Thursday, September 20, 2012

Tilburg: Chapter 2

Akhir-akhir ini saya sering merenung: sedikit sulit bagi saya membaca pertanda tentang
kenapa saya harus ada di sini?
apa yang saya lakukan di tempat ini?
apa gunanya saya ada di sini?
untuk apa saya melalui semua ini?

Masih kemarin saya hidup nyaman, berkumpul dengan keluarga dan sahabat terbaik, berada di bawah sinar matahari yang hangat, membaca buku yang saya suka, makan makanan yang saya mau, pergi ke tempat yang saya inginkan, melakukan hal-hal yang saya senangi.

Lalu perlahan semua itu menjadi sangat asing. Sedikit banyak saya mulai lupa, bagaimana melakukan hal yang kita kehendaki dan sukai.

Udara yang luar biasa dingin kadang menyergap saat saya tersenyum berbagi susah dengan kawan-kawan baru. Buku-buku yang kami bawa semua dalam bahasa yang asing bagi saya dan mereka. Saat berada di toko makanan, bagaikan mendengar dengking babi dari segala penjuru. Tiap akhir pekan hanya memiliki satu pilihan situs wisata: perpustakaan, untuk kembali mencoba tidak asing dengan segala bahasa keasingan. Kadangpun karena ingin jauh dari rumah yang mulai tak 'rumah'. Belakangan ini hidup sungguh berat.

Tapi, saya merasa beruntung. Sungguh beruntung. Allah telah memilih saya. Sepertinya saya sedang dikunjungi seorang pelatih, yang memberi saya macam-macam latihan. Hanya agar kelak, di pertandingan sebenarnya, yang jelas bukanlah latihan-latihan ini, saya bisa jadi pemenang.

Hidup bukanlah hidup saya melainkan ujian. Dan seperti kata seorang teman, kalau sudah dipilih Allah ada di sini, insyaAllah tidak akan ditinggal mati :)

2 comments:

Aisyah Istiqomah Marsyah said...

ttep semangat kak! Lebih terasa asing kecemburuan yg tidak jua menemukan t4nya. :)

nana said...

halo kak.. menarik sekali cerita ttg tilburg di blog ini 😁
dulu wkt kuliah di tilburg ikut beasiswa apa kak? beneran susah kak kuliah disana?