Friday, December 19, 2008

Pride & Prejudice



Both the movie and the book are all about the five Bennet sisters take place in old-fashioned England. They have all been raised by their mother with one purpose in life: finding a husband. But, the second eldest Elizabeth Bennet, called Lizzi, precisely, can think of hundred reasons not to marry.

Some day, Mrs Bennet exclame that no longer, a young-rich gentleman who taken Netherfield, Mr Bingley, will visit the village. This is the good chance to made acquaintance her daughters with Mr Bingley.

Then at the ball, Mr Bingley comes with another four people Mr. and Mrs Hurst, Miss Bingley and the gentleman who pronunced as the fine figure of man, darkly handsome and snobbish, and soon declared handsomer than Mr. Bingley, the gentleman is Fitzwilliam Darcy.

That was the first time Mr. Darcy staring a pair of fine eyes, the eye which belong to Lizzi. The woman he finally appointed as the handsomest ladiest in his acquaintance.

But the truths drag down Lizzi to prejudice to Mr. Darcy. His pride, his manners. Howcome, he ‘save’ Mr Bingley - as a loyal companion - from marrying Jane Bennet, Lizzi’s older sister. And the fact that Mr Darcy is the one who brought down Mr Wickham to proverty. All, made Lizzi interpret that Mr Darcy was the last man in the world whom she could be prevailed to marry.

Unforgivable thought of her, when later she face the condition where Mr Darcy pronounce: “In vain I have struggled. I will not do. My feeling will not be repressed. You must allow me to tell you how ardently I admire you and love you.”

After all the refusal, He was totally patient wait till the time. Fixing the prejudices of him. He save Lydia from scandal marriage with Wickham. He converse to Mr Bingley, and assuring him to come back where Jane Bennet belong. An action that perfeclty sealed but not sealed enaugh to Lizzi find out.

What, Mr Darcy done, made Lizzi facing the turning point of her prejudice of Mr Darcy. Moreover, her admiraton increasingly. Her pride decrease. And hoping someday, Mr Darcy make renewal of his proposal.

And, absolutely, the end of the movie as what Lizzi wondering for, and us.

Afterwards, I’m googling for the keyword “Pride & Prejudice”. And fortunately, I finally found the PDF file of the book, in english (you might visit the site and try for your fortune: site.girlebooks.com) . And I’ve finished read it last night(forthis post, i mean 2 months ago). Perhaps, that’s why I write this review in english too. There's something about Jane Austen's writing style. Oprah says them honesty, sincerity. And i'm kinda love it. Well then… []

Thursday, December 18, 2008

Kisah Wanita Tua yang Hafidz

Kisah ini dibacakan oleh Ustad Mutahhir Arif dalam khutbah ied silam, dari buku “Kepastian yang Sering Diragukan” yang ditulis oleh Al-Ustad Arif Marzuki Hasan. Aku sendiri mendengarnya sangat tersentuh dan termotivasi, karena itu kuposting di sini:
Salah satu kisah keyakinan yang memotivasi untuk menghafal al-Qur’an ialah kisah seorang ibu yang tadinya buta huruf, mulai belajar membaca Al-Qur’an pada saat ia berusia 55 tahun. Akhirnya, 13 tahun kemudian ia menghafal Al-Qur;an dengan sangat baik. Yaitu pada saat ibu itu berusia 68 tahun.

Ibu ini dipanggil Ummu Ahmad bercerita tentang kisahnya yang menarik:
“Saya bersuami seorang ustad di Qashim, Saudi Arabia, kami dikarunia beberapa orang anak.
Dalam perjalanan rumah tangga kami, suamiku tiba-tiba lumpuh, tidak dapat meninggalkan tempat tidur. Tapi walau demikian ia sangat rajin membaca Al-Qur’an dan mengulangi hafalannya. Saya selalu mendampinginya membaca Al-Qur’an, sayalah yang membalikkan lembaran-lembaran Al-Qur’an, karena dia tidak sanggup menggerakkan kedua tangannya.
Saya sangat tersentuh dengan kesungguhan suami saya membaca Al-Qur’an. Saya selalu mengatakan alangkah bahagianya sekiranya saya juga tahu membaca Al-Qur’an, saya buta huruf tidak tahu membaca dan tidak tahu menulis.
Bertahun-tahun saya merawat suami yang lumpuh sambil mendidik anak-anak. Akhirnya, Allah memanggil pulang suami saya, saat itu usia saya lima puluh lima tahun.
Sepeninggal suami, saya bertekan meneruskan perjuangannya, lalu saya membuka lembaga Tahfidzul Qur’an untuk wanita, dan sayalah pendaftar pertamanya. Saya langsung mengajak keluarga dan para tetangga, tapi mereka semua langsung mengejek saya, berusaha melemahkan semangat saya, mereka semua pesimis, karena saya buta huruh dan usia saya hampir enam puluh tahun, bagaimana mungkin saya bisa menghafal Al-Qur’an? Tap ejekan dan cemoohan mereka semakin menguatkan keyakinan saya bahwa jalan yang saya tempuh benar dan saya yakin bahwa saya bisa!
Setiap hari saya ke tahfidzul Qur’an untuk belajar membaca Al-Qur’an. Saya menghadapi banyak kendala karena daya ingat yang telah menurun, apalagi saya juga bekerja untuk menafkahi anak-anak, saya kemudian mendapatkan tambahan ujian yaitu anak-anak yatim saudaraku yang telah meninggal tidak lama ini dititipkan pada saya.
Di tengah semua beban berat itu, setiap hari saya ke Tahfidzul Qur’an, terus mengaji dan menghafal sedikit demi sedikit. Akhirnya, saya mengkhatamkan hafalan al-Qur’an setelah 13 tahun. Hafalan saya, Alhamdulillah lancar dan sangat baik. Di samping itu saya juga mempelajari ilmu-ilmu tauhid, fiqhi, muamalat dan akhlaq. Dan yang terpenting adalah saya telah mendapatkan sahabat-sahabat yang sholehah, yang senantiasa menambah keyakinanku, yang oleh keberadaan merekalah, saya tidak pernah berkumpul dengan ibu-ibu yang senang berghibah dan bercerita hal-hal yang tidak bermanfaat.
Sekarang, setiap kali saya merasa sedih, atau susah, atau ada masalah yang saya hadapi, atau yang memancing saya untuk marah, terasa sesak atau merasa malas, segera saya berwudhu, lalu sholat kemudian membaca Al-Qur’an sembari mengulangi hafalan. Setelah itu saya kembali kuat, berbahagia, dan bersemangat lagi.
Sekarang tahfidzul qur’an yang saya dirikan, sudah ramai dikunjungi oleh ibu-ibu dan remaja putri. Ada thalibah (santri) kami yang berusia 70 tahunm, sangat rajin dan bersungguh-sungguh belajar mengaji dan menghafal Al-Qur’an. Adapula yang berusia 80 tahun, berjalan memakai dua tongkat karena sakit, tapi nenek inilah santri yang paling bersemangat. Kami terharu melihat mereka. (dari kitab: Nisaa’ La Ya’rifnal Ya’s oleh: Syekh Ahmad Salim bin Ba Duwailin)

Dan Ingatlah Ia, Pagi dan Petang Hari

Mengapa Harus Berdzikir?

Pertanyaan itu merupakan pertanyaan yang penting untuk dijawab, agar mampu memberikan dorongan bagi muslim untuk selalu menjaga dan komitmen dalam melaksanakan dzikir, betapapun banyaknya pekerjaan dan kesibukan.

Al-Allamah Ibnul Qayyim memberikan kita jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut dalam bukunya “al-Wabilul ash-Shoyyib” yang menguraikan 80 faedah berdzikir, beberapa point yang terdapat dalam buku Adzkarus Shobah wal Masaa terbitan Pesantren Darul Istiqamahakan saya posting di sini:


1. Dzikir itu dapat menghilangkan kesusahan, kesedihan dan kegundahan dari hati, mendatangkan kesenangan dan kegembiraan ke dalam hati serta menguatkan dan menghidupkan hati. Sebagaimana yang dikatakan oleh ibnul Qoyyim –rahimahullah- “dzikir bagi hati layaknya air untuk ikan. Dan bagaimanakan kondisi seekor ikan tanpa air?”

2. Dzikir mewariskan untuk seorang muslim perasaan muroqabatullah (selalu berada di bawah pengawasan Allah), serta dorongan untuk selalu kembali dan dekat kepada-Nya. Hal itu akan melahirkan kondisi di mana seorang hamba akan selalu ingat kepada Allah. Dan cukuplah Allah SWT sebagai tempat kembali, pelarian dan tempat meminta perlindungan dari segala bala dan musibah.

3. Dzikir itu adalah penyebab di mana Allah akan selalu ingat pada hambaNya, sebagaimana firman Allah

ﻓﺬﻛﺮﻭﻧﻲﺍﺫﻛﺮﻛﻢ

“Maka ingatlah kalian kepadaKu pasti Aku akan ingat kalian” (AlBaqarah:152)

Dan bila dzikir itu tidak memiliki faedah kecuali yang ini saja, maka cukuplah hal ini merupakan suatu kemuliaan dan keutamaan

4. Dzikir itu adalah menu dan makanan hati dan ruh. Dan sebagaimana badan akan lemah tanpa makanan, demikian pula dengan hati dan ruh yang akan lemah bahkan hancur tanpa dzikir.

5. Dzikir itu menghilangkan dan menghapus kesalahan, sebagaimana dzikir adalah kebaikan yang paling besar di mana kebaikan itu akan mnghapus kejelekan.

6. Dzikir itu akan menghilangkan perasaan sunyi antara hmba dengan Tuhannya sementara orang yang lalai dari mengingat Allah , maka antara ia dan Allah akan selalu berada dalam perasaan asing dan sunyi.

7. Dzikir membebaskan seorang hamba dari penyesalan di hari kiamat. Jadi seorang hamba yang tidak mengingat Allah SWT pada suatu majlis maka ia akan ditimpa kecelakaan dan penyesalan di hari kiamat

8. Dzikir itu adalah tanaman di surga. Rasulullah bersabda: pada malam isro’ku aku bertemu dengan nabi Ibrahim AS, beliau berkata ‘Wahai Muhammad! Sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahu mereka bahwa surga itu tanahnya subur dan airnya jernih, tidak ada tanaman kecuali bacaan:

ﺳﺒﺤﺎﻥﷲﻭﺍﻟﺤﻤﺪﻟﻟﻪﻭﻻﺇﻟﻪﺇﻻﷲﻭﷲﺍﻛﺒﺮ

9. Sesungguhnya rutinitas melakukan dzikrullah memastikan seseorang aman dari melupakan Allah SWT yang merupakan sebab kecelakaan seorang hamba dalam hidupnya dan ketika kembali kepada-Nya.

10. Dengan banyak dzikir kepada Allah SWT maka kita aman dari sifat munafik karena mereka (para munafiquun) sedikit mengingat Allah, sebagaimana dalam firmannya

ﻭﻻﻳﺬﻛﺮﻭﻥﷲﺇﻻﻗﻠﻴﻼ

“Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit” (AnNisa:142)

11. Dzikir itu mengusir dan melumpuhkan setan.

12. Hati seseorang itu ada kerasnya dan tidak ada yang dapat melunakkannya kecuali dengan dzikrullah. Maka seorang hamba hendaknya mengobati kekerasan hatinya dengan dzikrullah.

13. Dzikrullah adalah penolong yang paling berperan dalam ketaatan kepada Allah SWT, karena dzikrullah menjadikan seorang hamba cinta, mudah dan menikmati ketaatan. Dan menjadikan ketaatan itu sebagai penyejuk mata, kenikmanatan dan kebahagiaannya di mana ia tidak merasakan lelah, kesulitan dan keberatan dalam melaksanakan ketaatan sepertiyang dirasakan oleh sering yang lalai dari dzikrullah.

Friday, December 12, 2008

Saudagar Buku dari Kabul


SAUDAGAR BUKU DARI KABUL
Author: Åsne Seierstad
“Bagaimana jawabanmu?” tanya Karim.
“Kautahu, aku tak bisa menjawab permintaanmu.”
“Tapi, apa yang kau inginkan?”
“Kautahu, aku tak boleh punya keinginan.”
“Tapi, kausuka padaku?”
“Kautahu, aku tak bisa menjawab pertanyaan seperti itu.”
“Akankah kau menerima jika aku melamarmu?”
“Kautahu, bukan aku yang memutuskan.”
-Satu dialog yang sangat menarik di buku ini (adalah dialog Karim, pemuda yang hendak melamar Leila, dengan Leila, adik bungsu Sultan)-

Åsne Seierstad, seorang wartawan surat kabar dan televisi Norwegia, telah membuat laporan yang sungguh menarik berjudul Saudagar Buku dari Kabul. Sebenarnya buku yang serasa fiksi ini merupakan laporan Åsne Seierstad setelah menetap empat bulan bersama keluarga seorang saudagar buku di Mikrorayon, Kabul, yang bernama Sultan Khan.
Sejak pertama kali Seierstad bertemu dengan Sultan Khan di toko bukunya sepulangnya dari Uzbekistan, mereka banyak berbincang mengenai buku-buku Sultan dan kebijakan pemerintah yang membumihanguskan buku-bukunya, semakin Seierstad mendengar maka semakin tertarik dia pada keluarga ini, dan pada Februari 2002 ia mulai tinggal di rumah Sultan untuk menulis mengenai keluarga Khan. Maka, selain nama yang disamarkan, seluruh isi buku ini adalah nyata dan asli.

Menarik sekali bagaimana Seierstad memulai bukunya, yaitu dengan kisah pernikahan kedua Sultan Khan, bagaimana ia melamar seorang gadis berusia enam belas tahun dari keluarganya yang bernama Sonya. Delapan belas tahun sebelumnya, Sultan telah menikahi seorang wanita yang berprofesi sebagai guru, Sharifa. Salah satu potret mengenai Afghanistan yang Seierstad rasa harus diketahui dunia: mereka berpoligami.
Sonya kemudian menambah penghuni rumah keluarga Khan di apartemen blok 37 Mikrorayon, tiga belas orang. Mula-mula Bibi Gul, selaku ibu Sultan Khan, Sultan sendiri, istri pertamanya Sharefa, istri keduanya Sonya, saudara Sultan: Shakila, Bulbula, Yunus dan Laila, anak-anak Sultan: Mansur, Aimal, Iqbal, Shabnam, dan Latifa.
Kehidupan keluarga ini penuh dengan drama dan komedi. Sultan mengisahkan bagaimana setiap rezim memperlakukan dia dan buku-bukunya, terakhir adalah suatu siang yang sangat dingin pada November 1999, di mana api unggun menyala-nyala di persimpangan Charhai-e Shadarat, Kabul, ketika peradaban Afghanistan yang tertera dalam lembar-lembar buku dimusnahkan: gambar-gambar Ratu Soraya, Raja Amanullah dan semua yang memiliki kepala dibakar di situ untuk “memuliakan” Tuhan. Dan tidak luput pula buku-buku Sultan yang bisa ditemukan polisi Agama. Meskipun demikian, melalui pengalaman-pengalaman sebelumnya, Sultan belajar untuk tidak memampang semua bukunya, sebagian telah disembunyikan di Peshawar, Pakistan.
Buku-buku itu aman, Sultan telah mengisntruksikan istri pertamanya Sharifa untuk menjaga buku-buku itu selagi ia berada di Kabul mengawasi toko bukunya yang lain bersama anak-anaknya.
Semua anak Sultan: Mansur, Iqbal dan Aimal bekerja di toko buku Sultan, karena Sultan tidak bisa memercayakan bukunya pada siapapun. Mansur adalah anak yang tertua, sudah dapat dipastikan tidak memiliki masa depan yang lain selain toko itu, sehingga seumur hidupnya ia selalu merasa terpenjara dalam aturan Sultan, dia akan bebas kalau Sultan tidak ada. Nasib Iqbal dan Aimal tidak jauh beda, mereka tidak bersekolah, karena telah mendapatkan pekerjaan yang layak itu, penerus toko buku.
Sultan adalah anak kesayangan Bibi Gul, ia adalah putra pertama dalam keluarga, tiga belas bersaudara. Sultan adalah tulang punggung keluarga, sehingga tidak ada yang berani menentangnya kalau ia tidak mau terlantar di jalanan Kabul yang berdebu. Satu kali terjadi perdebatan sengit antara Sultan dan kedua istrinya di satu pihak dengan Bibi Gul dan Leila di pihak yang lain, menjadi akhir cerita dari ketigabelas penghuni Mikrorayon. Setelah pertengkaran itu, subuh hari Bibi Gul, Laila, Yunus dan Bulbula pergi dari rumah Sultan Khan menuju rumah salah seorang adiknya, Farid, yang selama ini dimusuhi Sultan. Dan hari itu adalah beberapa minggu sejak Åsne Seierstad meninggalkan Kabul.
Potret intim kehidupan umat islam Afghanistan terangkum dalam kehidupan seluruh penghuni Mikrorayon, dan sungguh berbeda dengan stereotype yang ada selama ini, dituturkan dengan lepas namun sangat baik oleh Åsne Seierstad . Menarik untuk menjadi referensi.



Kenapa Ridho?

Kenapa Ridho?
Pertanyaan itu paling sering meluncur ketika belum selesai kuperkenalkan diriku.
"Ridho kan nama ikhwan!"
Lah, jadi aku ikhwan, gitu?
"Raidah Intizar, Ridho... mana nyambungnya?"
Ada empat huruf yang sama gini, kok...
Belum lagi kalo janjian mau ketemu akhwat di mushola, akhwat yang gak pernah ketemu face to face. Eh, dia nangkring duluan depan hijab, usut punya usut dia nyangkanya yang dia tunggu tuh ikhwan.
"Saya Ridho, Ukh, yang selama ini sms-an sama anti..."
"Jangan bercanda dong!" campuran ekspresinya bingung, terkejut dan tidak percaya.
Hampir frustasi aku. Padahal cuma kenalan aja kok heboh banget. Apa salahnya sih nama Ridho buat akhwat?
"Ya, salah, soalnya anti sama sekali nggak 'Ridho'!" sahut salah satu akhwat beda fakultas, yang sama-sama aktif di FLP.
Yang mungkin dimaksudkan akhwat ini adalah aku sama sekali gak maskulin, jauh harapan nama dan penampilan. Indah, sahabatku, mendefenisikan aku sebagai 'objek yang harus dilindungi dari kejahatan dan kemungkaran' karena katanya aku terlihat sangat lemah (segituunya, Ndah?), ni anak kalo kita jalan ke fotokopian kadang berdiri sok gagah di depanku, dengan tangan direntang lebar-lebar, siap nampar yang berani menggangguku. Seorang dosen bernama Pak Edi pula berkata 'Ya emang beginilah dia, kita ndak bisa paksakan suaranya nyaring, volumenya sudah maksimum.' saat (katanya) suaraku kelewat pelan, nggak bisa didengarkan satu kelas, Bu Jeanny aja kapok minta aku membaca modul. Sementara Kak Atun berpendapat, 'jangan maksa mau masuk organisasi shiyasy, Dho, kamu nggak cocok, kita ini kerjaannya aksi, orasi, entar kalo kenapa-napa di jalan, gimana?' ketika aku niat ikut daurah marhalah 1 KAMMI komsat Unhas.
Meskipun sebenarnya asal muasal tuh nama bukanlah karena sosok maskulin, kepribadian tomboy atau gimana, cuma sejarah yang nyeret aku pada nama itu.
Nama Ridho kuperoleh belum lama, yaitu awal tahun 2007. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi nama itu:

1. Kami, para redaktur buletin sekolah saat itu, memutuskan bahwa sebaiknya kami semua punya nama pena. Nah, Lia mengajukan keseragaman nama, maksudnya satu tema gitu. Trus Tian sertamerta menyarankan agar kami semua menggunakan nama cowok sebagai nama pena. Tapi butuh duduk, jalan, baring, jungkir balik yang panjang sebelum kami semua menemukan ilham nama apa gerangan yang sesuai.
2. Suatu saat Pak Yanuardi, guru Sejarah Kebudayaan Islam, menugasi kami membuat makalah dan presentasi tentang tokoh-tokoh sejarah yang terdapat dalam buku sejarah keluaran Depag untuk kelas tiga aliyah. Beberapa tokoh sejarah yaitu: KH. Ahmad Dahlan, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridho.
3. Pernah, sekali dalam seumur hidup, tidak lama setelah tugas makalah diberikan dan aku mendapatkan Ahmad Dahlan, seorang ustad dari Kuningan, Jakarta, studi banding ke pesantren kami. Seantero kampus putri mengagumi ketampanannya, apalagi ia juga nasyider. Ia memperkenalkan nasyid arab kepada kami berjudul 'zagridy ya samaa' yang sangat memukau dilantunkan olehnya. Fanatik ustad itu salah satunya adalah redaktur buletin sekolah, lebih spesifik lagi, aku (saking ngefansnya kita-kita introgasi seorang santri yang sering kebagian tugas rapihin kamar si ustad, ngeprint foto si ustad dan dipasang di kantor buletin, udah gitu rutinitas baru sebelum tidur zagridy-an dulu. Hehe... Pak Yan sebel jadinya.). Nama sang ustad kuningan adalah Rasyid.
4. Teman-temanku menemukan kesesuaian nama Ridho padaku setelah melihat adanya empat huruf yang sama, mereka terinspirasi dari tugas makalah Pak Yan di Sejarah Kebudayaan Islam. Dan kehadiran ustad Rasyid.
5. Nama itu seharusnya private, tidak diketahui oleh siapapun kecuali redaktur buletin. Namun kami dengan tololnya membuat grafiti nama itu di kantor buletin. Suatu ketika seorang santri bernama Muthia Hafid menyelinap masuk kantor dan dengan mudah mendapati nama-nama itu. Ia menghafal dan mulai mencocok-cocokkan.
6. Muthia adalah santri putri anggota angkatan 2004, yang berarti ia berada dalam kelas terbawel sekampus putri. Maka segera saja dua detik setelah ia temukan rahasia itu, seantero kampus-pun akhirnya tahu. Sampai para guru setelahnya memanggil kami dengan nama itu. Belakangan nama pena kami lebih populer dari nama asli.

Begitulah ceritanya sampai aku dianugerahi nama Ridho oleh sahabat-sahabatku. Launching pertama nama ini di dunia selain kampus putri adalah di hadapan seorang gadis turunan Bandung bernama Dedeh Fitriyani, yang sama-sama anak JILC. Lalu teman-teman JILC lain tahu, kemudian para tentor, dst. dsb. hingga akhirnya Pak Gegge berteori 'Ridho yang tak pernah ridho tidak dipanggil Ridho.'

Seenggak-enggaknya postingan ini mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam benak beberapa admirer-ku, iya nggak? Iya dong! Terima kasih, terima kasih! (glek! apel busuk?!)

Wednesday, December 3, 2008

Klasik


Sesekali simaklah sebuah musik klasik, sangat menenangkan dan menginspirasi.

1. Canon in D minor, inspiratif dan aktif, masterpiece Johann Pachebel, pokoknya keren, dua jempol deh buat komposernya.

2. Air oleh Bach, composer asal Jerman kalo nggak salah, Air cocok untuk relaksasi.

3. Brahms telah membuat komposisi yang bagus di Hungarian Dance no. 5, lengkap semua emosinya, dan dapet semua. Simak baik-baik. Musik yang sangat indah, sekalipun oleh penjaga UPT Unhas, dibilangin musik pemakaman.

4. Musik klasik pertama yang membuatku jatuh hati adalah gubahan Edvard Grieg untuk sebuah drama Peer Gynt yaitu Morgenstimmung alias Morning Mood. Pertama kali dengar dari Little Einstein. Bagus sekali. Teman2 aja yang rada-rada sinis sama musik favoritku ini, doyan denger Morning Mood.

5. Kalo mau yang romantic, dengarkan Felix Mandelsshon’s Wedding March.
6. Lagi melankolis? Raih Siberius & Walton’s violin concerto in D minor op. 47 1
7. Semua gubahan Beethoven dan Mozart insyaAllah mencerdaskan lho. Apalagi buat adek-adek.

Bingung mendapatkan di mana, download aja di 4shared.com atau sekalian nonton konsernya di YouTube.



Muslimah Only

Ada himbauan penting dari saudara kita, Al-Ustad Muhammad Nurhidayat, patut menjadi perhatian kita semua. Alhamdulillah hal ini telah diingatkan oleh beliau sehingga kita bisa waspada. Click readmore below

MAKLUMAT PENTINGSep 20, 2008
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Kepada yang Saya Hormati
Saudari-Saudariku Para Wanita Muslimah
di Bumi Allah Subhanahu Wata'ala

Saya menghimbau kepada Anda sekalian, mulai saat ini untuk tidak lagi menampilkan foto diri di jaringan internet, terkhusus pada blog-blog pribadi Anda.
Saya khawatir, foto Anda (terutama foto berjilbab) akan di-download dan disalahgunakan oleh para musuh-musuh Islam untuk dijadikan sebagai 'bahan baku' foto-foto yang sangat keji di internet demi upaya merusak citra Islam melalui foto-foto keji tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan oleh pengelola sebuah blog.

Demikian himbauan saya, semoga Allah Subhanahu Wata'ala melindungi kita semua dari makar jahat musuh-musuh Islam.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 29 November 2008

Tertanda

Muhammad Nurhidayat
Hamba Allah


Untitled

Di suatu tempat,
Entah di mana, di dunia
Seseorang menunggumu, berdoa
Seperti doa yang biasa kau ucapkan sehabis sholat

Pada suatu saat, entah apabila, di dunia
Seseorang merindukanmu, berjaga-jaga
Seperti malam-malammu yang berlalu dangat lambat

Seseorang menunggu, merindu, berjaga dan berdoa
Di suatu tempat, pada setiap
Seperti engkau, selalu

Ajip Rosidi
Ular dan Kabut, 1972


Waktu kami dapatkan di potongan Horizon, judulnya emang udah ngilang, untung penyairnya masih ada. Benar-benar puisi yang bagus. Kami sangat menyukainya.

Tuesday, December 2, 2008

Kwatrin Untuk Ingatan

Potongan puisi ini adalah karya Goenawan, sekitar tahun 1999, terdapat dalam bukunya "Sekedar singgah Minum." Tapi kami (waktu itu masih santri) menemukannya dalam buku Epiphenomenon: Telaah sastra terpilih yang disusun Arif Bagus Prasetyo, puisi yang kami gak ngerti tapi telah membuat kami jatuh hati

Aku tidak akan naik ke pucuk menara, di mana jam
Menghapusmu
Dari Praha. Plasa kehilangan kusam
Aku kehilangan kita


Sunday, November 2, 2008

Review Komunikasi Massa: Suatu Pengantar


REVIEW KOMUNIKASI MASSA: SUATU PENGANTAR (EDISI REVISI)
Penulis: Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si Dra. Lukiati Komala, M.Si Dra. Siti Karlinah, M.Si Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
Cetakan pertama edisi revisi: September 2007
Harga: Rp. 50.000,-
Tebal: i-xxi & 282 Halaman

Dewasa ini semakin banyak surat kabar dan majalah yang terbit di negeri kita, baik yang berskala regional maupun nasional, yang bersifat umum hingga yang memiliki segementasi tersendiri. Begitu pula dengan siaran radio dan televisi. Ketika seseorang mendengarkan siaran radio, menonton tv atau membaca Koran dan majalah, sebenarnya ia sedang diterpa atau menerpakan diri dengan media massa, di mana pesan media itu secara langsung atau tidak langsung tengah mempengaruhinya.

Sebagai contoh seorang mahasiswi perguruan tinggi negeri, ia menyetir mobil menuju kampusnya yang jauhnya 18 km sambil mendengarkan siaran radio, begitu tiba di perempatan lampu merah, ia membeli Koran, di kampus ia menghabiskan setengah jam untuk menyimak Koran. Ia tiba di rumahnya dan online di internet selama dua jam, belum lagi jika ia menonton tv selama dua jam kemudian sebelum ia tidur ia selalu menyempatkan membaca buku.
Peranan atau terpaan komunikasi massa terhadap mahasiswi itu sangat besar, sadar atau tidak hidupnya sudah dikendalikan media massa.

Mahasiswi tersebut merupakan sample dari populasi yang demikian luasnya yang mengalami hal sama. Tidak mengherankan jika Gamble dan Gamble (2001) menyebutkan bahwa paling tidak setiap orang menghabiskan sekitar tujuh jam untuk mengonsumsi media massa.

Mendapati kenyataan menarik mengenai pengaruh media massa ini, buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar hadir, mencoba menjabarkan pengantar-pengantar ringan mengenai komunikasi massa. Mulai dari pengertian, karakteristik, peranan, fungsi, proses, komponen, efek, model, hambatan, sistem, riset, etika komunikasi massa dan literasi media.

Buku bersampul hijau dan putih ini merupakan revisi dari edisi sebelumnya (2004) yang telah mengalami cetak ulang tiga kali dalam kurun waktu tiga tahun. Buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar mendapat sambutan luar biasa dari berbagai pihak, baik dari mahasiswa, dosen, praktisi komunikasi, maupun masyarakat umum.

Satu bab tambahan dari edisi --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--sebelumnya adalah Bab 10 yang membahas tentang literasi media. Selain itu, seorang penulis yang awalnya merupakan narasumber, Dra. Siti Karlinah, M.Si, kini turut berpartisipasi menyusun dan menambahkan materi pada edisi revisi buku ini.
Singkatnya buku ini terdiri dari sepuluh bab. Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang mengemukakan pengertian komunikasi massa, karakteristik komunikasi massa, peranan komunikasi massa, fungsi dan bagaimana orang menggunakan media massa.

Bab I Buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar berisi pembahasan dengan memaparkan beberapa fenomena menarik mengenai pengaruh dan terpaan media massa kemudian beralih pada pengertian komunikasi massa itu sendiri, pengertian yang diberikan komprehensif karena mencakup beberapa teori komunikasi massa, mulai dari Bittner, Gerbner, Maletzke, Wright hingga Joseph A. DeVito.

Melalui berbagai pengertian dari para ahli tadi, penulis buku ini kemudian menyebutkan delapan karakteristik komunikasi massa: 1) Komunikator terlembagakan 2) Pesan Bersifat Umum 3) Komunikannya anonym dan heterogen 4) Media massa menimbulkan keserempakan 5) Komunikasi Mengutamakan isi ketimbang hubungan 6) Komunikasi Massa bersifat satu arah 7) Stimulasi alat indra terbatas 8) Umpan balik tertunda dan tidak langsung.

Peranan komunikasi massa dalam kehidupan kita sangat luar biasa, salah satu operasional sederhananya adalah kita mengetahui di mana supermarket yang menyediakan barang kebutuhan kita karena adanya iklan pada komunikasi massa. Melalui komunikasi massa kita menjadi tahu berbagai macam informasi. Buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar memberikan sebuah pandangan dari Gamble dan Gamble (2001) bahwa sejak lahir sampai meninggal, semua bentuk komunikasi memainkan peranan dan menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan manusia. Apapun pekerjaan, kegiatan atau waktu luang seseorang, komunikasi merupakan salah satu factor yang memiliki peranan dalam kehidupan mereka. Lebih jauh lagi, Bab I menyajikan berbagai fungsi media massa yang dikemukakan oleh beberapa pakar ilmu komunikasi massa dan pembahasan mengenai bagaimana orang menggunakan media massa.
Bab II berisi pengertian proses komunikasi massa, yang umumnya (seperti yang dikemukakan Schramm) memerlukan tiga komponen yaitu source, message dan destination atau --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--komunikator, pesan dan komunikan. Dengan kata lain tanpa salah satu ketiga komponen maka tidak akan terjadi proses komunikasi. Oleh karena itu komponen-komponen utama mutlak ada pada proses komunikasi, dalam kontekstual apapun, termasuk konteks komunikasi massa. Teori ini mengantar kita pada komponen-komponen yang terdapat dalam komunikasi massa oleh Hiebert, Ungurait dan Bohn (1975) yaitu: communicators, codes and content, gatekeepers, the media, regulator, filters, audiences dan feedback. Dalam Bab II juga dijelaskan mengenai efek komunikasi massa baik itu efek kehadiran media massa sebagai benda fisik (Koran, televisi, dll) maupun sebagai pesan (Steven M. Chaffee).

Bab III mencakup teori dan model komunikasi massa. Bab ini sangat diperkaya oleh berbagai teori dan model komunikasi massa. Mulai dari teori Jarum Hipodermik yang merupakan awal efek komunikasi massa pada tahun 1970-an, teori Komunikasi Banyak Tahap, Teori Proses Selektif, Teori Pembelajaran Sosial, Teori Difusi Inovasi, dan Teori Kultivasi. Begitu pula dengan model-model komunikasi massa. Sebagaimana yang Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D ungkapkan dalam bukunya Ilmu Komunikasi (2007:131) bahwa untuk lebih memahami fenomena komunikasi, kita perlu menggunakan model-model komunikasi. Maka buku ini memberikan berbagai model yang dikenal dalam komunikasi massa, beberapa di antaranya adalah model Shannon dan Weaver, Harold D. Lasswell dan HUB (Hiebert, Ungurait, dan Bohn) yang terkenal.

Bab IV melengkapi buku Komunikasi Massa: Suatu Pengantar dengan menyatakan bahwa setiap kegiatan komunikasi, pasti akan menghadapi berbagai hambatan. Hambatan yang tentunya akan mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Dalam Bab IV dirumuskan hambatan komunikasi massa ada tiga: 1) Hambatan Psikologis yang berupa kepentingan, prasangka, stereotip, dan motivasi 2) Hambatan Sosiokultural yang antara lain aneka etnik, perbedaan norma sosial, komunikan yang kurang mampu berbahasa Indonesia, factor semantic, pendidikan yang belum merata, serta hambatan mekanis 3) Hambatan Interaksi Verbal yaitu hambatan polarisasi, orientasi intensional, evaluasi statis dan indiskriminasi.

Bab V menyebutkan bentuk-bentuk media massa, sejarah, fungsi, karakteristik serta fenomenanya: surat kabar, majalah, radio siaran, televisi, film dan computer serta internet.

Bab VI lebih jauh lagi memaparkan mengenai media dan sistem pemerintahan, pola hubungan media massa dan pemerintahan. Pola hubungan media massa dan pemerintahan di suatu Negara erat kaitannya dengan sistem dan struktur politik yang berlaku di Negara di mana kedua lembaga tersebut berada. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah media massa mencerminkan falsafah politik Negara yang bersangkutan. Dalam hal ini pers. Pers menggambarkan sebuah Negara --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--dapat dilihat melalui teori pers (Siebert dkk.): Teori Otoriter, Teori Liberal, Teori Tanggung Jawab Sosial, Teori Soviet Totalitarian. Semantara sistem pers di Indonesia tidak dapat dikategorikan pada salah satu teori yang dikemukakan Siebert dan kawan-kawan. Sistem pers di Indonesia memiliki kekhasan karena ideology dan falsafah Negara Indonesia yang khas pula.

Bab VII berisi pembahasan tentang riset komunikasi massa yaitu upaya mencari data tentang khalayak yang dapat diinterpretasikan menjadi informasi yang dibutuhkan. Data yang dicari melalui riset khalayak dikelompokkan ke dalam: 1) audience profile atau profil khalayak 2) media exposure atau terpaan media 3) audience rating atau peringkat khalayak dan 4) efek komunikasi bermedia (Sari. 1993:28). Riset khalayak ini berperan dalam memberikan ciri ilmiah dan mengembangkan suatu sistem pengetahuan, serta dapat pula memberikan informasi kepada stasiun penyiaran tentang profil khalayak dan kebutuhannya.

Bab VIII berisi pembahasan mengenai Public Relations dan mitranya media massa atau pers yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, keduanya saling membutuhkan dan membentuk sinergi positif.

Bab IX mengemukakan etika komunikasi massa. Sobur (2001) menyebutkan etika pers atau etika komunikasi massa adalah filsafat moral yang berkenaan kewajiban-kewajiban pers tentang penilaian pers yang baik dan pers yang buruk. Dengan kata lain, etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Ada beberapa poin penting yang berkaitan dengan etika seperti yang dikemukakan Shoemaker dan Reese, dalam --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--Nurudin (2003), yaitu: 1) Tanggung Jawab 2) Kebebasan Pers 3) Masalah Etis 4) Ketepatan dan Objektivitas 5) Tindakan Adil untuk Semua Orang.

Bab X berbicara mengenai media literacy atau literasi media. Literasi Media adalah keahlian yang diambil begitu saja. Keahlian yang dapat dikembangkan melalui literasi media adlah berpikir bagaimana pentingnya media massa dalam menciptakan dan mengendalikan budaya yang membatasi kita dan hidup kita. Defenisi dari literasi menurut beberapa pakar adalah kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara atau huruf. Budaya melek huruf menimbulkan efektifitas dan efesiensi penggunaan simbol-simbol tulisan. Orang-orang dapat mengakumulasi sebuah body of knowledge (bangunan pengetahuan) yang lebih permanen dan menyampaikan pengetahuan tersebut dari satu generasi ke generasi lainnya. Budaya melek huruf ini tidak lepas dari --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--revolusi Gutenberg (revolusi penemuan mesin cetak oleh Gutenberg) pada 1946 dan teknologi komunikasi modern.

Literasi media adalah kepedulian masyarakat terhadap dampak negatif dari media massa yang bertujuan mengajak khalayak dan pengguna media untuk menganalisis pesan yang disampaikan media massa.

Setiap pembahasan dalam buku ini selalu dilengkapi penjelasan-penjelasan yang mudah dipahami serta contoh operasional yang dekat dengan kehidupan sehari-hari sehingga kalangan manapun akan mudah mencernanya. Serta dalam rangka menyempurnakan bukunya, penulis buku melampirkan Undang-Undang tentang Penyiaran, Undang-Undang tentang Pers.


Saturday, November 1, 2008

Proses Dialektis Peter L. Berger


Peter L. Berger (1991) membuat suatu kerangka pemikiran untuk memperlihatkan hubungan antara individu dan masyarakat. Menurutnya, dalam masyarakat terdapat proses dialektis mendasar yang terdiri atas tiga langkah:

a. Eksternalisasi: jika dibandingkan dengan manusia lainnya, manusia merupakan makhluk yang secara biologis mempunyai kekurangan karena dilahirkan dengan struktur naluri yang tidak lengkap dan dunia yang diprogram tidak sempurna. Oleh adanya ketidaksempurnaan tersebut, manusia harus menciptakan satu dunia manusia, yaitu kebudayaan (world-building). Maka, Berger menyimpulkan untuk langkah eksternalisasi ini, masyarakat adalah produk manusia.
b. Objektivasi: inti dari proses objektivasi ialah bahwa kebudayaan yang diciptakan manusia kemudian menghadapi penciptanya sebagai suatu fakta di luar dirinya. Menjadi suatu realitas objektif. Sehingga, Berger mengemukakan bahwa masyarakat merupakan suatu gejala dialektis.
c. Internalisasi: dunia yang telah diobjektivasikan tersebut diserap kembali ke dalam struktur kesadaran subjektif individu. Individu mempelajari makna yang telah diobjektivasikan dan mengidentifikasi dirinya dengan dunia itu, makna tersebut masuk ke dalam dirinya dan menjadi dirinya. Pada tahap ini, menurut Berger, manusia adalah produk masyarakat.

Operasionalnya seperti pada UUD 1945. Masyarakat Indonesia membuat aturan untuk dtaati karena kita membutuhkan itu, kita memandang undang-undang itu kemudian sebagai sesuatu yang berada di luar diri kita yang memiliki sanksi dan hukuman bagi yang tidak mengacu padanya, kemudian kita merasakan bahwa UUD itu mengatur kehidupan kita, bagian dari diri kita.

Teori ini dikutip dari buku Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi terbitan UI, Jakarta.
Tolong hargai sumber dengan menyertakannya.

Komunikasi Sebagai Proses

Untuk berada pada era revolusi ini, sistem komunikasi telah melalui tahapan-tahapan yang tidak praktis. Berbagai perkembangan komunikasi tersebut sebenarnya merupakan proses yang diperbaharui hari demi hari, setiap revolusi komunikasi berbeda rentang waktunya, membutuhkan berabad-abad sehingga sistem mengalami kemajuan satu tahap. Sebut saja dulu, sistem komunikasi yang dilakukan lewat pelayanan pos (Curtus Publicus) yang terjadi di kota Roma, kemudian berkembang menjadi lebih maju dengan ditemukannya telegraf satu abad kemudian, serta menyusul penemuan-penemuan lainnya hingga akhirnya era revolusi ini Marshall McLuhan mengemukakan bahwa kita saat ini telah memasuki Global Village (Wassworth, Canada, 2000) atau kampung global. Sama halnya dengan yang terjadi di desa-desa (Village), suatu informasi dalam sekejap dapat menyebar dengan cepatnya, begitu pula dunia ini, sekarang satu informasi dapat terdistribusi ke seluruh penjuru hanya dalam waktu sepersekian detik.

Di Indonesia khususnya, dulu sistem komunikasi
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--yang dikenal dan diandalkan untuk menyampaikan pesan adalah Interpersonal Communication, kemudian tergeser oleh peran televise selaku Mass Communication sejak disosialisasikannya siaran televisi pada tahun 1962. Dan kemajuan media massa sebagai suatu sistem komunikasi semakin pesat setelah pasca lengsernya Soeharto. Ratusan media cetak bagai menjamur, stasiun televisi dan radio swasta bermunculan dan ideologi serta aspirasi bebas dipaparkan.
Semua itu tidak lepas dari peran proses dan inovasi manusia yang tak kenal henti, atau dengan kata lain terjadinya revolusi komunikasi.
Atas semua perkembangan sistem komunikasi ini, kita mempertanyakan bagaimanakah komunikasi bisa dijelaskan sebagai proses sosial, budaya dan politik?
A. Komunikasi sebagai Esensi Dasar Manusia
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia senantiasa berusaha memenuhi kebutuhan individunya terlebih dahulu sehingga kadang-kadang dalam lingkup sosial, kebutuhan individu ini lebih ditekankan daripada kebutuhan social kemasyarakatan.
Abraham Maslow merumuskan, ada lima macam kebutuhan manusia:
a. Fisik Biologis: bernafas, makan, minum, dll.
b. Keamanan dan Jaminan Hidup: perlindungan dan ketetapan, pekerjaan, pension, gaji, dll.
c. Diri dan Penghargaan: status, pangkat, penghargaan, hadiah, dll.
d. Pemenuhan dan Pencapaian Diri: keberhasilan melakukan tugas-tugas, bekerja kreatif, pendalaman kerohanian, dll.
e. Sosial dan Bergabung dengan Kelompok: diterima, berteman, dicintai, organisasi, dll.
Dari kelima kebutuhan manusia yang dirumuskan Maslow tersebut, ada fakta menarik yang bias dipetik yaitu bahwa selain manusia merupakan makhluk individu, manusia juga ada;ah makhluk social. Manusia akan terpenuhi jati diri kemanusiaannya apabila kebutuhan sosialnya telah terpenuhi, begitu pula sebaliknya.
Esensi manusia yang memiliki interdependensi dengan manusia lain inilah yang membuatnya berinteraksi dengan manusia lainnya, sehingga hal tersebut membuat komunikasi sangat berperan sebagai manifestasi untuk memenuhi kebutuhan manusia.
B. Komunikasi sebagai Proses Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, hal ini dibuktikan dalam beberapa penelitian tentang perilaku manusia yang dikucilkan. Pengucilan atau penjauhan salah seorang manusia dari lingkungan hidupnya menjadikan ia tidak mampu berpikir, bersikap dan bertindak layaknya manusia normal. Karena manusia menjadi manusia hanya apabila dia meniru perilaku manusia lainnya, dan dalam proses peniruan tersebutlah, terjadi komunikasi, verbal maupun nonverbal.
Keseluruhan hidup manusia tidak akan terlepas dari komunikasi. Bahkan bisa dikatakan komunikasi adalah cara manusia meng-ada dalam dunianya. Oleh karena itu, komunikasi menjadi sebuah proses yang berlangsung terus menerus dalam masyarakat.
Jika dikaitkan dengan proses sosial, yang diartikan pengaruh timbal balik antar berbagai kehidupan masyarakat, komunikasi menjadi sebuah cara dalam melakukan perubahan sosial (social change). Komunikasi menjadi solusi berbagai deskriminasi atau pembedaan yang ada dan mampu merekatkan sistem sosial masyarakat.
C. Komunikasi sebagai Proses Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya (Koentjaraningrat, 1997). Defenisi tersebut menjelaskan
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article-- bahwa kebudayaan merupakan hal yang sangat luas, mencakup gagasan, karya, dan budi manusia, sehingga tidaklah tepat melihat kebudayaan hanya sebatas karya manusia atau gagasannya, karena kebudayaan akan menemukan bentuknya jika dipahami secara keseluruhan.
Koentjaraningrat memaparkan unsure-unsur kebudayaan, yaitu:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
b. Mata pencaharian dan system-sistem ekonomi
c. System kemasyarakatan
d. Bahasa (lisan maupun tulisan)
e. Kesenian
f. System pengetahuan
g. Religi atau system kepercayaan
Komunikasi yang ditujukan pada seseorang dari tribal (suku) atau kelompok lainnya adalah sebah pertukaran kebudayaan. Dalam proses pertukaran tersebut terkandung unsure-unsur kebudayaan, salah satunya bahasa. Sementara bahasa adalah alat komunikasi. Dengan demikian, komunikasi juga disebut proses budaya.
D. Komunikasi sebagai Proses Politik
Menurut Gabriel Almond komunikasi ibarat aliran darah yang mengalirkan pesan politik berupa tuntutan, protes dan dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung pemrosesan system politik. Dan hasil pemrosesan itu dialirka kembali oleh komunikasi poltik yang selanjtnya menjadi feedback system politik (Alfian, 1993)
Tanpa komunikasi, sebuah proses politik tidak akan terjadi. Komunikasi mempengaruhi kinerja politik yang sedang dijalankan, tanpa komunikasi berbagai komponen infrastruktur dan suprastruktur mengalami keterputusan hubungan yang membuat mekanisme system berjalan statis.
Dalam realitas politik di Indonesia misalnya, pada masa Orde Baru, di mana terjadi pemusatan atau sentralisasi kekuasaan sehingga proses distribusi kekuasaan berjalan di tempat, tidak terjadi komunikasi yang berarti antara pusat dan daerah, Wanbin atau dewan Pembina Partai Golkar yang tidak lain adalah presiden RI saat itu menjadi penentu regulasi, sehingga kekuasaan wanbin mutlak dan tidak goyah oleh kekuasaan lain (absolut), tanpa komunikasi aspirasi.
Sementara itu tradisi politik di Indonesia membutuhkan pengembangan sesuai dengan laju perkembangan masyarakat. Tradisi politik yang terus berubah-ubah sesuai kurun waktu, menyesuaikan diri dengan perubahan pula. Sebut saja era parlementer yang telah gagal karena tidak sesuai dengan tradisi yang kita miliki, hanya sebatas adopsi tradisi bangsa lain, emudian demokrasi terpimpin yang juga berakhir pada kegagalan, karena berkiblat pada warisan
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--kehidupan politik masa lalu (Sunan Amangkurat I, Mataram Jawa, Yogyakarta) sehingga terjebak oleh tradisionalisme. Hingga saat ini, demokrasi masih terus dijalankan.
Dengan komunikasi, realitas sejarah dan tradisi politik bisa dihubungkan dan dirangkaikan dari masa ke masa menjadi acuan ke masa depan. Komunikasi memiliki peran signifikan dalam menentukan proses perubahan politik di Indonesia.
Review Bab III Sistem Komunikasi Indonesia karya Nurudin terbitan Rajawali Press

Saturday, October 25, 2008

Your Tasks: Manage Your Own Priority

Hi all...
here some game, about priority

Kamu sedang berada dalam perjalanan panjang, dan kamu diharuskan membawa empat hewan






Kamu harus menurunkan hewan itu satu demi satu, dan menurut pandanganmu, yang manakah yang akan kau turunkah dahulu, kedua, ketiga dan terakhir?

Setiap hewan punya maknanya sendiri.

Makna dari hewan-hewan tersebut:
*Kambing: Teman-temanmu
*Kuda: Kekasihmu
*Harimau:Hartamu
*Domba:Keluargamu


Johari Window



A Johari window is a cognitive psychological tool created by Joseph Luft and Harry Ingham in 1955 in the United States, used to help people better understand their interpersonal communication and relationships. It is used primarily in self-help groups and corporate settings as a heuristic exercise.

Model Johari Wondow di atas banyak digunakan dalam aplikasi salah satu teori kontekstual komunikasi, Interpersonal Communication. Kita dapat memahaminya seperti ini, apabila seseorang mengenali dirinya dan membuka dirinya untuk dikenali dan dipahami oleh orang sekitar yang berkomunikasi dengannya, maka ia berada dalam area pertama yaitu free open area. Orang-orang yang supel dalam bergaul, self-disclosure atau terbuka pada orang lain berada di sini.
Area yang kedua adalah Blind Area, yaitu posisi di mana seseorang tidak mengenali dirinya sendiri semenatara orang lain mengenali dan mengatahuinya. Contohnya adalah orang-orang yang tidak menyadari bahwa dirinya sangat sering menyakiti hati orang lain. Orang lain tahu ini, dan kadang ia sendiri tidak tahu keadaan tersebut, sehingga ia terus melakukan kesalahan yang sama.
Sementara orang yang mengetahui dan mengenali pribadinya akan tetapi menutup diri terhadap orang lain merupakan orang-orang dalam area ketiga, hidden area. Beberapa orang yang menghindar dari masyarakat karena minder, dalam hal ini ‘menyadari’ bahwa dirinya tidak sejajar dalam kecerdasan dengan orang yang lain, kemudian ia menjauh sehingga ia tidak diketahui oleh lingkungannya.
Area terakhir merupakan area yang tidak diketahui (unknown area) oleh orang itu maupun oleh orang lain, dan area keempat ini disebut sebagai area tuhan.
Setiap orang memiliki keempat area ini, namun dalam proporsi yang berbeda, sangat tergantung dali personality atau kepribadian.
Dibawakan pada kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi sem.I oleh Drs. Syamsuddin Azis,M.Phil

Friday, October 24, 2008

Dasar-Dasar Teori Komunikasi

DASAR-DASAR TEORI KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan suatu proses, proses yang melibatkan source atau komunikator, message atau pesan dan receiver atau komunikan. Pesan ini mengalir melalui suatu media. Yang kemudian bisa terjadi berbagai hambatan dalam prosesnya, inilah yang biasa dikenal dengan noise. Manusia senantiasa mengadakan komunikasi karena manusia membutuhkan transaksi dalam hidup, inilah modus utama sebuah komunikasi yaitu transaksional. Karenanya, komunikasi sering mengundang feedback dari para komunikannya.

Dalam mata kuliah Dasar-dasar Teori Komunikasi, akan dipelajari lebih mendalam lagi beragam proses penyampaian dan pertukaran pesan, dan ini berkaitan erat dengan media yang digunakan dalam prosesnya. Sebut saja jika komunikasi itu menggunakan media face to face, atau menggunakan media massa. Terdapat teori kontekstual yang sangat berbeda untuk dua contoh tadi.


Mempelajari teori-teori komunikasi menjadi semacam pedoman fundamental untuk mahasiswa Ilmu Komunikasi untuk lebih mengenal lagi bidang studi yang didalaminya.

Teori adalah konsep-konsep atau abstraksi, penyederhanaan dari suatu fakta atau pengetahuan. Pengetahuan itu sendiri merupakan perspektif panca indera yang bisa jadi sangat relatif, karena tidak semua orang berlatar belakang sama, entah itu latar belakang pendidikan, budaya, agama, sehingga bagaimana menanggapi suatu pengetahuan bisa sangat berbeda antara seseorang dengan yang lain. Seorang yang melihat sebuah rumah dari depan, akan berbeda perspektif dengan orang yang melihat rumah yang sama dari samping.

Atas dasar heterogenitas manusia, keberagaman latar belakang, teori hadir menjadi konsep untuk dijalankan menjadi sebuah metode, menjadi intisari pengetahuan yang diterima secara universal, disepakati umum, hingga dalam hal ini memudahkan manusia untuk menerapkannya. Teori terbagi dua: General atau Umum dan Kontekstual.

1. Pendekatan Keilmuan

Sebuah pengetahuan, akan menjadi ilmu pengetahuan jika memenuhi syarat-syarat : sistematis, pengetahuan tersebut haruslah sistematis, tersusun dengan jelas, sehingga dapat dicerna akal manusia. Pengetahuan tersebut memiliki objek kajian, Filsafat misalnya, objek kajiannya adalah segala hal yang ada dan mungkin ada. Pengetahuan tersebut memiliki metodologi. Serta yang terakhir, pengetahuan tersebut bersifat universal, tidak diketahui oleh kelompok tertentu semata, bisa diterima khalayak luas.

Ilmu-ilmu pengetahuan yang beragam ini lalu diklasifikasi melalui beberapa pendekatan keilmuan:

a. Pendekatan Scientific

Pendekatan keilmuan scientific, sifatnya sangat objektif. Memiliki alat ukur yang terstandar (standardize). Sebuah alat ukur yang umum.

Ilmu pengetahuan yang terdapat dalam pendekatan scientific seperti Fisika, di seluruh dunia telah menjadi standar yang umum bahwa frekuensi bunyi adalah panjang gelombang dibagi waktu. Dan tidak akan terjadi perdebatan mengenai hal ini.

b. Pendekatan Humaniora

Sangat berbeda dengan pendekatan scientific, pendekatan humaniora sifatnya subjektif. Pendekatan ini memahami bahwa manusia dapat diukur. Pendekatan ini berkaitan dengan nilai, budaya, sejarah, dll. Seperti halnya pengalaman. Kita mendapatkan pengalaman dengan dua jalan, langsung dan tidak langsung. Idealnya, pengalaman langsung kita dapatkan untuk hal yang baik, seperti mendapatkan cumlaude di akhir kuliah. Dan pengalaman tidak langsung untuk hal-hal yang tidak begitu baik seperti kita mendengar kabar seseorang yang di-DO. Dari kedua pengalaman itu, kita memetik nilai-nilai.

c. Pendekatan Ilmu Sosial

Pendekatan ini merupakan perpaduan scientific-humaniora. Karena kadang kita mengamati gejala sosial manusia dan masyarakat menggunakan metode yang ilmuah, sistematis, melalui rangkaian proses.

1. TEORI KONTEKSTUAL

Dalam komunikasi, sebagaimana telah disebutkan di atas, kita mengenal banyak kondisi di mana komunikator menggunakan media yang berbeda dalam menghadapi berbagai jumlah komunikan, dan disertai tujuan komunikasi yang berbeda pula. Jika komunikator menginginkan self-disclosure dengan seseorang, maka dia perlu menerapkan metode-metode dalam teori komunikasi interpersonal. Sebaliknya, jika komunikator berkeinginan untuk menjalankan sebuah sistem kelompok, dengan tujuan yang akan dicapai bersama, maka dia akan memegang teguh prinsip-prinsip komunikasi kelompok.

Teori-teori itu disebut Teori Kontekstual, yang antara lain:

a. Intrapersonal Communication, yaitu interaksi dengan diri pribadi, yang sering terjadi ketika kita mempertimbangkan suatu hal. Interpersonal Communication mungkin terjadi karena setiap manusia memiliki dua hal yang bertentangan dalam dirinya yaitu ego dan nurani.

b. Interpersonal Communication, yaitu pertukaran pesan yang dilakukan dua orang yang sejajar, dan tidak lebih, di mana tujuan utamanya adalah self-disclosure. Pesan yang terdapat dalam komunikasi ini sifatnya pribadi, dan proses penyampaiannya lebih efektif melalui tatap muka secara langsung, meski dalam abad revolusi komunikasi saat ini, teknologi membolehkan terjadinya interpersonal communication, melalui telepon atau perbincangan (chat) di internet, dll.

c. Group Communication, yaitu pertukaran pesan dalam kelompok manusia yang sejajar dan berjumlah tiga hingga lima belas orang, yang saling berinteraksi dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi interdependensi dan menjadikan mereka memiliki tujuan yang sama.

d. Organizational Communication, adalah pertukaran pesan dalam organisasi, yaitu kelompok berstruktur. Terdapat aturan di dalamnya. Dan mereka melakukan interaksi yang terus-menerus demi tujuan utama sebuah organisasi: eksistensi.

e. Mass Communication, yaitu proses penyampaian pesan dari sebuah lembaga dengan masyarakat anonim yang heterogen sehingga pesannya bersifat umum dan cenderung bersifat satu arah, one way communication. Dalam komunikasi massa, tidak terjadi feedback/ umpan balik dan komunikasi massa senantiasa menggunakan teknologi.

f. Intercultural Communication, adalah pertukaran pesan antarkebudayaan.

1. TEORI UMUM

a. Teori-teori Fungsional & Struktural

Teori fungsional adalh teori yang asalnya adalah Biologi, teori ini menekankan pada bagaimana mengorganisir & mempertahankan sistem. Sementara teori struktural yang berasal dari ilmu linguistik berbicara tentang fakta bahwa seorang pengamat adalah bagian dari struktur, sehingga cara pandangnya juga akan dipengaruhi oleh struktur di luar dirinya. Teori struktural menekankan kajiannya pada bagaimana mengorganisir bahasa dan sistem sosial.

b. Teori-teori Behavioral & Kognitif

Dikenal juga sebagai tori tingkah laku dan teori pengetahuan. Teori-teori ini berkembang dari ilmu-ilmu pengetahuan behavioral dan aliran-aliran psikologi. Oleh karena itu, sifatnya sangat individual.

Pusat kajian teori behavioral & kognitif ini berfokus pada diri manusia secara individu. Salah satu konsep yang paling terkenal adalah teori S-R, Stimulus-Response yang menggambarkan bahwa proses informasi antara stimulus dan respon, bahwa manusia bersikap dan bertindak karena adanya stimulan. Manusia bersikap karena pengetahuannya yang dibentuk oleh lingkungan seperti lingkungan keluarga dan organisasi.

c. Teori Konvensional & Interaksional

Teori-teori ini berkembang dari aliran pendekatan interaksional simbolis, pandangan dan asumsi teori konvensional & interaksional bahwa kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang sifatnya membangun, memelihara, mengubah kebiasaan tertentu, termasuk bahasa dan simbol-simbol yang digunakan dalam komunikasi. Bahwa pengetahuan dapat ditemukan melalui metode interpretasi makna.

d. Teori Kritis dan Interpretif

Penekanan teori kritis dan interpretif terletak pada peran subjektivitas yang didasarkan pada pengalaman individual. Teori ini memandang “meaning” sebagai konsep kunci dalam teori-teori ini. Teori kritis dan interpretif dikembangkan oleh Negara-negara di Eropa, utamanya di Jerman, Frankfut School.

Pokok-pokok Pikiran Talcott Parsons



Sistem Sosial dalam Pendekatan Fungsionalisme-Struktural

Salah satu pendekatan teoritis sistem sosial yang paling populer dari pendekatan-pendekatan yang lain adalah pendekatan yang amat berpengaruh di kalangan para ahli sosiologi selama beberapa puluh tahun terakhir ini. Sudut pendekatan tersebut menganggap bahwa masyarakat, pada dasarnya , terintegrasi di atas dasar kata sepakat para anggotanya akan nilai, noma, dan aturan kemasyarakatan tertentu, suatu general agreements yang memiliki daya mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan di antara para anggota masyarakat.

Pendekatan ini memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk ekuilibrium. Karena sifatnya demikian, maka aliran pemikiran ini disebut sebagai integration approach, order approach, equilibrium approach atau lebih populer disebut structural-functional approach .


Pendekatan Fungsionalisme Struktural awalnya muncul dari cara melihat masyarakat dengan dianalogikan sebagai organisma biologis. Auguste Comte dan Herbert Spencer melihat adanya interdependensi antara organ-organ tubuh kita yang kemudian dianalogikan dengan masyarakat. Sebagaimana alasan-alasan yang dikemukakan Herbert Spencer sehingga mangatakan masyarakat sebagai organisma sosial adalah:

a. Masyarakat itu tumbuh dan berkembang dari --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--yang sederhana ke yang kompleks

b. Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat berjalan secara perlahan atau evolusioner

c. Walaupun institusi sosial bertambah banyak, hubungan antarsatu dan lainnya tetap dipertahankan kerena semua institusi itu berkembang dari institusi yang sama

d. Seperti halnya bagian dalam organism biologi, bagian-bagian dalam organism sosial itu memiliki sistemnya sendiri (subsistem) yang dalam beberapa hal tertentu dia berdikari.

Pokok pikiran inilah yang melatar belakangi lahirnya pendekatan fungsionalisme-struktural yang kemudian mencapai tingkat perkembangannya yang sangat berpengaruh dalam sosiologi Amerika, khususnya di dalam pemikiran Talcott Parsons (1902-1979).

Talcott Parsons lahir di Colorado Springs Amerika Serikat putra seorang pendeta. Meskipun awalnya menekuni ilmu biologi kemudian dia juga mempelajari sosial ekonomi. Pemikirannya dipengaruhi oleh pemikir-pemikir seperti Weber, Durkheim dan Vilfredo Pareto yang mengedepankan pendekatan sistem.

Parson adalah tokoh fungsionalisme struktural modern terbesar hingga saat ini.

Pendekatan fungsionalisme-struktural sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Parsons dan para pengikutnya, dapat dikaji melalu anggapan-anggapan dasar berikut:

a. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain

b. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi di antara bagian-bagian tersebut bersifat timbal balik

c. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapi dengan sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak kea rah ekuilibrium yang bersifat dinamis

d. Sistem sosial senantiasa berproses ke arah integrasi sekalipun terjadi ketegangan, disfungsi dan penyimpangan.

e. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial, terjadi secara gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak secara revolusioner.

f. Faktor paling penting yang memiliki daya integrasi suatu sistem sosial adalah konsensus atau mufakat di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu.

Dengan kata lain, suatu sistem sosial, pada dasarnya, tidak lain adalah suatu sistem dari tindakan-tindakan. Ia terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai individu, yang tumbuh berkembang --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--tidak secara kebetulan, namun tumbuh dan berkembang di atas consensus, di atas standar penilaian umum masyarakat. Yang paling penting di antara berbagai standar penilaian umum tersebut adalah norma-norma sosial. Norma-norma sosial itulah yang membentuk struktur sosial.

Sistem nilai ini, selain menjadi sumber yang menyebabkan berkembangnya integrasi sosial, juga merupakan unsur yang menstabilir sistem sosial budaya itu sendiri.

Oleh karena setiap orang menganut dan mengikuti pengertian-pengertian yang sama mengenai situasi-situasi tertentu dalam bentuk norma-norma sosial, maka tingkah laku mereka kemudian terjalin sedemikian rupa ke dalam bentuk suatu struktur sosial tertentu. Kemudian pengaturan interaksi sosial di antara mereka dapat terjadi Karena komitmen mereka terhadap norma-norma yang mampu mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan individu. Dua macam mekanisme sosial yang paling penting di mana hasrat-hasrat para anggota masyarakat dapat dikendalikan pada tingkat dan arah menuju terpeliharanya sistem sosial adalah mekanisme sosialisasi dan pengawasan sosial (social control)

B. Paradigma AGIL (Adaptation, Goal-Attainment, Integration, Latent-Pattern-Maintenance)

Kehidupan sosial sebagai suatu sistem sosial memerlukan terjadinya ketergantungan yang berimbas pada kestabilan sosial. Sistem yang timpang, sebut saja karena tidak adanya kesadaran bahwa mereka merupakan sebuah kesatuan, menjadikan sistem tersebut tidak teratur. Suatu sistem sosial akan selalu terjadi keseimbangan apabila ia menjaga Safety Valve atau katup pengaman yang terkandung dalam paradigma AGIL .

Paradigma AGIL adalah salah satu teori Sosiologi yang dikemukakan oleh ahli sosiologi Amerika, Talcott Parsons pada sekitar tahun 1950. Teori ini adalah lukisan abstraksi yang sistematis mengenai keperluan sosial (kebutuhan fungsional) tertentu, yang mana setiap masyarakat harus memeliharanya untuk memungkinkan pemeliharaan kehidupan sosial yang stabil. Teori AGIL adalah sebagian teori sosial yang dipaparkan oleh Parson mengenai struktur fungsional, diuraikan dalam bukunya The Social System, yang bertujuan untuk membuat persatuan pada keseluruhan system sosial. Teori Parsons dan Paradigma AGIL sebagai elemen utamanya mendominasi teori sosiologi dari tahun 1950 hingga 1970.

AGIL merupakan akronim dari Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency atau latent pattern-maintenance, meskipun demikian tidak terdapat skala prioritas dalam pengurutannya.

a. Adaptation yaitu kemampuan masyarakat untuk berinteraksi dengan lingkungan dan alam. Hal ini mencakup segala hal; mengumpulkan sumber-sumber kehidupan dan menghasilkan komuditas untuk redistribusi sosial.

b. Goal-Attainment adalah kecakapan untuk mengatur dan menyusun tujuan-tujuan masa depan dan membuat keputusan yang sesuai dengan itu. Pemecahan permasalahan politik dan sasaran-sasaran sosial adalah bagian dari kebutuhan ini.

c. Integration atau harmonisasi keseluruhan anggota sistem sosial setelah sebuah general agreement mengenai nilai-nilai atau norma pada masyarakat ditetapkan. Di sinilah peran nilai tersebut sebagai pengintegrasi sebuah sistem sosial

d. Latency (Latent-Pattern-Maintenance) adalah memelihara sebuah pola, dalam hal ini nilai-nilai kemasyrakatan tertentu seperti budaya, norma, aturan dan sebagainya.

Di samping itu, Parsons menilai, keberlanjutan sebuah sistem bergantung pada persyaratan:

a. Sistem harus terstruktur agar bisa menjaga keberlangsungan hidupnya dan juga harus mampu harmonis dengan sistem lain

b. Sistem harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem lain

c. Sistem harus mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsional

d. Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornya

e. Sistem harus mampu untuk mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu

f. Bila terjadi konflik menimbulkan kekacauan harus dapat dikendalikan

g. Sistem harus memiliki bahasa Aktor dan Sistem Sosial.

Menurutnya persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai dan norma ke dalam sistem ialah dengan sosialisasi dan internalisasi. Pada proses Sosialisasi yang sukses, nilai dan norma sistem sosial itu akan diinternalisasikan. Artinya ialah nilai dan norma sistem sosial ini menjadi bagian kesadaran dari aktor tersebut. Akibatnya ketika si aktor sedang mengejar kepentingan mereka maka secara langsung dia juga sedang mengejar kepentingan sistem sosialnya.
Sementara proses sosialisasi ini berhubungan dengan pengalaman hidup (dan spesifik) dan harus berlangsung secara terus menerus, karena nilai dan norma yang diproleh sewaktu kecil tidaklah cukup untuk menjawab tantangan ketika dewasa.

C. Kelemahan Teori Fungsionalisme-Struktural dan AGIL

Parsons dan para pengikutnya telah berhasil membawa pendekatan fungsionalisme struktural ke tingkat perkembangannya yang sangat berpengaruh di dalam pertumbuhan teori-teori sosiologi hingga saat ini, namun pendekatan ini juga telah mengundang --this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--paling banyak perdebatan. David Lockwood memaparkan bahwa pandangan pendekatan ini terlalu normatif, karena menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil, seimbang, dan mapan. Ini terjadi karena analogi dari masyarakat dan tubuh manusia yang dilakukan oleh Parson bisa diilustrasikan, bahwa tidak mungkin terjadi konflik antara tangan kanan dengan tangan kiri dengan tangan kanan, demikian pula tidak mungkin terjadi ada satu tubuh manusia yang membunuh dirinya sendiri dengan sengaja. Demikian pula karakter yang terdapat dalam masyarakat. Suatu sistem sosial, Lembaga masyarakat misalnya, akan selalu terkait secara harmonis, berusaha menghindari konflik, dan tidak mungkin akan menghancurkan keberadaannya sendiri.

Daftar Pustaka

Social Control. Sukarna, Drs. 1990, Citra Aditya Bakti: Bandung

Sistem Sosial Indonesia. Nasikun, Dr., 1984. Rajawali Press: Jakarta.

http://www.forumsains.com/artikel/fungsionalisme-struktural/

http://id.wikipedia.org

http://www.megaessay.com

http://prari007luck.wordpress.com/tag/modernisasi/

Wednesday, October 22, 2008

Being Communication Department Student

Sejak aku rasakan betapa gak enaknya browsing keterangan yang aku perlukan tentang salah satu judul mata kuliah, dan malah ketemu yang gak nyambung atau yang ngawur, aku mulai berpikir untuk membuat blog kindasoup, biar aku saja yang mengalami hal itu dan aku harap, kindasoup ini akan berguna buat kamu.
I really enjoy making tasks, for me it is a kind of eating soup, warm, delicious, fresh and absolutely healthy.