Saturday, November 1, 2008

Komunikasi Sebagai Proses

Untuk berada pada era revolusi ini, sistem komunikasi telah melalui tahapan-tahapan yang tidak praktis. Berbagai perkembangan komunikasi tersebut sebenarnya merupakan proses yang diperbaharui hari demi hari, setiap revolusi komunikasi berbeda rentang waktunya, membutuhkan berabad-abad sehingga sistem mengalami kemajuan satu tahap. Sebut saja dulu, sistem komunikasi yang dilakukan lewat pelayanan pos (Curtus Publicus) yang terjadi di kota Roma, kemudian berkembang menjadi lebih maju dengan ditemukannya telegraf satu abad kemudian, serta menyusul penemuan-penemuan lainnya hingga akhirnya era revolusi ini Marshall McLuhan mengemukakan bahwa kita saat ini telah memasuki Global Village (Wassworth, Canada, 2000) atau kampung global. Sama halnya dengan yang terjadi di desa-desa (Village), suatu informasi dalam sekejap dapat menyebar dengan cepatnya, begitu pula dunia ini, sekarang satu informasi dapat terdistribusi ke seluruh penjuru hanya dalam waktu sepersekian detik.

Di Indonesia khususnya, dulu sistem komunikasi
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--yang dikenal dan diandalkan untuk menyampaikan pesan adalah Interpersonal Communication, kemudian tergeser oleh peran televise selaku Mass Communication sejak disosialisasikannya siaran televisi pada tahun 1962. Dan kemajuan media massa sebagai suatu sistem komunikasi semakin pesat setelah pasca lengsernya Soeharto. Ratusan media cetak bagai menjamur, stasiun televisi dan radio swasta bermunculan dan ideologi serta aspirasi bebas dipaparkan.
Semua itu tidak lepas dari peran proses dan inovasi manusia yang tak kenal henti, atau dengan kata lain terjadinya revolusi komunikasi.
Atas semua perkembangan sistem komunikasi ini, kita mempertanyakan bagaimanakah komunikasi bisa dijelaskan sebagai proses sosial, budaya dan politik?
A. Komunikasi sebagai Esensi Dasar Manusia
Manusia merupakan makhluk individu. Manusia senantiasa berusaha memenuhi kebutuhan individunya terlebih dahulu sehingga kadang-kadang dalam lingkup sosial, kebutuhan individu ini lebih ditekankan daripada kebutuhan social kemasyarakatan.
Abraham Maslow merumuskan, ada lima macam kebutuhan manusia:
a. Fisik Biologis: bernafas, makan, minum, dll.
b. Keamanan dan Jaminan Hidup: perlindungan dan ketetapan, pekerjaan, pension, gaji, dll.
c. Diri dan Penghargaan: status, pangkat, penghargaan, hadiah, dll.
d. Pemenuhan dan Pencapaian Diri: keberhasilan melakukan tugas-tugas, bekerja kreatif, pendalaman kerohanian, dll.
e. Sosial dan Bergabung dengan Kelompok: diterima, berteman, dicintai, organisasi, dll.
Dari kelima kebutuhan manusia yang dirumuskan Maslow tersebut, ada fakta menarik yang bias dipetik yaitu bahwa selain manusia merupakan makhluk individu, manusia juga ada;ah makhluk social. Manusia akan terpenuhi jati diri kemanusiaannya apabila kebutuhan sosialnya telah terpenuhi, begitu pula sebaliknya.
Esensi manusia yang memiliki interdependensi dengan manusia lain inilah yang membuatnya berinteraksi dengan manusia lainnya, sehingga hal tersebut membuat komunikasi sangat berperan sebagai manifestasi untuk memenuhi kebutuhan manusia.
B. Komunikasi sebagai Proses Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, hal ini dibuktikan dalam beberapa penelitian tentang perilaku manusia yang dikucilkan. Pengucilan atau penjauhan salah seorang manusia dari lingkungan hidupnya menjadikan ia tidak mampu berpikir, bersikap dan bertindak layaknya manusia normal. Karena manusia menjadi manusia hanya apabila dia meniru perilaku manusia lainnya, dan dalam proses peniruan tersebutlah, terjadi komunikasi, verbal maupun nonverbal.
Keseluruhan hidup manusia tidak akan terlepas dari komunikasi. Bahkan bisa dikatakan komunikasi adalah cara manusia meng-ada dalam dunianya. Oleh karena itu, komunikasi menjadi sebuah proses yang berlangsung terus menerus dalam masyarakat.
Jika dikaitkan dengan proses sosial, yang diartikan pengaruh timbal balik antar berbagai kehidupan masyarakat, komunikasi menjadi sebuah cara dalam melakukan perubahan sosial (social change). Komunikasi menjadi solusi berbagai deskriminasi atau pembedaan yang ada dan mampu merekatkan sistem sosial masyarakat.
C. Komunikasi sebagai Proses Kebudayaan
Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya (Koentjaraningrat, 1997). Defenisi tersebut menjelaskan
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article-- bahwa kebudayaan merupakan hal yang sangat luas, mencakup gagasan, karya, dan budi manusia, sehingga tidaklah tepat melihat kebudayaan hanya sebatas karya manusia atau gagasannya, karena kebudayaan akan menemukan bentuknya jika dipahami secara keseluruhan.
Koentjaraningrat memaparkan unsure-unsur kebudayaan, yaitu:
a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
b. Mata pencaharian dan system-sistem ekonomi
c. System kemasyarakatan
d. Bahasa (lisan maupun tulisan)
e. Kesenian
f. System pengetahuan
g. Religi atau system kepercayaan
Komunikasi yang ditujukan pada seseorang dari tribal (suku) atau kelompok lainnya adalah sebah pertukaran kebudayaan. Dalam proses pertukaran tersebut terkandung unsure-unsur kebudayaan, salah satunya bahasa. Sementara bahasa adalah alat komunikasi. Dengan demikian, komunikasi juga disebut proses budaya.
D. Komunikasi sebagai Proses Politik
Menurut Gabriel Almond komunikasi ibarat aliran darah yang mengalirkan pesan politik berupa tuntutan, protes dan dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung pemrosesan system politik. Dan hasil pemrosesan itu dialirka kembali oleh komunikasi poltik yang selanjtnya menjadi feedback system politik (Alfian, 1993)
Tanpa komunikasi, sebuah proses politik tidak akan terjadi. Komunikasi mempengaruhi kinerja politik yang sedang dijalankan, tanpa komunikasi berbagai komponen infrastruktur dan suprastruktur mengalami keterputusan hubungan yang membuat mekanisme system berjalan statis.
Dalam realitas politik di Indonesia misalnya, pada masa Orde Baru, di mana terjadi pemusatan atau sentralisasi kekuasaan sehingga proses distribusi kekuasaan berjalan di tempat, tidak terjadi komunikasi yang berarti antara pusat dan daerah, Wanbin atau dewan Pembina Partai Golkar yang tidak lain adalah presiden RI saat itu menjadi penentu regulasi, sehingga kekuasaan wanbin mutlak dan tidak goyah oleh kekuasaan lain (absolut), tanpa komunikasi aspirasi.
Sementara itu tradisi politik di Indonesia membutuhkan pengembangan sesuai dengan laju perkembangan masyarakat. Tradisi politik yang terus berubah-ubah sesuai kurun waktu, menyesuaikan diri dengan perubahan pula. Sebut saja era parlementer yang telah gagal karena tidak sesuai dengan tradisi yang kita miliki, hanya sebatas adopsi tradisi bangsa lain, emudian demokrasi terpimpin yang juga berakhir pada kegagalan, karena berkiblat pada warisan
--this article is a copy of kindasoup.blogspot.com works, if you don't erase this, it means you don't manage to read entire article--kehidupan politik masa lalu (Sunan Amangkurat I, Mataram Jawa, Yogyakarta) sehingga terjebak oleh tradisionalisme. Hingga saat ini, demokrasi masih terus dijalankan.
Dengan komunikasi, realitas sejarah dan tradisi politik bisa dihubungkan dan dirangkaikan dari masa ke masa menjadi acuan ke masa depan. Komunikasi memiliki peran signifikan dalam menentukan proses perubahan politik di Indonesia.
Review Bab III Sistem Komunikasi Indonesia karya Nurudin terbitan Rajawali Press

No comments: