Friday, December 12, 2008

Saudagar Buku dari Kabul


SAUDAGAR BUKU DARI KABUL
Author: Åsne Seierstad
“Bagaimana jawabanmu?” tanya Karim.
“Kautahu, aku tak bisa menjawab permintaanmu.”
“Tapi, apa yang kau inginkan?”
“Kautahu, aku tak boleh punya keinginan.”
“Tapi, kausuka padaku?”
“Kautahu, aku tak bisa menjawab pertanyaan seperti itu.”
“Akankah kau menerima jika aku melamarmu?”
“Kautahu, bukan aku yang memutuskan.”
-Satu dialog yang sangat menarik di buku ini (adalah dialog Karim, pemuda yang hendak melamar Leila, dengan Leila, adik bungsu Sultan)-

Åsne Seierstad, seorang wartawan surat kabar dan televisi Norwegia, telah membuat laporan yang sungguh menarik berjudul Saudagar Buku dari Kabul. Sebenarnya buku yang serasa fiksi ini merupakan laporan Åsne Seierstad setelah menetap empat bulan bersama keluarga seorang saudagar buku di Mikrorayon, Kabul, yang bernama Sultan Khan.
Sejak pertama kali Seierstad bertemu dengan Sultan Khan di toko bukunya sepulangnya dari Uzbekistan, mereka banyak berbincang mengenai buku-buku Sultan dan kebijakan pemerintah yang membumihanguskan buku-bukunya, semakin Seierstad mendengar maka semakin tertarik dia pada keluarga ini, dan pada Februari 2002 ia mulai tinggal di rumah Sultan untuk menulis mengenai keluarga Khan. Maka, selain nama yang disamarkan, seluruh isi buku ini adalah nyata dan asli.

Menarik sekali bagaimana Seierstad memulai bukunya, yaitu dengan kisah pernikahan kedua Sultan Khan, bagaimana ia melamar seorang gadis berusia enam belas tahun dari keluarganya yang bernama Sonya. Delapan belas tahun sebelumnya, Sultan telah menikahi seorang wanita yang berprofesi sebagai guru, Sharifa. Salah satu potret mengenai Afghanistan yang Seierstad rasa harus diketahui dunia: mereka berpoligami.
Sonya kemudian menambah penghuni rumah keluarga Khan di apartemen blok 37 Mikrorayon, tiga belas orang. Mula-mula Bibi Gul, selaku ibu Sultan Khan, Sultan sendiri, istri pertamanya Sharefa, istri keduanya Sonya, saudara Sultan: Shakila, Bulbula, Yunus dan Laila, anak-anak Sultan: Mansur, Aimal, Iqbal, Shabnam, dan Latifa.
Kehidupan keluarga ini penuh dengan drama dan komedi. Sultan mengisahkan bagaimana setiap rezim memperlakukan dia dan buku-bukunya, terakhir adalah suatu siang yang sangat dingin pada November 1999, di mana api unggun menyala-nyala di persimpangan Charhai-e Shadarat, Kabul, ketika peradaban Afghanistan yang tertera dalam lembar-lembar buku dimusnahkan: gambar-gambar Ratu Soraya, Raja Amanullah dan semua yang memiliki kepala dibakar di situ untuk “memuliakan” Tuhan. Dan tidak luput pula buku-buku Sultan yang bisa ditemukan polisi Agama. Meskipun demikian, melalui pengalaman-pengalaman sebelumnya, Sultan belajar untuk tidak memampang semua bukunya, sebagian telah disembunyikan di Peshawar, Pakistan.
Buku-buku itu aman, Sultan telah mengisntruksikan istri pertamanya Sharifa untuk menjaga buku-buku itu selagi ia berada di Kabul mengawasi toko bukunya yang lain bersama anak-anaknya.
Semua anak Sultan: Mansur, Iqbal dan Aimal bekerja di toko buku Sultan, karena Sultan tidak bisa memercayakan bukunya pada siapapun. Mansur adalah anak yang tertua, sudah dapat dipastikan tidak memiliki masa depan yang lain selain toko itu, sehingga seumur hidupnya ia selalu merasa terpenjara dalam aturan Sultan, dia akan bebas kalau Sultan tidak ada. Nasib Iqbal dan Aimal tidak jauh beda, mereka tidak bersekolah, karena telah mendapatkan pekerjaan yang layak itu, penerus toko buku.
Sultan adalah anak kesayangan Bibi Gul, ia adalah putra pertama dalam keluarga, tiga belas bersaudara. Sultan adalah tulang punggung keluarga, sehingga tidak ada yang berani menentangnya kalau ia tidak mau terlantar di jalanan Kabul yang berdebu. Satu kali terjadi perdebatan sengit antara Sultan dan kedua istrinya di satu pihak dengan Bibi Gul dan Leila di pihak yang lain, menjadi akhir cerita dari ketigabelas penghuni Mikrorayon. Setelah pertengkaran itu, subuh hari Bibi Gul, Laila, Yunus dan Bulbula pergi dari rumah Sultan Khan menuju rumah salah seorang adiknya, Farid, yang selama ini dimusuhi Sultan. Dan hari itu adalah beberapa minggu sejak Åsne Seierstad meninggalkan Kabul.
Potret intim kehidupan umat islam Afghanistan terangkum dalam kehidupan seluruh penghuni Mikrorayon, dan sungguh berbeda dengan stereotype yang ada selama ini, dituturkan dengan lepas namun sangat baik oleh Åsne Seierstad . Menarik untuk menjadi referensi.



1 comment:

deviansejati said...

yoyoiii banged bung!
i like diz book so much, too :p