Pada hari Selasa 17 November 2009, kelas Jurnalistik Media Cetak berhasil menembus Tribun Timur untuk melakukan kunjungan media. Kunjungan media ini sebagaimana yang disebutkan Dosen MK Jurnalistik Media Cetak, Pak Hasrullah, bertujuan untuk memberi pengalaman empiris pada mahasiswa tentang proses berita dalam media cetak. Bagaimana berita tersebut diolah oleh kuli-kuli tinta, hingga tiba di tangan pembaca dalam bentuk koran.
Sebenarnya, kunjungan media direncanakan berlangsung hari Senin, sesuai dengan jadwal mata kuliah, tetapi
karena koordinasi yang belum matang, rencana ditunda hingga Selasa pukul sepuluh pagi. Tribun Timur menjadi pilihan karena Tribun Timur merupakan salah satu media cetak yang baru berkembang dan sukses di Indonesia Timur. Selain itu, Tribun Timur menyediakan kolom khusus untuk mahasiswa setiap hari Sabtu, yang sering menjadi kolom kompetisi bagi para peserta kelas Jurnalistik Media Cetak.
Melalui layanan pesan singkat, informasi disebar ketua kelas untuk peserta kelas agar berkumpul di jurusan pukul sembilan pagi. Ketua kelas juga mengirimkan pesan tambahan pada saya, meminta tolong untuk menyediakan plakat penghargaan untuk Tribun Timur. Saya menyanggupi hal ini.
Meski saya datang tepat waktu pada hari kunjungan media, urusan plakat membuat saya terhambat. Masalahnya, plakat itu seharusnya ditandatangani oleh ketua jurusan, tetapi sampai pukul sembilan lewat, beliau belum datang juga. Saya akhirnya mencetak ulang plakat tanpa nama ketua jurusan sebagai pihak yang mengetahui.
Walhasil, saya tiba cukup telat di kantor redaksi Tribun Timur. Saya tiba bertepatan dengan sesi tanya jawab. Saya melihat ruangan rapat berukuran sekitar enam kali empat meter itu telah dipadati oleh teman-teman kelas Jurnalistik Media Cetak. Pihak Tribun Timur yang hari itu mendampingi kami, Pak Rusdi, sampai harus repot mengangkat kursi ekstra untuk kami yang datang terlambat. Tetapi ungkapan ‘lebih baik sedikit dari pada tidak sama sekali’ ada benarnya juga, toh melalui sesi Tanya jawab yang cukup singkat, saya juga bisa memperoleh tambahan pengetahuan dari Pak Rusdi yang sudah malang melintang di dunia jurnalistik.
Beliau menjawab pertanyaan teman-teman semisal: apakah Tribun Timur tidak menerima pegawai magang? Bagaimana dinamika media cetak saat media online sedang berkembang pesat? Serta bagaimana verifikasi Tribun Timur?
Pak Rusdi memaparkan bahwa Tribun Timur tidak menerima pegawai magang karena sangat menjunjung tinggi aspek kepercayaan. Orang yang bisa dipercayai sebagai ‘orang dalam’ adalah orang-orang yang telah lama membangun dan bertahan bersama Tribun Timur, dan pegawai magang bisa disebut ‘orang dalam’ temporer, tidak ada jaminan suatu saat pegawai magang tersebut berkiblat ke media cetak lain, karena itu proses perekrutan Tribun Timur tergolong berat. Tribun Timur harus tebang pilih untuk mendapatkan orang yang benar-benar dapat dipercayai dan memiliki integritas. Bayangkan saja, sehalaman Tribun Timur merupakan tanggung jawab satu orang reporter. Tetapi, tambah Pak Rusdi, beliau menerima lamaran magang untuk ruang lingkup administrasi.
Menurut Pak Rusdi, media online dan media cetak tidak sertamerta menjadi media yang kontradiktif. Adanya media online belum menggeser signifikansi media cetak, oplah penjualan Tribun Timur tetap normal sekalipun media online merajalela. Kalaupun suatu saat masyarakat beralih ke media online, Tribun sudah membuat media online sendiri, dan masyarakat bisa mengakses berita yang diupdate tiap dini hari.
Untuk verifikasi, Tribun Timur mengaku senantiasa mempertahankannya. Pak Rusdi sendiri selalu melakukan editing dan membuka pintu untuk ralat dari pembaca. Beliau mengatakan, reporter Tribun Timur pasti melakukan kroscek berita, jika informasi dirasa salah, kadang itu karena sumber informasi sendiri kurang spesifik dalam memberikan informasi.
Pak Rusdi sempat bercerita bagaimana kolom opini untuk mahasiswa di Tribun Timur akhirnya bisa terwujud. Kolom opini tersebut pada masa-masa awalnya dulu, sungguh sepi dari penulis (mahasiswa), tetapi Pak Rusdi mengaku dibantu oleh salah seorang mahasiswa UNM yang sering menulis. Dewasa ini, untuk menembus kolom opini khusus mahasiswa tersebut, harus melalui persaingan dengan penulis-penulis lainnya. Pak Rusdi mengatakan, beliau sedang memperjuangkan terbitnya dua opini dalam satu halaman. Meski demikian, untuk terpenuhinya hal ini, pihak bisnis berarti harus mengeluarkan dana tambahan karena menutup kolom iklan. Ya, dinamika media cetak.
Beliau menutup diskusi itu dengan memotivasi kami untuk tetap mengirim tulisan ke Tribun Timur, dan selalu meminta bantuan dosen kami, Pak Hasrullah. Pak Hasrullah lalu menyerahkan satu plakat dalam frame plastic jernih yang telah beliau tanda tangani, kepada Pak Rusdi.
Agenda berikutnya adalah kunjungan lapangan. Pak Rusdi menggiring kami keluar dari ruang rapat menuju ruang redaksi dan reporter. Ruangan itu cukup luas, ada dua lingkaran meja yang berjejal komputer-komputer berumur. Pak Rusdi menjelaskan, lingkaran meja di sisi kanan adalah lingkaran reporter, dan lingkaran di sisi kiri adalah redaktur –termasuk fotografer.
Pak Rusdi memperlihatkan proses listing berita, komputer yang letaknya di sudut paling kiri adalah komputer khusus listing atau pengurutan berita. Komputer itu juga beliau gunakan untuk absensi reporter dan redaktur. Selanjutnya, beliau menggiring kami menuju komputer line SMS Tribun Timur, baik itu PSM Mania, sampai line sms yang sifatnya aksidental. Beliau menunjuk satu ruangan khusus editor grafis Tribun Timur, dan beralih pada sebaris komputer di sisi kiri yang digunakan oleh para fotografer Tribun Timur.
Setelah itu, beliau menunjukkan ruangan khusus tempat pracetak Tribun Timur, di mana lempengan-lempengan Tribun Timur dicetak sebelum diprint dalam bentuk kertas A3. Setelah itu, barulan koran masuk cetak.
Ruang percetakan terletak di belakang ruang redaksi, tempatnya serupa gudang dengan sebuah mesin cetak berat setinggi kurang lebih delapan meter. Di sanalah Tribun Timur diproses menjadi koran yang utuh, dengan menghabiskan kurang lebih dua belas gulung kertas berdiameter satu meter, setiap harinya. Dan setiap hari pula, ada ribuan eksampelar koran yang dinyatakan rusak, koran ini dialihkan pada para pengolah kertas daur ulang.
Pak Rusdi mengantarkan kami keluar dari percetakan, dan kami amat sangat berterima kasih atas kesempatan kunjungan media ini. Ini merupakan salah satu pengalaman yang berharga untuk kami.
No comments:
Post a Comment