah, defenisi kepemimpinan pada dasarnya lebih merupakan konsep yang berdasarkan pengalaman. Adanya raja, kaisar, kepala suku atau apapun namanya, ketika fungsinya untuk memimpin, maka ia adalah pemimpin.

Banyak defenisi yang berbeda tentang kepemimpinan, di antaranya adalah yang dikemukakan Mumford: “Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam proses mengontrol gejala-gejala sosial.”

Bernard menyimpulkan bahwa pemimpin dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutihan dan harapan-harapan para anggota kelompoknya. Pada gilirannya, ia memusatkan perhatian dan pelepasan energi anggota kelompok ke arah yang sang pemimpin inginkan.

Sedangkan kepemimpinan, ada beberapa definisi kepemimpinan yang menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut. Berikut defenisi kepemimpinan menurut beberapa theorist:

Alan Keith of Genentech states that, "Leadership is ultimately about creating a way for people to contribute to making something extraordinary happen."

Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu(Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).

Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin p
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--elaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).

Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).

Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).

Munson mendefenisikan kepemimpinan sebagai kemampuan mengatasi orang lain untuk memperoleh hasil maksimal dengan sedikit friksi dan banyak kerjasama. Kepemimpinan adalah kekuatan semangat atau moral yang kreatif dan terarah. Stuart mendefenisikan kepemimpinan sebagai kemampuan yang memberi kesan tentang keinginan pemimpin, sehingga timbul rasa patuh, hormat, loyal, dan kerjasama yang baik. Sedang Bennis mendefenisikan kepemimpinan sebagai proses seseorang mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai keinginannya.

Beberapa ahli teori terdahulu menggunakan konsep pemimpin sebagai faktor yang menentukan dalam hubungan dengan pengikut, atau lebih jelasnya, bukan untuk koersi pengikut, namun untuk melakukan persuasi dengan pengikut.

Schenk menyatakan bahwa kepemimpinan adalah pengelolaan manusia melalui persuasi dan isnpirasi daripada melalui pemaksaan. Hal ini melibatkan penerapan pengetahuan mengenai faktor manusia dalam memecahkan masalah yang
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--konkrit.

Cleaton dan Mason menyebutkan kepemimpinan mengidentifikasi adanya kemampuan mempengaruhi manusia dan menghasilkan rasa aman melalui pendekatan secara emosional daripada melalui pendekatan otoriter.

Copeland berpendapat bahwa kepemimpinan adalah seni berhubungan dengan orang lain dan juga seni mempengaruhi orang melalui persuasi dengan contoh yang konkrit. Dalam hal ini harus dihindari adanya intimidasi untuk memaksa orang lain bertingkahlaku sesuai kehendaknya.

Sementara Koonts dann G’donnell memandang kepemimpinan sebagai aktivitas membujuk manusia untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.

B. TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN

Klasifikasi tipe kepemimpinan menurut White dan Lippit (1960) terdiri dari tiga: Autocratic, Participative atau Democratic, dan Laissez-Faire.

Autocratic Leadership atau kepemimpinan otoriter secara sederhana adalah all decision-making powers are centralized in the leader, semua kebijakan berada di tangan pemimpin. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa kepemimpinan jenis otoriter bisa menimbulkan permusuhan,
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--agresi, dan perilaku submisif. Namun, studi selanjutnya menunjukkan bahwa kesimpulan ini tak selalu berlaku, dalam kelompok tertentu –militer misalnya-, kepemimpinan otoriter-lah yang paling proporsional dan efektif.

Kurt Lewin juga pernah merumuskan tipe kepemimpinan yang berbeda, dengan menambahkan tipe dictator, meski pada dasarnya baik dictator leadership maupun autocratic leadership adalah kepemimpinan yang menekankan pada sentralisasi keputusan.

Pemimpin yang cukup terkenal dengan gaya kepemimpinan otoriter adalah kopral angkatan perang Jerman, sang rasialis anggota NAZI, Adolf Hitler.

Participative Leadership dipahami the decisions of the democratic leader are not unilateral as with the autocrat
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--because they arise from consultation with the group members and participation by them. Atau dengan kata lain, kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk memutuskan dan membicarakan semua kebijakan. Kepemimpinan tipe ini terbukti paling efisien dan menghasilkan kualitas kerja yang lebih tinggi.

Terakhir ialah kepemimpinan laissez-faire, yaitu tipe yang mengusung prinsip leaves the group entirely to itself. Kepemimpinan yang memberi kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi pemimpin yang minimal. Gaya laissez-faire tidak berdasar pada aturan-aturan. Seorang pemimpin laissez-faire menginginkan anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa memaksakan kewenangan yang ia miliki.

Kepemimpinan laissez-faire memiliki kelebihan dalam penyaluran informasi. Namun, tipe kepemimpinan ini akan menjerumuskan kelompok menjadi tidak terorganisasi, tidak produktif dan apatis.

Di samping jenis-jenis kepemimpinan di atas, yang dikemukakan oleh White dan Lippit, terdapat juga tipe atau gaya kepemimpinan yang lain seperti: gaya birokratik dan diplomatik.

Gaya birokratik mengacu pada kepemimpinan yang bertindak sebagai pengawas ayau supervisor dalam mengkoordinasikan aktivitas kelompok. Pedoman dari gaya kepemimpinan ini adalah ‘organisasi’, bukan diri seorang pemimpin seperti yang ada dalam gaya autocratic leadership, Seorang pemimpin birokratik memandang hubungan sosial sebagai hal yang tidak dikehendaki, kerananya ia lebih suka menjauhkan dan tidak memperhatikan persoalan-persoalan antarpribadi anggotanya. Pemimpin birokratik cenderung berkomunikasi melalui seluran tertulis secara resmi.

Kepemimpinan diplomatic adalah kepemimpinan manupulasi, ia melaksanakan kepemimpinannya supaya menjadi pusat perhatian para anggota kelompoknya. Pemimpin yang diplomatis lebih halus menggunakan kontrol dibanting autocratic leadership. Ia tidak terpaku oleh aturan khuss, karenanya lebih bebas menggunakan strategi secara terbuka dengan adanya saran dan umpan balik yang domokratis dari anggota kelompoknya.

C. TUGAS DAN PERAN PEMIMPIN

Menurut James A.F Stonen, tugas utama seorang pemimpin adalah:

1. Pemimpin bekerja dengan orang lain.
Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi.

2. Pemimpin adalah tanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (akontabilitas).
Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan.

3. Pemimpin menyeimbangkan pencapaian tujuan dan prioritas
Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.

4. Pemimpin harus berpikir secara analitis dan konseptual
Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.

5. Manajer adalah seorang mediator
Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah).

6. Pemimpin adalah politisi dan diplomat
Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.

7. Pemimpin membuat keputusan yang sulit
Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.

Menurut Henry Mintzberg, Peran Pemimpin adalah :

1. Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.

2. Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.

3. Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.

D. PRINSIP-PRINSIP DASAR KEPEMIMPINAN

Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi. Menurut Stephen R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi. Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung kehidupan yang ditampilkan dengan empat dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang bijaksana, dan kekuatan. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip (Stephen R. Covey) sebagai berikut:

1. Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik maupun yang buruk sebagai sumber belajar.

2. Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih berprinsip pada pelayanan yang baik.

3. Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan.

E. FUNGSI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan komunikaif secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Pemimpin dapat ditunjuk atau muncul
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article-- setelah terjadi proses komunikasi kelompok. Perlu ditekankan bahwa kepemimpinan sering disebut sebagai faktor yang paling menentukan efektivitas komunikasi kelompok.

Fungsi dasar kepemimpinan dibagi ke dalam dua:

1. Fungsi pemeliharaan kelompok

2. Fungsi pencapaian kelompok

Kedua fungsi ini telah diperinci oleh Baird dan Weinberg, fungsi pemeliharaan kelompok meliputi kegiatan kepemimpinan seperti: mendorong motivasi, mengatur interaksi, mendorong pemuasan kebutuhan, mendorong kerja sama, menengahi konflik, melindungi hak-hak individual, memberi contoh tingkah laku, mengambil tanggung jawab unruk kesalahan kelompok, mendorong pengembangan kelompok.

Fungsi pencapaian kelompok meliputi tugas-tugas pemimpin untuk: menginformasikan, merencanakan, mengorientasikan, menyatukan, mewakili, mengkoordinasikan, menjelaskan, menilai, dan menstimulasi.

Lebih jauh lagi, Burgoon, Heston dan McCroskey menguraikan delapan fungsi kepemimpinan, yaitu:

1. Fungsi Inisisasi (Initiation)
Dalam fungsi inisiasi, seorang pemimpin perlu mengambil prakarsa untuk menciptakan gagasan-gagasan baru, namun sebalikanya tugas pemimpin memberi pengarahan atau menolak gagasan-gagasan dari anggota kelompok yang dinilai tidak layak. Sebab oemimpin mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap keberadaan atau eksistensi kelompok yang dipimpinnya.

2. Fungsi Keanggotaan (Membership)
Pimpinan memastikan bahwa dirinyua juga merupakan anggota kelompok. Prilaku ini dijalankannya dengan cara meleburkan diri ke dalam kelompok, serta melakukan aktivitas yang menekankan kepada interaksi informal dengan anggota kelompok lainnya.

3. Fungsi Perwakilan (Representation)
Ketika seorang pemimpin melindungi dan mempertahankan anggotanya dari
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--ancaman-ancaman luar, maka ia menjalankan fungsi perwakilan.

4. Fungsi Organisasi (Organization)
Tanggung jawab terhadap hal-hal yang bersangkut dengan persoalan organisasional seperti struktur organisasi, kelancaran organisasi, dan deksripsi kerja ada di tangan seorang pemimpin. Sehingga idealnya, seorang pemimpin harus lebih handal mengelola organisasi disbanding anggotanya.

5. Fungsi Intergasi (Integration)
Seorang pemimpin perlu mempunyai kemampuan untuk memecahkan ataupun mengelola dengan baik konflik yang muncul dalam kelompoknya. Dengan bekal ini, diharapkan pemimpin dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk tercapainya penyelesaian konflik yang memberikan ke[uasan kepada semua anggoata kelompok.

6. Fungsi Manajemen Informasi Internal (Internal Information Management)
Pimpinan harus memberikan sarana bagi berlangsungnya pertukaran informasi di antara para anggotanya, dan juga mencari masukan tentang bagaimana kelompoknya harus merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program kerjanya.

7. Fungsi Penyaring Informasi (Gatekeeping)
Seorang pemimpin bertindak sebagai penyaring sekaligus manager informasi yang masuk dan keluar dari kelompok yang dipimpinnya. Fungsi ini dilakukan sebagai usaha mengurangi terjadinya konflik dalam kelompok, maupun antarkelompok.

8. Fungsi Imbalan (Reward)
Pemimpin melakukan evaluasi dan menyatakan setuju atau tdiak terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh para anggotanya. Hal ini dilakukan melalui imbalan-imbalan material seperti peningkatan gaji, pemberian dan penaikan pangkat, pujian dan penghargaan.



DAFTAR PUSTAKA
NN. Komunikasi Kelompok. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Soejono, MA., Drs. Eddy, et. al. 2007. Human Relation. Makassar: Universitas Hasanuddin.
http://www.baldrigeindo.com/Kualitas_kepemimpinan.pdf
http://en.wikipedia.org/wiki/Leadership
http://www.kmpk.ugm.ac.id/data/SPMKK/5a-KEPEMIMPINAN(revDes'02).doc
www.polman-timah.ac.id/artikel/Rahasia%20Kepemimpinan.doc
http://grahailmu.co.id/preview/979-3289-61-9.pdf



Review: Seandainya Saya Wartawan Tempo


Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Edisi pertama Tempo diterbitkan pada Maret 1971, dan Tempo kemudian dideklarasikan sebagai majalah pertama yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintah.

Tempo adalah majalah berita pertama di Indonesia yang berbeda dengan media-media berita lainnya, ditinjau dari berbagai aspek, baik melalui cara penyajiannya, maupun proses produksinya. Baik manajemen personalianya, maupun manajemen keuangan dan pemasarannya.

Tempo sebagai majalah berita mingguan, seperti dikemukakan Goenawan Mohamad, adalah semacam pipa saluran: informasi mengalir masuk lewat pita rekaman wawancara, fotografi, hasil reportase di lapangan, hasil riset perpustakaan, data dan cerita dari pusat berita di luar negeri.

Majalah Tempo pernah dilarang terbit oleh pemerintah pada tahun 1982 dan 21 Juni 1994. Pelarangan terbit majalah Tempo pada 1994 tidak pernah jelas penyebabnya. Tapi banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan saat itu, Harmoko, mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Tempo karena laporan majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan ini dianggap membahayakan "stabilitas negara". Namun, majalah Tempo kembali beredar pada 6 Oktober 1998, bahkan Tempo juga menerbitkan majalah dalam bahasa Inggris sejak 12 September 2000 yang bernama Tempo Magazine, kemudian pada 2 April 2001 Tempo juga menerbitkan Koran Tempo.

Jelasnya, kehadiran Tempo menjadi gebrakan baru dalam penulisan berita. Di Indonesia, pasca-kemerdekaan dahulu, hanya dikenal dua jenis penulisan berita, yaitu; straight news, atau berita yang dipaparkan apa adanya mengikut 5 W+ 1 H; dan gaya penulisan artikel. Tempo hadir dengan metode baru, yaitu bagaimana menyusun sebuah berita tentang sebuah kejadian sebagai sebuah cerita pendek. Metode ini kemudian menjadi pola di penulisan jurnalistik Indonesia.

Buku “Seandainya Saya Wartawan Tempo” ini menawarkan kepada pembacanya

bagaimana membuat satu tulisan selayaknya tulisan wartawan Tempo. Bagaimana meramu suatu tulisan seandainya pembaca adalah wartawan Tempo. Menariknya, buku ini tidak hanya dijejali dengan materi melulu, buku ini juga diselingi guyon sebagai intermezzo, baik itu tulisan maupun potret-potret wartawan Tempo dengan pose yang edan. Guyon atau gurauan ini, disebutkan Goenawan Mohammad, bisa meningkatkan kreativitas, membebaskan jiwa yang tertekan.

Inilah yang dikatakan Goenawan Mohammad sebagai gaya yang hendak dicapai Tempo. Serta merupakan dasar dari semboyan: Tempo mencoba menulis jujur, jelas, jernih, jenaka pun bisa.

A. PADA MULANYA FEATURE

Dalam buku ini digambarkan salah satu peristiwa yang menjadi proses penulisan feature, yaitu feature bertemakan kehidupan anak-anak jalanan. Feature menjadi cikal-bakal pengembangan metode khas penulisan majalah Tempo. Namun sebenarnya, apakah feature itu?

Pada dasarnya tidak ada defenisi yang dapat menjelaskan feature secara memuaskan dan utuh, namun terdapat batasan umum yang bisa dijadikan acuan dasar:

“Feature adalah artikel kreatif, kadang-kadang subjektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan, dan aspek kehidupan.”

Unsur penting yang terkandung dalam satu tulisan feature antara lain: Kreativitas, kreativitas seorang penulis feature bisa diuji dari kemampuannya mengembangkan sebuah berita biasa, atau salah satu aspek berita biasa, menjadi tulisan yang “enak dibaca dan perlu”. Unsur lain adalah: Subjektivitas, beberapa feature ditulis dalam sudut pandang “aku”, atau wartawan sekaligus penulisnya sendiri. Hal ini memungkinkan wartawan melibatkan emosi dan pikirannya sendiri. Keterlibatan emosi inilah yang memberikan feature aspek “menyentuh” hati pembaca –yang jarang bisa dicapai dalam penyajian berita biasa. Keterlibatan emosi itu pula yang memberi kemungkinan pada feature untuk enak dibaca.

Unsur ketiga yaitu: Informatif, feature yang kurang nilai aktualitasnya, bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai aspek kehidupan, yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran.

Unsur keempat adalah: menghibur, feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin, seperti: pembunuhan, skandal, bencana, dan politik. Feature bisa membuat pembaca tertawa, terharu, bahkan tergugah semangat solidaritasnya.

Unsur kelima adalah awet: contoh sederhana yang bisa diberikan dalam buku ini ialah bagaimana koran biasa hanya berakhir menjadi pembungkus kacang, karena sifat berita yang mudah luluh dalam jangka waktu yang singkat, sebaliknya feature bisa disimpan berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Unsur terakhir ialah: panjang tulisan, panjang tulisan feature sangat bervariasi, dari dua atau tiga alinea sampai 15-20 halaman. Minat pembacalah yang jadi patokan. Seorang editor menjawab: “sepanjang Anda masih menganggapnya menarik.”

B. MODAL PENTING DALAM MENULIS

Dalam penulisan feature, wartawan bisa memakai teknik “mengisahkan sebuah cerita”, berbeda dengan penulisan berita, yang hanya mengutamakan pengaturan fakta. Penulis feature sesungguhnya adalah seorang yang berkisah; ia melukis dengan kata-kata; menghidupkan imajinasi pembaca; menarik minat pembaca ke dalam cerita; membantu pembaca mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.

Beberapa modal penting untuk mencapai penulisan bagaikan bercerita, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, antara lain: akurat, mengumpulkan informasi dengan tepat, pengejaan kata dan pemakaian kata, pemakaian buku pedoman, dan menangkap kesalahan.

Keakuratan merupakan mahkota profesi. Sekalipun feature membutuhkan imajinasi untuk menyusun sebuah cerita yang baik, tetapi imajinasi tersebut tidak boleh mewarnai fakta dalam ceritanya. Seorang wartawan professional, tidak akan menipu pembacanya, walau sedikit. Untuk kepentingannya sendiri, seorang wartawan harus tahu bahwa nama baiknya merupakan taruhan perjalanan kariernya. Wartawan yang roboh terhadap fakta akan segera kehabisan sumber berita yang bisa memberi informasi kepadanya.

Menyusul modal pertama, mengumpulkan informasi dengan tepat merupakan satu kewajiban bagi penulis. Ketidakakuratan dalam penerbitan kebanyakan disebabkan oleh kelalaian yang tidak disengaja, seorang reporter mungkin tidak menggunakan waktu secukupnya untuk mengcek informasi sebelum menulis. Kemudian ternyata ia salah menulis nama sumber berita. Jangan sekali-kali menganggap Anda mengetahui semuanya. Anda harus mengecek ulang setiap informasi penting.

Pengejaan dan Pemakaian Kata adalah modal yang tidak kalah pentingnya, karena “kata-kata adalah alat pokok pekerjaan ini…”. Kesalahan pemilihan dan ejaan kata bisa berakibat fatal. Nama baik surat kabar merosot, demikian pula dengan nama reporter.

Pemakaian Buku Pedoman dilaksanakan untuk mempertahankan professionalisme.
Menangkap Kesalahan di sini dimaksudkan dalam konteks kesalahan ejaan, gaya, maupun pemakaian kata. Cara yang bisa dilaksanakan adalah membaca dan membaca naskah. Tetapi berilah tenggang waktu antara penulisan dan pembacaan ulang naskah, sehingga tercipta jarak antara Anda dan tulisan Anda, sehingga Anda bisa memposisikan diri Anda sebagai pembaca.

C. MENGAIL, DENGAN LEAD

Lead atau teras suatu tulisan mampu memaparkan keseluruhan isi tulisan seseorang. Lead mempunyai dua tujuan utama: menarik pembaca untuk mengikuti cerita, dan membuka jalan bagi alur cerita.

Ada banyak jenis lead yang bisa digunakan untuk memulai tulisan, antara lain: lead ringkasan (summary lead) atau lead yang banyak digunakan dalam penulisan berita keras. Yang ditulis adalah inti ceritanya, lalu diserahkan pada pembaca, apakah cukup tertarik untuk membaca kelanjutannya.

Lead bercerita (narrative lead) yaitu lead yang banyak digemari penulis fiksi untuk menarik pembaca dan membenamkannya. Tekniknya ialah menciptakan suasana dan membiarkan pembaca menjadi tokoh utama.

Lead deskriptif (descriptive lead) adalah lead yang menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang satu tokoh atau tempat kejadian. Lead ini sesuai untuk reporter yang hendak menulis profil pribadi.

Lead kutipan (quotation lead) merupakan lead berbadan kutipan, utamanya kutipan dari seseorang yang terkenal. Kutipan ini bisa menarik perhatian pembaca, dan secara tidak langsung berkaitan dengan watak subjek cerita.

Lead bertanya (question lead) ialah lead yang bisa menjadi efektif bila berhasil menantang pengetahuan atau rasa ingin tahu pembaca.

Lead menuding langsung (direct address lead) di mana reporter berkomunikasi langsung dengan pembaca, ciri-ciri lead ini yaitu ditemukannya kata ganti orang kedua.
Lead menggoda (teaser lead) yang digunakan untuk “mengelabui” pembaca dengan cara bergurau. Tujuan utamanya yaitu menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya membaca seluruh cerita.

Lead nyentrik (freak lead) adalah lead yang cenderung aneh, khas, dan tak kenal kompromi. Lead ini paling ekstrem dalam bertingkah, tetapi kekurangajarannya bisa menggaet pembaca.

Lead kombinasi (combination lead) lead yang merupakan kombinasi dari dua atau tiga leas, dengan mengambil unsur-unsur terbaik dari satu lead.

D. TUBUH DAN EKOR

Setelah membangun kepala feature dengan lead, selanjutnya adalah bagaimana memformulasi tubuh dan ekornya. Ada satu model tubuh dan ekor feature yang banyak digunakan jurnalis, yaitu model piramida terbalik –semakin ke bawah, semakin tidak penting, lebih banyak detail.

Keuntungan piramida terbalik ini antara lain: memungkinkan editor memotong naskah dari bawah; dan memungkinkan kecepatan mengetahui. Namun bagaimanapun, piramida terbalik tetap membutuhkan adanya ending feature.

Beberapa jenis ending atau penutup: penutup ringkasan yang berisi ikhtisar, menunjuk kembali ke lead; penyengat yang mengagetkan pembaca; klimaks yang ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.

E. TEKNIK PENULISAN

Ada tiga pokok teknik penulisan, guna menjaga agar semuanya berada pada tempatnya: (1) spiral, setiap alinea menguraikan lebih rinci persoalan yang disebutkan pada alinea sebelumnya. (2) blok, bahan cerita disajikan dalam alinea-alinea yang terpisah, secara lengkap. (3) mengikuti tema, setiap alinea menggarisbawahi atau menegaskan leadnya.

Dalam menulis, beberapa petunjuk dasar digunakan untuk menyajikan tulisan dalam cara yang paling menarik supaya menawan pembaca: alinea pendek, dan tulisan singkat serta sederhana.

F. SIAPKAN EMPAT SENJATA

Empat senjata yang biasa digunakan wartawan professional untuk menaklukkan pembaca yaitu: focus, deskripsi, anekdot, dan kutipan.

Fokus adalah langkah penentu. Dengan pokok cerita yang cakupannya lebih sempit, dan tidak begitu melebar, fokus dapat dipasang dengan tepat. Dalam menulis cerita. Setiap potong informasi harus menyentuh fokus itu.

Fokus sangat dirasa perlu dalam cerita-cerita yang panjang. Bila seseorang mengerjakan in-depth reporting yang panjang, besar sekali kemungkunan terdapatnya materi yang sesungguhnya tidak relevan. Untuk meringkas perlunya fokus, wartawan harus: cermat memilih angle cerita, dan memegang teguh angle tersebut.

Deskripsi juga adalah senjata wartawan professional, oleh karena dalam penulisan feature, kita tidak dapat hanya memberian gambaran satu dimensi. Penulisan feature deskriptif yang baik merupakan gabungan beberapa percakapan; pengempulan berita reportase; kemampuan observasi tinggi; pengetahuan tentang manusia sesuai dengan pengalaman reportase; dan kemampuan meramu kata-kata secara ringkas dan efektif.
Anekdot bisa berperan sebagai “cerita dalam cerita”. Mengumpulkan anekdot mungkin lebih sulit daripada yang kita duga, selain itu memilih anekdot memerlukan kecerdasan ekstra. Anekdot harus mampu menggambarkan watak subjek feature kita. Maka tak heran bila banyak reporter menganggap anekdot sebagai “permata”, dan menaburkan “permata” itu di semua bagian cerita.

Kutipan langsung merupakan salah satu alat penulisan yangpaling efektif. Pemakaian kutipan –baik dialog maupun monolog- memberikan selingan dan variasi ke dalam cerita, serta menawarkan wawasan tentang si tokoh. Gaya kutipan yang sesuai dengan isi cerita akan membuat pembaca seakan-akan “mendengar” sendiri ucapan yang tercantum dalam kutipan itu.

G. MENCARI IDE, MENCARI SEGI

Dengan sedikit imajinasi, sebenarnya tidaklah sulit mencari ide untuk menulis feature. Bukalah mata ke berbagai hal menarik di sekeliling kita, dan rupanya bahan tulisan itu tidak ada habisnya.

Dan sekarang, setelah kita menggenggam ide cerita, tugas kita berikutnya adalah menentukan dari segi atau sudut mana yang paling efektif untuk melakukan penulisan, atau biasa disebut story angle (segi cerita).

Angle di sini berperan sangat kuat, banyak pembaca akan membaca seluruh isi cerita begitu ia merasa terpikat oleh segi yang kita angkat. Dan untuk menambah bekal mencari segi, ada dua cara yang bisa dilakukan: (1) pakailah imajinasi dan kekuatan pengamatan yang terlatih, untuk melihat hal-hal menarik yang luput dari perhatian orang lain. (2) perhatikan orang yang mempunyai pandangan berbeda atau unik dalam mengamati satu persoalan.

H. YANG “BERITA” DAN YANG BUKAN

Feature berita adalah feature yang terpengaruh waktu, yang berhubungan dengan peristiwa hangat (actual) yang menarik perhatian masyarakat. Feature Human Interest tidak memiliki aktualitas yang ketat, feature ini tidak lekang oleh dimensi waktu, bukan menyajikan kepentingan umum yang vital. Feature ini hanya mengimbau kuriositas pembaca tentang sesamanya, atau soal-soal yang jadi perhatian bersama, atau ironi sejarah.

I. PROFIL PRIBADI

Profil pribadi adalah cerita mendalam tentang seseorang, sebuah cerita yang mampu menangkap inti kepribadiannya. Profil pribadi adalah seni jurnalistik yang memaparkan seorang manusia dalam bentuk tulisan di atas kertas.

Hambatan yang wartawan hadapi dalam menyusun suatu profil pribadi yaitu subjek wartawan merupakan manusia yang benar-benar ada, bisa marah apabila wartawan salah menulis. Wartawan harus menangkap perwatakan dalam ruangan yang terbatas, ia tidak boleh lama-lama mengembangkan segi-segi yang menarik, karena pembaca adalah makhluk yang tidak sabaran, yang akan pindah ke artikel lain bila tulisan yang dibacanya tidak berjalan cepat. Wartawan tidak bisa berpanjang-panjang mempersiapkan pentas untuk tokoh yang ia tulis. Dan wartawan harus segera terjun ke dalam sang tokoh, menggaet minat pembaca dengan penekanan pada bagian yang menarik dari subjeknya.

Sebelum menemukan kata pertamanya, reporter mungkin menghabiskan berpekan-pekan riset, mengamati subjek dari berbagai sisi, berbicara dengan kawan-kawan, dan musuh-musuhnya.

Seorang wartawan harus waspada terhadap sejumlah cirri: (1) deskripsi tentang fisik: raut muka, warna kulit, jenis rambut, ukuran tubuh, pakaian, tabiat, suara, dan sebagainya. (2) penilaian terhadap kecerdasan dan kecakapannya: bagaimana kawan dan lawan menilai kemampuan professionalnya, bagaimana dia di luar dunia profesinya, ingatannya, dan lain-lain. (3) latar belakang subjek: kelahiran, tempat tinggal, pendidikan, gelar, suami/istri, pengalaman semasa kanak-kanak, dan sebagainya.

J. INGIN SELAMAT? BIKINLAH “OUTLINE”

Untuk menghindari kesalahan, seorang penulis membutuhkan outline, atau sebuah kerangka cerita sebelum ia mulai bekerja. Outline sering disepelekan, seorang penulis kadang salah mengartikannya, atau tidak dapat membuat outline, akibatnya, penulis terjebak pada situasi melantur –tidak fokus. Akibat lainnya adalah: kacaunya cerita.

Outline sendiri berfungsi sebagai pengorganisasian langkah-langkah menjelang berangkat menulis, yang harus kita lakukan adalah menguasai bahan. Kita harus mempunyai gambaran terlebih dahulu –yang cukup gamblang- mengenai bentuk keseluruhan cerita panjang yang akan kita susun. Kita harus punya disiplin untuk tidak melantur dari angle atau fokus. Kemudian urut peristiwa atau informasi untuk membangun cerita, entah itu dengan urutan kronologis, maupun urutan ruang.

Beberapa laporan utama Tempo juga menggunakan urutan logis, dari satu alinea ke alinea yang lain. Urutan logis ini dibagi menjadi: urutan sebab-akibat, urutan akibat-sebab, urutan khusus-umum, urutan umum-khusus, dan urutan pemecahan masalah.

Dengan outline tadi, kita dapat memikirkan lebih dulu perlu tidaknya sebuah cerita diletakkan khusus ke dalam Boks. Boks dalam tradisi Tempo, berfungsi memberi tempat bagi cerita-cerita yang punya hubungan dengan pokok cerita, tetapi akan mengganggu arus cerita bila diletakkan di batang tubuh tulisan. Boks juga sering jadi tempat kita menyoroti secara istimewa hal yang bisa jadi contoh menarik tentang satu masalah. []

Tulisan Ini adalah review buku berjudul "Seandainya Saya Wartawan Tempo". Hargailah sumber dengan mencantumkannya.

Kunjungan Media Tribun Timur


Pada hari Selasa 17 November 2009, kelas Jurnalistik Media Cetak berhasil menembus Tribun Timur untuk melakukan kunjungan media. Kunjungan media ini sebagaimana yang disebutkan Dosen MK Jurnalistik Media Cetak, Pak Hasrullah, bertujuan untuk memberi pengalaman empiris pada mahasiswa tentang proses berita dalam media cetak. Bagaimana berita tersebut diolah oleh kuli-kuli tinta, hingga tiba di tangan pembaca dalam bentuk koran.
Sebenarnya, kunjungan media direncanakan berlangsung hari Senin, sesuai dengan jadwal mata kuliah, tetapi

karena koordinasi yang belum matang, rencana ditunda hingga Selasa pukul sepuluh pagi. Tribun Timur menjadi pilihan karena Tribun Timur merupakan salah satu media cetak yang baru berkembang dan sukses di Indonesia Timur. Selain itu, Tribun Timur menyediakan kolom khusus untuk mahasiswa setiap hari Sabtu, yang sering menjadi kolom kompetisi bagi para peserta kelas Jurnalistik Media Cetak.

Melalui layanan pesan singkat, informasi disebar ketua kelas untuk peserta kelas agar berkumpul di jurusan pukul sembilan pagi. Ketua kelas juga mengirimkan pesan tambahan pada saya, meminta tolong untuk menyediakan plakat penghargaan untuk Tribun Timur. Saya menyanggupi hal ini.

Meski saya datang tepat waktu pada hari kunjungan media, urusan plakat membuat saya terhambat. Masalahnya, plakat itu seharusnya ditandatangani oleh ketua jurusan, tetapi sampai pukul sembilan lewat, beliau belum datang juga. Saya akhirnya mencetak ulang plakat tanpa nama ketua jurusan sebagai pihak yang mengetahui.

Walhasil, saya tiba cukup telat di kantor redaksi Tribun Timur. Saya tiba bertepatan dengan sesi tanya jawab. Saya melihat ruangan rapat berukuran sekitar enam kali empat meter itu telah dipadati oleh teman-teman kelas Jurnalistik Media Cetak. Pihak Tribun Timur yang hari itu mendampingi kami, Pak Rusdi, sampai harus repot mengangkat kursi ekstra untuk kami yang datang terlambat. Tetapi ungkapan ‘lebih baik sedikit dari pada tidak sama sekali’ ada benarnya juga, toh melalui sesi Tanya jawab yang cukup singkat, saya juga bisa memperoleh tambahan pengetahuan dari Pak Rusdi yang sudah malang melintang di dunia jurnalistik.

Beliau menjawab pertanyaan teman-teman semisal: apakah Tribun Timur tidak menerima pegawai magang? Bagaimana dinamika media cetak saat media online sedang berkembang pesat? Serta bagaimana verifikasi Tribun Timur?

Pak Rusdi memaparkan bahwa Tribun Timur tidak menerima pegawai magang karena sangat menjunjung tinggi aspek kepercayaan. Orang yang bisa dipercayai sebagai ‘orang dalam’ adalah orang-orang yang telah lama membangun dan bertahan bersama Tribun Timur, dan pegawai magang bisa disebut ‘orang dalam’ temporer, tidak ada jaminan suatu saat pegawai magang tersebut berkiblat ke media cetak lain, karena itu proses perekrutan Tribun Timur tergolong berat. Tribun Timur harus tebang pilih untuk mendapatkan orang yang benar-benar dapat dipercayai dan memiliki integritas. Bayangkan saja, sehalaman Tribun Timur merupakan tanggung jawab satu orang reporter. Tetapi, tambah Pak Rusdi, beliau menerima lamaran magang untuk ruang lingkup administrasi.

Menurut Pak Rusdi, media online dan media cetak tidak sertamerta menjadi media yang kontradiktif. Adanya media online belum menggeser signifikansi media cetak, oplah penjualan Tribun Timur tetap normal sekalipun media online merajalela. Kalaupun suatu saat masyarakat beralih ke media online, Tribun sudah membuat media online sendiri, dan masyarakat bisa mengakses berita yang diupdate tiap dini hari.

Untuk verifikasi, Tribun Timur mengaku senantiasa mempertahankannya. Pak Rusdi sendiri selalu melakukan editing dan membuka pintu untuk ralat dari pembaca. Beliau mengatakan, reporter Tribun Timur pasti melakukan kroscek berita, jika informasi dirasa salah, kadang itu karena sumber informasi sendiri kurang spesifik dalam memberikan informasi.

Pak Rusdi sempat bercerita bagaimana kolom opini untuk mahasiswa di Tribun Timur akhirnya bisa terwujud. Kolom opini tersebut pada masa-masa awalnya dulu, sungguh sepi dari penulis (mahasiswa), tetapi Pak Rusdi mengaku dibantu oleh salah seorang mahasiswa UNM yang sering menulis. Dewasa ini, untuk menembus kolom opini khusus mahasiswa tersebut, harus melalui persaingan dengan penulis-penulis lainnya. Pak Rusdi mengatakan, beliau sedang memperjuangkan terbitnya dua opini dalam satu halaman. Meski demikian, untuk terpenuhinya hal ini, pihak bisnis berarti harus mengeluarkan dana tambahan karena menutup kolom iklan. Ya, dinamika media cetak.

Beliau menutup diskusi itu dengan memotivasi kami untuk tetap mengirim tulisan ke Tribun Timur, dan selalu meminta bantuan dosen kami, Pak Hasrullah. Pak Hasrullah lalu menyerahkan satu plakat dalam frame plastic jernih yang telah beliau tanda tangani, kepada Pak Rusdi.

Agenda berikutnya adalah kunjungan lapangan. Pak Rusdi menggiring kami keluar dari ruang rapat menuju ruang redaksi dan reporter. Ruangan itu cukup luas, ada dua lingkaran meja yang berjejal komputer-komputer berumur. Pak Rusdi menjelaskan, lingkaran meja di sisi kanan adalah lingkaran reporter, dan lingkaran di sisi kiri adalah redaktur –termasuk fotografer.
Pak Rusdi memperlihatkan proses listing berita, komputer yang letaknya di sudut paling kiri adalah komputer khusus listing atau pengurutan berita. Komputer itu juga beliau gunakan untuk absensi reporter dan redaktur. Selanjutnya, beliau menggiring kami menuju komputer line SMS Tribun Timur, baik itu PSM Mania, sampai line sms yang sifatnya aksidental. Beliau menunjuk satu ruangan khusus editor grafis Tribun Timur, dan beralih pada sebaris komputer di sisi kiri yang digunakan oleh para fotografer Tribun Timur.

Setelah itu, beliau menunjukkan ruangan khusus tempat pracetak Tribun Timur, di mana lempengan-lempengan Tribun Timur dicetak sebelum diprint dalam bentuk kertas A3. Setelah itu, barulan koran masuk cetak.

Ruang percetakan terletak di belakang ruang redaksi, tempatnya serupa gudang dengan sebuah mesin cetak berat setinggi kurang lebih delapan meter. Di sanalah Tribun Timur diproses menjadi koran yang utuh, dengan menghabiskan kurang lebih dua belas gulung kertas berdiameter satu meter, setiap harinya. Dan setiap hari pula, ada ribuan eksampelar koran yang dinyatakan rusak, koran ini dialihkan pada para pengolah kertas daur ulang.

Pak Rusdi mengantarkan kami keluar dari percetakan, dan kami amat sangat berterima kasih atas kesempatan kunjungan media ini. Ini merupakan salah satu pengalaman yang berharga untuk kami.


Sunday, October 25, 2009

533

533 bercerita tentang banyak hal. Masing-masing adalah hal yang kusukai.

533 memperdengarkanku langkah-langkah kecil di koridor rumah sederhana, di mana kala hujan, bergema lirih bunyi-bunyian dari kotak warna.

533 mengatakan, ada anak-anak yang duduk di depan kotak warna itu, asyik memperhatikan suara dalam bahasa asing dan sebaris makna.

533 juga menyenandungkan berbagai musik berondongan, yang remaja dengar penuh minat.

533 lalu menawarkan berbagai buku-buku, yang bahasanya tak dimengerti manusia lokal kebanyakan, tetapi remaja meraihnya bercita-cita.

533 pernah tenggelamkan remaja dalam keputusasaan. Akankah 533?

533 lalu teriak doa. Pada Yang Maha Kuasa sajalah berharap aku!

Dan pada akhirnya 533 adalah segalanya tentang segala yang telah kulalui, Kuasa yang luar biasa besarnya, Kuasa yang memimpinku kepada 533.

533... score TOEFL-ku. Alhamdulillah.


Sunday, October 18, 2009

My Pathetic Dusty Highway-friend *)


"Karim, mungkin nggak kita melakukan perjalanan ini?" tanyaku.

Wajahmu pias, kening berkerut. Kulit hitam legammu disaput debu karena perjalanan di tol siang tadi. Pasti kau lelah, kamu ingin duduk sejenak di bawah bayangan yang menjadi tamengmu atasi serangan pijar matahari. Aku tahu itu. Tapi siapa lagi yang akan kumintai pendapat? Kau yang telah menemani ratusan ribu kilometer langkahku. Kau yang akan menemani ratusan ribu kilometer langkahku. Kita berdua sudah sepakat tentang hal ini, bukan?

"Tapi itu jauh sekali, Dho! Kalaupun aku mau menemanimu menempuh perjalanan sejauh itu, usia uzurku yang akan menghalau kita. Apa jadinya kalau aku pingsan di tengah jalan." Katamu realistis.

Karim... Karim... dia pikir aku akan membiarkan itu terjadi. Aku percaya pada kekokohanmu, kau tidak selemah bayanganmu. Apa yang membuat kau selama ini selalu saja ada untukku? Itu kekuatan di balik kerapuhan penampilanmu.

"Kalau kau pingsan, aku akan memanggil ambulan." sahutku, setengah bercanda, dan sedikit serius.

Lama, kau hanya hening. Celingak-celinguk memandangi jalan raya yang riuh. Aku tiba-tiba ingat pertemuan pertama kita, September dua tahun lalu. Saat itu kau hanya bergeming di garasi rumah orang. Rapih dan bersih. Saat itu entah kenapa aku gugup minta ampun, kau tahu tidak perkataan orang, ketika kita bertemu jodoh, perasaan kita jadi tidak menentu. Persis itu yang kualami, Karim.

Kemudian Aba setuju menerimamu sebagai kawan perjalananku. Dari balik kaca film mobil Aba, aku hanya bisa menatapmu harap-harap cemas. Semoga kau kawan yang tepat.

Aku sulit sekali beradaptasi atas kehadiranmu. Aku belajar, dan terus belajar. Aku harus mengenalmu, perjalanan ini akan panjang.

Dan akhirnya, di sinilah kau teman seperjalanan! Kau kan selalu ada. Mendengar ocehanku, gerutuku, syukurku, dan isakku. Kalau Masyari Rasyid mulai bertilawah, kita sama-sama tenang mendengarnya. Kalau Backstreet Boy bersenandung, kita sama-sama lirih mengikutinya. Kalau seseorang ikut bersama kita, kau sukses kuabaikan.

Ada beberapa dimensi dari dirimu Karim, yang kurenungi dan kudapatkan pelajaran berharga. Kau memberiku sedikit ruang melihat masa lalu, mungkin untuk dipilah pelajaran terbaiknya. Kau menyediakan sepetak prospek, cukup untukku selalu menatap ke depan. Dan kau memberi ruang terlebar untuk masa kini, di mana aku bisa menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan aku tidak sesat.

Sekalipun penampilanmu tidak meyakinkan, tak jarang orang mencibir kalau aku datang dengan kau, aku tidak pernah memberi hal semacam itu perhatian lebih. Rasanya, aku telah terbiasa dengan hadirmu, Karim, menemani setiap perjalananku. Kau tahu tidak, kalau kau sakit, akulah yang menderita.

Entah sampai kapan aku bertahan bersamamu. Kau belakangan ini selalu batuk, usiamu memang sudah tua. Beberapa hal dalam dirimu kadung rusak karena usia. Tapi yang akan pergi adalah kau, aku tidak akan meninggalkanmu sampai saat itu.

Hpfh, Suzuki Karimun-ku tersayang, stay alive ya! Jangan mogok-mogok pas ada perjalanan penting. ^^;

*maaf, keracunan TOEFL

Monday, October 12, 2009

Krisis Listrik Makassar

Krisis listrik yang belakangan ini dialami Makassar, tak ayal menuai protes dari berbagai elemen masyarakat. Semua pihak merasa dirugikan atas pemadaman bergilir ini, apalagi sejak frekuensinya semakin bertambah, dua hingga tiga kali sehari.

PLN Sulawesi Selatan , Barat, dan Tenggara (Sultanbatara) harus menerima berbagai kontra. Betapa tidak, pemadaman bergilir terjadi setiap tahun, sehingga PLN Sultanbatara terkesan tidak siap dan tidak serius menanggulangi krisis listrik ini. General Manager PT PLN Wilayah Sultanbatara, Haryanto WS, bahkan didesak turun dari jabatannya setelah disinyalir diskriminatif dalam pemasokan listrik, cenderung mengutamakan pengusaha daripada warga kota Makassar sendiri. Tudingan ini tentu berhubungan dengan kehadiran Trans Studio Makassar.

Dari persepsi awam, pemadaman listrik memang mulai berlangsung sejak Trans Studio beroperasi. Sarana hiburan indoor seluas 24 hektar itu dipastikan menyedot sekian banyak megawatt dari pasokan listrik kota Makassar.

Namun nyatanya, penyebab krisis listrik ini tidak ada kaitannya dengan Trans Studio. Deputi Manajer Komunikasi PLN Wilayah Sultanbatara, Muhammad Yamin Loleh, mengemukakan bahwa Trans Studio menyerap jasa 3 magawatt dari PLN, dari permintaannya sebesar 12 megawatt.

Pada dasarnya, krisis listrik yang dialami daerah Sultanbatara adalah imbas dari kemarau berkepanjangan. Sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) mengalami penurunan pasokan yang sangat drastis, oleh karena defisit air di bawah batas normal. Sebutlah PLTA Bakaru di Kabupaten Pinrang yang mengalami penurunan daya menjadi 70 megawatt dari daya 129 megawatt. Demikian pula dengan PLTA Bili-Bili Kapubaten Gowa yang hanya mampu memberi porsi 2 megawatt dari total 20 megawatt. PLN hanya berharap musim penghujan segera tiba, sehingga volume air pembangkit listrik kembali normal.

Di samping itu, PLN kini berupaya menanggulangi krisis dengan menambah 70 megawatt dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tello. Nantinya, daya dari PLTU Tello ini akan ditambah lagi hingga 200 megawatt. Pembangkit listrik di poso akan menyumbang 100 megawatt, dan PLTG Sengkang sebesar 38 megawatt.

Langkah PT PLN ini memang tepat, karena dengan dalih musim kemarau, bisa dipastikan setiap tahun wilayah Sultanbatara akan mengalami krisis listrik. Ibaratnya, jatuh di lubang yang sama. Apalagi Makassar sedang berkembang menuju kota metropolitan, semakin banyak daya listrik dibutuhkan.

*dari berbagai sumber



Saturday, October 3, 2009

Kamu,

Sengaja kuberi tanda koma setelah kata pengganti orang kedua tunggal itu, melambangkan satu kalimat tanpa predikat objek: tak sempurna, tak selesai. Seperti kamu, seperti aku.

Bagaimana kisah ini bermula, dan belum mencapai akhir yang sesungguhnya. Kamu lihat? Seperti sebuah film yang alurnya, karena sesuatu alasan, jadi panjang dan membosankan. Tetapi kamu tidak bisa sertamerta meninggalkan film itu, kamu meyakini hal-hal yang tak terduga bisa saja terjadi di sana.

Bahwa aku pada akhirnya menuturkan semua inipun, tak pernah kurencanakan sebelumnya. Kehadiranmu begitu tiba-tiba, aku tak mengharapkannya. Demikianlah, kamu dan aku mejadi manusia asing, yang menyusupi lokus otak masing-masing. Sekarang tak lewat hari, tanpa menyebut namamu, meski dalam tanya paling lirih. Kamukah dia sejak awal itu? Siluet yang hadir di sebuah padang lapang keemasan, di mana buai angin tak pernah menentu. Ada kalanya sarat kesejukan. Sering pula menghujam meluluhlantakkan.


Kamu datang dari negeri bernama Tidak Ada. Aku menolak kehadiranmu ketika itu. Kubangun barikade kokoh untuk mencegah kamu datang. Entahlah, sisi plegmatisku enggan berdiskusi. Benteng negeriku yang Ada, utuh bergeming meski kupejam mata. Aku tak ingin tahu apapun tentang kamu dan Tidak Ada-mu, aku hanya ingin kamu tetap berada di Tidak Ada.

Kalau kamu ingin berkunjung, datanglah di saat yang tepat. Negeriku jauh lebih memusingkan untuk dipikirkan, tanpa perlu ditambah delegasimu yang Tidak Ada.

Tetapi teka-tekilah yang jadi kenanganmu, kamu menggarisnya di sepenuh benteng negeriku. Aku mencoba mengabaikan dan tidak menjawabnya. Kuyakini satu kekuasaan kelak bisa memecahkannya untukku, jika aku cukup peduli pada teka-teki itu.

Lalu kamu datang lagi, datang lagi, datang lagi. Kunjunganmu yang menawarkan cinderamata negeri Tidak Ada, kubalas dengan pertahanan kokoh, tak kukomando tapi sejumlah pemanahku melepaskan anak panahnya untuk melukaimu dan Tidak Ada-mu. Agar kamu menjauh, datang dan usiklah tentram yang lain. Lihat, sekarang bahkan kamu sudah menambah masalah negeriku, dengan pasukan pertahananku terpaksa meladenimu. Akhirnya, beberapa tanya menjadi awal keAdaanmu. Dari sekian banyak negeri, kenapa kamu berdiri di bawah kastilku? Meminta petugas negeri Ada membuka gerbang ganda untukmu?

Tahukah kamu, negeri Adaku mungkin tak sehebat anganmu. Siapa yang mengalihkanmu ke tempat ini? Apa katanya tentang tempat ini? Orang itu hanya tahu apa yang ia tahu. Nyatanya hidup di negeri Ada, sungguh membuat sakit kepala. Setiap saat, kamu bisa melihat koleris, melankolis, sanguinis dan plegmatis dalam kebersamaan. Kamu akan tahu, kebersamaan itu tidak cukup bagus dilihati, dikerling sekalipun.

Apakah kamu melihat kastil ini berbeda? Itu karena orang-orang tak henti meletakkan sesuatu di hampar benteng negeri Ada. Aku tak punya kendali untuk menghentikan mereka. Seperti aku padamu.

Saat kusangka kamu telah kembali ke Tidak Ada, aku dan batalyonku keluar untuk menyirna garis teka-tekimu. Garis yang tak cukup baik untuk negeri Ada. Negeri Ada punya banyak pikiran selain itu, apa aku sudah memberitahu kamu?

Betapa terkejutnya aku melihat kamu rupanya masih ada di hadapan kastil, bernaung pada salah satu pohon yang paling kusukai. Tepat itu, aku benar-benar melihatmu dan pasukan keTidakAdaanmu yang jumlahnya semakin susut. Waktu yang kusesali hingga aku bertutur ini. Terus kusayangkan, kenapa aku harus keluar hari itu, sehingga aku harus mendengar ucapmu:

"Aku akan menunggu sampai kamu menerimaku di negerimu."

Aku terkesima, lalu aku meragukan ucapmu itu. Perkara yang menakjubkanku hingga saat ini adalah orang yang menunggu dan ia bersabar dalam penantiannya. Kenapa? Karena aku benci menunggu, aku memilih pergi daripada harus menunggu.

Kamu... bukankah kamu hanya dititahkan melakukan kunjungan oleh keTidakAdaanmu. Urusanmu adalah tentang predikat, dan bukan tentang objek. Lalu kenapa kamu mau menunggu di bawah kastil keAdaanku? Kamu akan membiarkan titahmu menggantung, sampai batas waktu yang tak berani kudefenisikan?

Kamu telah menakjubkanku.

Lalu kuteruskan negeri Ada sebagaimana mestinya. Aku mencoba tak melihat lagi ke arahmu, untuk memastikan kamu tetap di sana, sekalipun namamu kini bergaung di negeri Ada. Kukatakan sekali lagi, satu kekuasaan yang paling besar, nantinya akan memberitahuku tentang keAdaanmu atau keTidakAdaanmu.

Meski kamu dan Tidak Adamu telah meruntuhkan satu titik barikade negeri Ada, suatu saat tak kudapati lagi kamu di depan benteng sana, negeri Ada akan baik-baik saja. Tetap membuat sakit kepala, tak berubah. Pun, jika semua ini hanyalah satu dusta.

Aku akan tetap berada di negeri Ada. Ketika nanti aku membuka gerbang ganda, dan kamu masih di sana, akan kuperintahkan seluruh negeri berdiri dan bertepuk tangan untukmu.[]


Thursday, October 1, 2009

Memuliakan Negeri Jiran

My first published article. It was published in Tribun Timur daily newspaper on Saturday, September 5th.

"Muliakanlah tetanggamu, maka bagimu surga. Itulah salah satu ajaran agama Islam yang tersurat dalam hadits. Bukan hanya menjadi norma agama tertentu, prilaku memuliakan tetangga merupakan norma umum yang tidak kontradiktif dengan ajaran keyakinan apapun itu.
Suatu penyimpangan, apabila kita tidak rukun bertetangga. Mengabaikan tetangga saja sudah salah, apalagi berbuat buruk terhadap tetangga.
Perihal tetangga-bertetangga ini kemudian direfleksikan ke skala yang lebih luas, lebih besar, bertetangga dalam bernegara. Indonesia, ditinjau dari perspektif geografis bertetangga dengan Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Australia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Malaysia."

Read Memuliakan Negeri Jiran (click link) in Tribun Timur online.


The Deep End of The Ocean


Movie Info
Genre: Drama
Directed by: Ulu Grosbard
Produced by: Frank Capra III
Written by: Jacquelyn Mitchard (book), Stephen Schiff (screenplay)
Starring: Michelle Pfeiffer, Treat Williams, Whoopi Goldberg, Jonathan Jackson, Cory Buck, Ryan Merriman, Alexa Vega, and Michael McGrady
Release Date: Theatrical March 12, 1999, DVD March 6, 2001
Origin: USA
Language: English
Rating: PG-13 for language and thematic elements (based on certificate #35554)
Running Time: 106 Minutes
Distributed by: Sony Pictures Entertainment
Company: Columbia Pictures Corporation

Plot
Film ini diangkat dari buku Jacquelyn Mitchard dengan judul buku yang sama. Menceritakan tentang keluarga Cappadora yang terdiri dari Pat Cappadora (Treat Williams), Beth Cappadora (Michelle Pfeiffer), Vincent Cappadora (Jonathan Jackson/ Cory Buck), Ben Cappadora (Ryan Merriman/ Michael McElroy) dan Kerry Cappadora (Alexa Vega).
Kisah ini dimulai dengan permainan petak umpet Vincent dan Ben, dua kakak beradik Cappadora yang sangat dekat. Betapapun Ben sembunyi dari Vincent, Vincent –sang kakak- selalu bisa menemukannya.
Suatu ketika, Beth –Mrs. Cappadora- menghadiri reuni dengan teman-teman SMA-nya di sebuah hotel, dia mengajak ketiga anaknya, Vincent yang berusia 9 tahun, Ben yang berusia 3 tahun, dan Kerry yang masih bayi. Beth bertemu dengan sahabat-sahabat lamanya di lobi hotel, dan berpaling dari ketiga anaknya selama beberapa saat, meminta Vincent menggenggam tangan Ben. Begitu Beth kembali, dia menemukan Vincent tak bersama Ben. Beth tercengang, dia panik mencari-cari, namun terjadilah ketakutan terbesar seluruh orang tua di dunia, anak hilang.
Candy Bliss (Whoopie Goldberg) dari kepolisian memaparkan jika anak itu tidak ditemukan dalam waktu satu kali enam jam, maka sang anak dianggap diculik. Menit demi menit berlalu, Pat –Mr. Cappadora- tiba di saat-saat genting, ketika enam jam Beth nyaris habis. Beth menjerit ketika enam jamnya diklaim telah berlalu, Ben resmi diculik.
Kepergian Ben membuat Beth depresi, awalnya dia didukung oleh ratusan sukarelawan untuk mencari Ben, tetapi sukarelawan tersebut satu demi satu meninggalkannya –seiring dengan keyakinan mereka, bahwa Ben telah lenyap untuk selamanya. Beth-pun semakin goyah, Pat prihatin melihat kondisi istrinya, setiap hari Beth hanya terlelap, seperti hidup bukan di masa ini, dan bukan sebagai dirinya. Beth melupakan Vincent, melupakan Kerry, di pikirannya hanya ada Ben.
Pat menyadarkan Beth, betapa dia sungguh larut dalam peristiwa kehilangan ini. Mereka tetap harus melanjutkan hidup, itu kata Pat. Dan Beth kembali terbuka, dia menyibukkan dirinya dengan kegiatannya dulu, memotret. Sementara itu Candy Bliss, sang detektif kepolisian, masih sering memberi kabar tentang kemajuan pencarian Ben. Bliss memberikan proyeksi wajah Ben, sepuluh tahun dari sekarang.
Sembilan tahun kemudian, seorang anak bernama Sam Karras mengetuk rumah keluarga Cappadora, menawarkan jasa pemotongan rumput. Wajah Sam menyerupai gambar proyeksi penuaan Ben. Beth terkejut, dia memotret anak itu dari balkon rumahnya, dan memperlihatkan hasil fotonya pada Pat. Pat-pun menduga, anak itu mungkin saja Ben.
Mereka melacak data anak itu, menemukannya hidup hanya beberapa blok dari rumah mereka. Dia adalah seorang anak adopsi keluarga Karras yang bahagia, dan tidak punya bayangan sedikitpun tentang masa kecilnya.
Rupanya Ben diculik oleh teman SMA Beth pada hari reuni, seorang wanita dengan ketidakstabilan mental. Setelah menculik Ben, dia menikahi George Karras dan pindah ke kompleks yang sama dengan keluarga Cappadora. Wanita itu meninggal lima tahun kemudian.
Sam lalu diajak kembali ke rumahnya yang dulu, hidup bersama keluarga Cappadora. Karena fakta bahwa dia adalah seorang Cappadora, Sam atau Ben, menerima ajakan ini. Tetapi hanya beberapa saat dia bisa tinggal di sana, bagaimanapun dia tidak mengingat masa lalunya, dan dia tidak mengerti, mengapa dia harus tinggal tiga blok jauhnya dari rumah ayahnya sendiri, George Karras.
Beth terluka mendengar pengakuan Ben. Entah kenapa, saat ini seakan-akan dia yang mencuri Ben dari keluarganya. Beth-pun mengembalikan Ben kepada George Karras.
Di waktu yang sama, Vincent yang dewasa tanpa perhatian cukup dari Beth, menjadi remaja yang berantakan. Dia rupanya telah lama menyadari kehadiran adiknya di blok itu, tetapi tidak peduli. Saat Ben kembali ke rumah ayahnya, George Karras, dia mengingat peristiwa-peristiwa masa lalunya, bahwa dulu dia sering bermain petak umpet dengan Vincent, dan Vincent selalu menemukannya. Ben lalu menemui Vincent dan mengaku, dia tidak takut saat dia hilang sembilan tahun lalu, karena dia tahu Vincent akan menemukannya.
Vincent Cappadora - Age 16: You were just lying there, not scared or anything…
Sam Karras/ Ben Cappadora (Age 12): I know that's what I remembered, that I wasn't scared, because I knew you'd come and find me.
Kenangan dengan Vincent membuat Ben mencoba kembali hidup dengan keluarga Cappadora.

Testimony
“Michelle Pfeiffer and Treat Williams give such magnetic performances that they elevate the film way above its middlebrow sensibility and proclivity for neat resolutions.” (Variety-Emmanuel Levy)
“Two films in one: an intriguing child-disappearance mystery and an uncommonly affecting domestic drama realized by four terrific central performances.” (USA Today-Mike Clark)
“So finely crafted, so alive with wonderful acting and an extraordinary commitment to realism that most audiences will be happy to surrender themselves to its improbable ride.” (Salon.com- Andrew O'Hehir)

Reviewer’s comment
Satu lagi film keluarga yang menyentuh. Menggurui dengan sangat halus tentang bagaimana keluarga membantu dalam situasi yang paling sulit sekalipun.
Hubungan Pat dan Beth, pasangan suami istri yang saling menguatkan, bahkan pada saat yang satu menjelma jadi orang yang berbeda. Hubungan Beth dan Ben, menyiratkan bagaimana seorang ibu hancur atas kehilangan anaknya, kasih ibu yang luar biasa. Hubungan Ben dan Vincent, ikatan adik dan kakak yang erat, satu peristiwa remeh di masa kecil yang bisa menjadi kenangan yang kuat pengaruhnya suatu saat nanti. Hubungan Bliss dan Beth, persahabatan yang memberi dukungan. Kemudian hubungan Ben atau Sam dengan George, hubungan adopsi yang tidak mengurangi kasih sayang antarkeduanya.
Semua hubungan tersebut memiliki makna mendalam yang akan sulit diuraikan dengan operasionalisasi konsep.
Sekalipun The Deep End hanya mandapat nilai 45 dari rata-rata review di metacritics.com, film ini sangat layak tonton, sesuatu yang lebih dari nilai 45, nilai pencerahan hati mungkin.

Sumber
The Deep End of The Ocean Movie
http://www.imdb.com/title/tt0120646/awards
http://www.metacritic.com/film/titles/deependoftheocean
http://en.wikipedia.org/The_Deep_End_of_The_Ocean(film)