Friday, December 4, 2009

Review: Seandainya Saya Wartawan Tempo


Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Edisi pertama Tempo diterbitkan pada Maret 1971, dan Tempo kemudian dideklarasikan sebagai majalah pertama yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintah.

Tempo adalah majalah berita pertama di Indonesia yang berbeda dengan media-media berita lainnya, ditinjau dari berbagai aspek, baik melalui cara penyajiannya, maupun proses produksinya. Baik manajemen personalianya, maupun manajemen keuangan dan pemasarannya.

Tempo sebagai majalah berita mingguan, seperti dikemukakan Goenawan Mohamad, adalah semacam pipa saluran: informasi mengalir masuk lewat pita rekaman wawancara, fotografi, hasil reportase di lapangan, hasil riset perpustakaan, data dan cerita dari pusat berita di luar negeri.

Majalah Tempo pernah dilarang terbit oleh pemerintah pada tahun 1982 dan 21 Juni 1994. Pelarangan terbit majalah Tempo pada 1994 tidak pernah jelas penyebabnya. Tapi banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan saat itu, Harmoko, mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Tempo karena laporan majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan ini dianggap membahayakan "stabilitas negara". Namun, majalah Tempo kembali beredar pada 6 Oktober 1998, bahkan Tempo juga menerbitkan majalah dalam bahasa Inggris sejak 12 September 2000 yang bernama Tempo Magazine, kemudian pada 2 April 2001 Tempo juga menerbitkan Koran Tempo.

Jelasnya, kehadiran Tempo menjadi gebrakan baru dalam penulisan berita. Di Indonesia, pasca-kemerdekaan dahulu, hanya dikenal dua jenis penulisan berita, yaitu; straight news, atau berita yang dipaparkan apa adanya mengikut 5 W+ 1 H; dan gaya penulisan artikel. Tempo hadir dengan metode baru, yaitu bagaimana menyusun sebuah berita tentang sebuah kejadian sebagai sebuah cerita pendek. Metode ini kemudian menjadi pola di penulisan jurnalistik Indonesia.

Buku “Seandainya Saya Wartawan Tempo” ini menawarkan kepada pembacanya

bagaimana membuat satu tulisan selayaknya tulisan wartawan Tempo. Bagaimana meramu suatu tulisan seandainya pembaca adalah wartawan Tempo. Menariknya, buku ini tidak hanya dijejali dengan materi melulu, buku ini juga diselingi guyon sebagai intermezzo, baik itu tulisan maupun potret-potret wartawan Tempo dengan pose yang edan. Guyon atau gurauan ini, disebutkan Goenawan Mohammad, bisa meningkatkan kreativitas, membebaskan jiwa yang tertekan.

Inilah yang dikatakan Goenawan Mohammad sebagai gaya yang hendak dicapai Tempo. Serta merupakan dasar dari semboyan: Tempo mencoba menulis jujur, jelas, jernih, jenaka pun bisa.

A. PADA MULANYA FEATURE

Dalam buku ini digambarkan salah satu peristiwa yang menjadi proses penulisan feature, yaitu feature bertemakan kehidupan anak-anak jalanan. Feature menjadi cikal-bakal pengembangan metode khas penulisan majalah Tempo. Namun sebenarnya, apakah feature itu?

Pada dasarnya tidak ada defenisi yang dapat menjelaskan feature secara memuaskan dan utuh, namun terdapat batasan umum yang bisa dijadikan acuan dasar:

“Feature adalah artikel kreatif, kadang-kadang subjektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan, dan aspek kehidupan.”

Unsur penting yang terkandung dalam satu tulisan feature antara lain: Kreativitas, kreativitas seorang penulis feature bisa diuji dari kemampuannya mengembangkan sebuah berita biasa, atau salah satu aspek berita biasa, menjadi tulisan yang “enak dibaca dan perlu”. Unsur lain adalah: Subjektivitas, beberapa feature ditulis dalam sudut pandang “aku”, atau wartawan sekaligus penulisnya sendiri. Hal ini memungkinkan wartawan melibatkan emosi dan pikirannya sendiri. Keterlibatan emosi inilah yang memberikan feature aspek “menyentuh” hati pembaca –yang jarang bisa dicapai dalam penyajian berita biasa. Keterlibatan emosi itu pula yang memberi kemungkinan pada feature untuk enak dibaca.

Unsur ketiga yaitu: Informatif, feature yang kurang nilai aktualitasnya, bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai aspek kehidupan, yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran.

Unsur keempat adalah: menghibur, feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin, seperti: pembunuhan, skandal, bencana, dan politik. Feature bisa membuat pembaca tertawa, terharu, bahkan tergugah semangat solidaritasnya.

Unsur kelima adalah awet: contoh sederhana yang bisa diberikan dalam buku ini ialah bagaimana koran biasa hanya berakhir menjadi pembungkus kacang, karena sifat berita yang mudah luluh dalam jangka waktu yang singkat, sebaliknya feature bisa disimpan berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Unsur terakhir ialah: panjang tulisan, panjang tulisan feature sangat bervariasi, dari dua atau tiga alinea sampai 15-20 halaman. Minat pembacalah yang jadi patokan. Seorang editor menjawab: “sepanjang Anda masih menganggapnya menarik.”

B. MODAL PENTING DALAM MENULIS

Dalam penulisan feature, wartawan bisa memakai teknik “mengisahkan sebuah cerita”, berbeda dengan penulisan berita, yang hanya mengutamakan pengaturan fakta. Penulis feature sesungguhnya adalah seorang yang berkisah; ia melukis dengan kata-kata; menghidupkan imajinasi pembaca; menarik minat pembaca ke dalam cerita; membantu pembaca mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.

Beberapa modal penting untuk mencapai penulisan bagaikan bercerita, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, antara lain: akurat, mengumpulkan informasi dengan tepat, pengejaan kata dan pemakaian kata, pemakaian buku pedoman, dan menangkap kesalahan.

Keakuratan merupakan mahkota profesi. Sekalipun feature membutuhkan imajinasi untuk menyusun sebuah cerita yang baik, tetapi imajinasi tersebut tidak boleh mewarnai fakta dalam ceritanya. Seorang wartawan professional, tidak akan menipu pembacanya, walau sedikit. Untuk kepentingannya sendiri, seorang wartawan harus tahu bahwa nama baiknya merupakan taruhan perjalanan kariernya. Wartawan yang roboh terhadap fakta akan segera kehabisan sumber berita yang bisa memberi informasi kepadanya.

Menyusul modal pertama, mengumpulkan informasi dengan tepat merupakan satu kewajiban bagi penulis. Ketidakakuratan dalam penerbitan kebanyakan disebabkan oleh kelalaian yang tidak disengaja, seorang reporter mungkin tidak menggunakan waktu secukupnya untuk mengcek informasi sebelum menulis. Kemudian ternyata ia salah menulis nama sumber berita. Jangan sekali-kali menganggap Anda mengetahui semuanya. Anda harus mengecek ulang setiap informasi penting.

Pengejaan dan Pemakaian Kata adalah modal yang tidak kalah pentingnya, karena “kata-kata adalah alat pokok pekerjaan ini…”. Kesalahan pemilihan dan ejaan kata bisa berakibat fatal. Nama baik surat kabar merosot, demikian pula dengan nama reporter.

Pemakaian Buku Pedoman dilaksanakan untuk mempertahankan professionalisme.
Menangkap Kesalahan di sini dimaksudkan dalam konteks kesalahan ejaan, gaya, maupun pemakaian kata. Cara yang bisa dilaksanakan adalah membaca dan membaca naskah. Tetapi berilah tenggang waktu antara penulisan dan pembacaan ulang naskah, sehingga tercipta jarak antara Anda dan tulisan Anda, sehingga Anda bisa memposisikan diri Anda sebagai pembaca.

C. MENGAIL, DENGAN LEAD

Lead atau teras suatu tulisan mampu memaparkan keseluruhan isi tulisan seseorang. Lead mempunyai dua tujuan utama: menarik pembaca untuk mengikuti cerita, dan membuka jalan bagi alur cerita.

Ada banyak jenis lead yang bisa digunakan untuk memulai tulisan, antara lain: lead ringkasan (summary lead) atau lead yang banyak digunakan dalam penulisan berita keras. Yang ditulis adalah inti ceritanya, lalu diserahkan pada pembaca, apakah cukup tertarik untuk membaca kelanjutannya.

Lead bercerita (narrative lead) yaitu lead yang banyak digemari penulis fiksi untuk menarik pembaca dan membenamkannya. Tekniknya ialah menciptakan suasana dan membiarkan pembaca menjadi tokoh utama.

Lead deskriptif (descriptive lead) adalah lead yang menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang satu tokoh atau tempat kejadian. Lead ini sesuai untuk reporter yang hendak menulis profil pribadi.

Lead kutipan (quotation lead) merupakan lead berbadan kutipan, utamanya kutipan dari seseorang yang terkenal. Kutipan ini bisa menarik perhatian pembaca, dan secara tidak langsung berkaitan dengan watak subjek cerita.

Lead bertanya (question lead) ialah lead yang bisa menjadi efektif bila berhasil menantang pengetahuan atau rasa ingin tahu pembaca.

Lead menuding langsung (direct address lead) di mana reporter berkomunikasi langsung dengan pembaca, ciri-ciri lead ini yaitu ditemukannya kata ganti orang kedua.
Lead menggoda (teaser lead) yang digunakan untuk “mengelabui” pembaca dengan cara bergurau. Tujuan utamanya yaitu menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya membaca seluruh cerita.

Lead nyentrik (freak lead) adalah lead yang cenderung aneh, khas, dan tak kenal kompromi. Lead ini paling ekstrem dalam bertingkah, tetapi kekurangajarannya bisa menggaet pembaca.

Lead kombinasi (combination lead) lead yang merupakan kombinasi dari dua atau tiga leas, dengan mengambil unsur-unsur terbaik dari satu lead.

D. TUBUH DAN EKOR

Setelah membangun kepala feature dengan lead, selanjutnya adalah bagaimana memformulasi tubuh dan ekornya. Ada satu model tubuh dan ekor feature yang banyak digunakan jurnalis, yaitu model piramida terbalik –semakin ke bawah, semakin tidak penting, lebih banyak detail.

Keuntungan piramida terbalik ini antara lain: memungkinkan editor memotong naskah dari bawah; dan memungkinkan kecepatan mengetahui. Namun bagaimanapun, piramida terbalik tetap membutuhkan adanya ending feature.

Beberapa jenis ending atau penutup: penutup ringkasan yang berisi ikhtisar, menunjuk kembali ke lead; penyengat yang mengagetkan pembaca; klimaks yang ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.

E. TEKNIK PENULISAN

Ada tiga pokok teknik penulisan, guna menjaga agar semuanya berada pada tempatnya: (1) spiral, setiap alinea menguraikan lebih rinci persoalan yang disebutkan pada alinea sebelumnya. (2) blok, bahan cerita disajikan dalam alinea-alinea yang terpisah, secara lengkap. (3) mengikuti tema, setiap alinea menggarisbawahi atau menegaskan leadnya.

Dalam menulis, beberapa petunjuk dasar digunakan untuk menyajikan tulisan dalam cara yang paling menarik supaya menawan pembaca: alinea pendek, dan tulisan singkat serta sederhana.

F. SIAPKAN EMPAT SENJATA

Empat senjata yang biasa digunakan wartawan professional untuk menaklukkan pembaca yaitu: focus, deskripsi, anekdot, dan kutipan.

Fokus adalah langkah penentu. Dengan pokok cerita yang cakupannya lebih sempit, dan tidak begitu melebar, fokus dapat dipasang dengan tepat. Dalam menulis cerita. Setiap potong informasi harus menyentuh fokus itu.

Fokus sangat dirasa perlu dalam cerita-cerita yang panjang. Bila seseorang mengerjakan in-depth reporting yang panjang, besar sekali kemungkunan terdapatnya materi yang sesungguhnya tidak relevan. Untuk meringkas perlunya fokus, wartawan harus: cermat memilih angle cerita, dan memegang teguh angle tersebut.

Deskripsi juga adalah senjata wartawan professional, oleh karena dalam penulisan feature, kita tidak dapat hanya memberian gambaran satu dimensi. Penulisan feature deskriptif yang baik merupakan gabungan beberapa percakapan; pengempulan berita reportase; kemampuan observasi tinggi; pengetahuan tentang manusia sesuai dengan pengalaman reportase; dan kemampuan meramu kata-kata secara ringkas dan efektif.
Anekdot bisa berperan sebagai “cerita dalam cerita”. Mengumpulkan anekdot mungkin lebih sulit daripada yang kita duga, selain itu memilih anekdot memerlukan kecerdasan ekstra. Anekdot harus mampu menggambarkan watak subjek feature kita. Maka tak heran bila banyak reporter menganggap anekdot sebagai “permata”, dan menaburkan “permata” itu di semua bagian cerita.

Kutipan langsung merupakan salah satu alat penulisan yangpaling efektif. Pemakaian kutipan –baik dialog maupun monolog- memberikan selingan dan variasi ke dalam cerita, serta menawarkan wawasan tentang si tokoh. Gaya kutipan yang sesuai dengan isi cerita akan membuat pembaca seakan-akan “mendengar” sendiri ucapan yang tercantum dalam kutipan itu.

G. MENCARI IDE, MENCARI SEGI

Dengan sedikit imajinasi, sebenarnya tidaklah sulit mencari ide untuk menulis feature. Bukalah mata ke berbagai hal menarik di sekeliling kita, dan rupanya bahan tulisan itu tidak ada habisnya.

Dan sekarang, setelah kita menggenggam ide cerita, tugas kita berikutnya adalah menentukan dari segi atau sudut mana yang paling efektif untuk melakukan penulisan, atau biasa disebut story angle (segi cerita).

Angle di sini berperan sangat kuat, banyak pembaca akan membaca seluruh isi cerita begitu ia merasa terpikat oleh segi yang kita angkat. Dan untuk menambah bekal mencari segi, ada dua cara yang bisa dilakukan: (1) pakailah imajinasi dan kekuatan pengamatan yang terlatih, untuk melihat hal-hal menarik yang luput dari perhatian orang lain. (2) perhatikan orang yang mempunyai pandangan berbeda atau unik dalam mengamati satu persoalan.

H. YANG “BERITA” DAN YANG BUKAN

Feature berita adalah feature yang terpengaruh waktu, yang berhubungan dengan peristiwa hangat (actual) yang menarik perhatian masyarakat. Feature Human Interest tidak memiliki aktualitas yang ketat, feature ini tidak lekang oleh dimensi waktu, bukan menyajikan kepentingan umum yang vital. Feature ini hanya mengimbau kuriositas pembaca tentang sesamanya, atau soal-soal yang jadi perhatian bersama, atau ironi sejarah.

I. PROFIL PRIBADI

Profil pribadi adalah cerita mendalam tentang seseorang, sebuah cerita yang mampu menangkap inti kepribadiannya. Profil pribadi adalah seni jurnalistik yang memaparkan seorang manusia dalam bentuk tulisan di atas kertas.

Hambatan yang wartawan hadapi dalam menyusun suatu profil pribadi yaitu subjek wartawan merupakan manusia yang benar-benar ada, bisa marah apabila wartawan salah menulis. Wartawan harus menangkap perwatakan dalam ruangan yang terbatas, ia tidak boleh lama-lama mengembangkan segi-segi yang menarik, karena pembaca adalah makhluk yang tidak sabaran, yang akan pindah ke artikel lain bila tulisan yang dibacanya tidak berjalan cepat. Wartawan tidak bisa berpanjang-panjang mempersiapkan pentas untuk tokoh yang ia tulis. Dan wartawan harus segera terjun ke dalam sang tokoh, menggaet minat pembaca dengan penekanan pada bagian yang menarik dari subjeknya.

Sebelum menemukan kata pertamanya, reporter mungkin menghabiskan berpekan-pekan riset, mengamati subjek dari berbagai sisi, berbicara dengan kawan-kawan, dan musuh-musuhnya.

Seorang wartawan harus waspada terhadap sejumlah cirri: (1) deskripsi tentang fisik: raut muka, warna kulit, jenis rambut, ukuran tubuh, pakaian, tabiat, suara, dan sebagainya. (2) penilaian terhadap kecerdasan dan kecakapannya: bagaimana kawan dan lawan menilai kemampuan professionalnya, bagaimana dia di luar dunia profesinya, ingatannya, dan lain-lain. (3) latar belakang subjek: kelahiran, tempat tinggal, pendidikan, gelar, suami/istri, pengalaman semasa kanak-kanak, dan sebagainya.

J. INGIN SELAMAT? BIKINLAH “OUTLINE”

Untuk menghindari kesalahan, seorang penulis membutuhkan outline, atau sebuah kerangka cerita sebelum ia mulai bekerja. Outline sering disepelekan, seorang penulis kadang salah mengartikannya, atau tidak dapat membuat outline, akibatnya, penulis terjebak pada situasi melantur –tidak fokus. Akibat lainnya adalah: kacaunya cerita.

Outline sendiri berfungsi sebagai pengorganisasian langkah-langkah menjelang berangkat menulis, yang harus kita lakukan adalah menguasai bahan. Kita harus mempunyai gambaran terlebih dahulu –yang cukup gamblang- mengenai bentuk keseluruhan cerita panjang yang akan kita susun. Kita harus punya disiplin untuk tidak melantur dari angle atau fokus. Kemudian urut peristiwa atau informasi untuk membangun cerita, entah itu dengan urutan kronologis, maupun urutan ruang.

Beberapa laporan utama Tempo juga menggunakan urutan logis, dari satu alinea ke alinea yang lain. Urutan logis ini dibagi menjadi: urutan sebab-akibat, urutan akibat-sebab, urutan khusus-umum, urutan umum-khusus, dan urutan pemecahan masalah.

Dengan outline tadi, kita dapat memikirkan lebih dulu perlu tidaknya sebuah cerita diletakkan khusus ke dalam Boks. Boks dalam tradisi Tempo, berfungsi memberi tempat bagi cerita-cerita yang punya hubungan dengan pokok cerita, tetapi akan mengganggu arus cerita bila diletakkan di batang tubuh tulisan. Boks juga sering jadi tempat kita menyoroti secara istimewa hal yang bisa jadi contoh menarik tentang satu masalah. []

Tulisan Ini adalah review buku berjudul "Seandainya Saya Wartawan Tempo". Hargailah sumber dengan mencantumkannya.

No comments: