Wednesday, February 25, 2009

Yellow Journalism


Industrialisasi pers (Spencer, 1974) mulai merebak pada 1880-1920. Khususnya di Amerika, surat kabar menjadi bisnis besar, karena sirkulasinya yang semakin besar pula, sehingga terjadi persaingan di antara penerbit surat kabar. Joseph Pulitzer, pemilik New York World hadir membawa inovasi pemberitaan dalam kompetisi surat kabar ini, dia mengembangkan sebuah aliran jurnalisme yang kemudian dikenal dengan Yellow Journalism.

Dalam kamus Webster New World: Dictionary of Media & Communication (Weiner, Richard) dipaparkan defenisi Yellow Journalism:

Exaggerative, exploitative, sensational, “cheap” articles, designed to attract mass audience. The origin is the use of yellow ink to print “The Yellow Kid”, a troublemaker in comic strips in the New York World. A free wheeling, sensational newspaper, sub-sequently, William Randolph Hearst was called “The Yellow Kid” and the term become dragotory, implying irresponsible of Journalism.


Formula Pulitzer dalam meramu surat kabarnya yaitu gossip atau skandal, kriminalitas, dan menafikan hak asazi manusia. The World milik Pulitzer tidak lagi menantikan berita, namun mereka menghadirkannya. Selain itu, Pulitzer juga menghadirkan feature baru dalam The World yaitu comic strips atau comic lines.

Salah satu komik dalam koran Pulitzer adalah “The Yellow Kid”, komik yang digambar dengan tinta kuning oleh R. F. Outcault. Inilah yang menginspirasi sebutan untuk pelaporan berita yang sensasional, kebenaran separuh-separuh, Yellow Journalism.

Sumber:
1. Ardianto, M.Si, Drs Elvinaro dkk. 2007. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

2. Crump, Spencer. 1974. Fundamentals of Journalism. USA: McGraw Hill

3. Weiner, Richard. 1990. Webster’s New World: Dictionary of Media and Communication. New York: Simon & Schusters Inc.

No comments: