Tuesday, December 18, 2018

Life without facebook

Beberapa kali saya bertanya-tanya tentang batasan-batasan yang saya perlu  beritahu orang lain tengang kehidupan saya, dan batasan-batasan tentang apa yang perlu saya tahu mengenai privasi orang lain.

Apa yang saya anggap bagi diri saya privasi, orang lain tak begitu menganggapnya privasi. Berbeturan terus menerus.

Kehidupan menjadi terlalu banyak pikiran yang tak perlu. Terdistraksi. 

Anggaplah saya keliru, karena saya terlalu memikirkan kejadian orang lain, tetapi setiap orang berbeda. Dan saya orang yang seperti itu. 

Tetapi yang menjadi urusan kita tidak sedikit. Bahkan terlalu banyak untuk dirangkum dalam 16 jam kita terjaga, 8 jam tertidur saja masih menguntit ke alam mimpi.

Lalu harus apa?

Saya putuskan untuk berhenti memikirkan apa-apa yang tak perlu saya pikirkan. Dan pemberhentiannya haruslah radikal. Ekstrim.

Lalu apa kabar hidup?

Rasanya baik-baik saja.

Pergilah orang-orang yang tak saya temui langsung, namun saya pikirkan kejadiannya. Datanglah orang yang saya temui langsung, menuntut saya pikirkan kejadiannya.

Saya rasa itu lebih patut. Karena saya melihat setiap ekspresi mereka, kernyitan mereka, senyum mereka, semangat mereka. 

Modalitas-modalitas yang hilang, dan ternyata saya rindukan dan memberikan nutrisi berarti bagi ksehatan jiwa dan raga.

Dan semoga orang yang telah sehat tidak memutuskan kembali menjadi sakit.

No comments: