Friday, February 26, 2010

Tentang Bintang

Dalam perjalanan menuju langit, aku pernah menemui dua bintang terang. Entahlah, kedua bintang itu begitu menarik perhatianku. Satu bintang serupa batu rubi, membara dan terlihat kokoh. Satu bintang lagi mengingatkanku pada batu safir, dingin dan terlihat tangguh.

Untuk beberapa lama, aku singgah pada sebuah konstelasi. Mengamati kedua bintang itu. Pelan-pelan, aku mengagumi keduanya. Diam-diam, aku ingin menjadi mereka.

Bintang Rubi…

Bintang Rubi adalah seorang akhwat bernama Uswatun Hasanah. Aku menemuinya sekitar April tahun 2008 lalu. Ya, itu adalah kali pertama aku menemui dia. Aku bahkan masih ingat pertemuan kami yang unik itu.

Ketika itu dia menginstruksikanku untuk menunggunya di dekat LT lima Fakultas Kedokteran. Demi Tuhan, aku tak tahu apa itu LT lima, aku bahkan bisa tersesat di FK. Memang saat itu aku masih mahasiswa baru, berdiri di fakultas lain adalah hal yang luar biasa untukku. Kak Atun, begitu aku menyapanya, terdengar keheranan.
Bagaimana mungkin aku tak tahu apa itu LT lima?

Setelah berputar-putar di koridor, dengan sugesti semua orang menatap ke arahku, aku menemukan LT lima. LT lima adalah ruang kelas besar milik fakultas kedokteran. Nyatanya bangunan itu mudah ditemukan. Maka aku duduk di depan bangunan itu, menunggu orang yang bernama Uswatun Hasanah.

Uswatun Hasanah… dipanggilnya Atun. Aku punya sepupu namanya Atun, dia akhwat yang feminine. Kalau begitu, sesuai Frame of Reference-ku, Atun yang ini tak mungkin jauh dari itu. Aku sedang berkutat dengan stempel-stempel FLP, saat seseorang menghampiriku.

Dia perempuan berjilbab hitam bergaris wajah tegas. Penampakannya agak maskulin, dengan ransel dan pakaian serba gelap.

“Ridho?” katanya.

Nah resmilah! Orang ini adalah Uswatun Hasanah.

Aku tahu saat aku bersalaman dengannya hari itu, hidupku selanjutnya akan banyak melibatkan dia. Dan itu benar. Kami pernah mengurusi bedah buku, bazaar, kampanye, hingga beli karpet mushola sama-sama. Kami juga sudah bercerita banyak, dari masalah organisasi, jilbab, buku-buku, ikhwan, sampai rujak.

Dan dalam proses itu, aku semakin sadar bahwa aku cemburu pada satu bintang ini.
Kak Atun dengan segala dinamisme dan aktivitasnya menyentil beberapa sisi diriku. Kak Atun yang total mengabdikan dirinya pada idealisme organisasinya. Dia yang mau saja berkorban untuk organisasi, baik itu materil maupun moril. Dia tidak tahu barangkali, tapi menurutku dia telah menerapkan quantum ikhlas dalam hidupnya. Semua hal itu sungguh ingin kumiliki, ingin kupelajari darinya.

Dia seperti manifestasi diriku yang ideal. Setiap kali aku melihatnya, aku bertanya pada diriku tentang apa yang telah kulakukan untuk idealismeku. Setiap kali aku melihat bintang rubi ini, aku selalu ingin memperbaiki keikhlasanku. Dan itulah yang membuatku singgah di konstelasi ini. Betah mengamati sang bintang rubi berlama-lama.

Bintang Safir…

Suatu ketika aku sedang menunggu giliran wawancara IELSP bersama sobatku Riana, lalu bintang ini datang. Dia bilang dia akan tinggal mendampingi kami, memberi kami tips-tips wawancara. Kisah tentang pengalaman hidupnya-pun mengalir. Saat itulah aku mulai mengagumi dan meneladani si Bintang Safir.

Bintang Safir adalah seniorku di Komunikasi, namanya Mudrikan. Dialah Lintang dalam Laskar Pelangi. Dialah Baso dalam Negeri 5 Menara. Dia bahkan pernah mencoba menjadi Furqan Ketika Cinta Bertasbih, dalam penafsiran yang sebenarnya.

Seseorang yang sungguh gigih mengejar pencapaian-pencapaian besar, itulah kesanku terhadap Kak Ikan. Kak Ikan selalu menantang kehidupan, dan tidak diam menjalaninya. Kak Ikan selalu berusaha membuat bangga kedua orangtuanya.

Dia mengikuti berbagai kompetisi, tawaran beasiswa pertukaran, audisi, dan tantangan lain. Salah satu ujian terberat dalam hidup Kak Ikan, adalah ketika ia kehilangan ibunda tercintanya, tak lama sebelum wawancara beasiswa ke luar negeri.

Baru saja kemarin, dia mewakili Makassar dalam audisi presenter TvOne. Kalaupun dia pulang tanpa menjadi pemenang, bagi kami dia tetap pemenang.

Banyak orang bilang Kak Ikan hanya beruntung, aku harus bilang mereka salah. Kak Ikan telah memperoleh tumpukan prestasi karena dia berusaha. Ini lalu mengingatkanku pada perkataan hikmah: orang yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan.
Kak Ikan pernah membawa daftar riwayat hidup, dan aku dibuat terperangah oleh tebalnya daftar prestasinya. Dia lalu menceritakan pengalamannya yang selalu menjadi runner up. Ustad Salim A Fillah pernah berkata: kalau kamu gagal hari ini, lalu gagal lagi besok, itu artinya Tuhan masih ingin mendengar permohonan-permohonanmu, mendengar tangisanmu. Kalau begitu Mudrikan Nacong adalah orang yang paling dicintai suara tangisnya oleh Tuhan.

Karena itulah aku cemburu padanya. Aku ingin menyerupai bintang ini, kegigihan dan kebaktiannya.

Sungguh ada ribuan bintang yang pernah kudapati sangat menyilaukan. Masing-masing mereka memberiku kilauan yang berbeda, yang berusaha kutiru. Kepada semua bintang itu aku ingin berterimakasih sebanyak bintang.



2 comments:

Drina said...

Sungguh aq suka.sukaaaa sekali membaca cerita ini ^^
Dan aq jg sgt suka bintang!

Lam kenal y :-)

Raidah Intizar said...

Hai Drina. Makasih sudah singgah di konstelasi kita.