Wednesday, March 10, 2010

Dia,

Aku tidak ingat tanggal persisnya, tetapi itu pasti akhir abad ke dua puluh. Sebuah nama menggaung dalam rongga kosong benakku. Ada yang menyahut ketika aku berjalan, ketika aku duduk, ketika aku berlari. Nama yang asing. Nama itu selalu mengiringi namaku. Begitu pula hidupku.

Aku tidak ingat tanggal persisnya, tetapi masih di abad yang sama. Aku ingat jendela bertirai kawat di tempat ibadah. Ada kertas terselip di sana. Kertas putih berderai-derai tinta hitam. Tulisan tangan yang indah. Paragraf-paragraf yang menyertai hidupku selanjutnya. Kalimat tawa, kalimat tangis, kalimat hati.

Aku tidak ingat tanggal persisnya, tetapi mungkin di awal abad dua puluh satu. Pertengahan tahun. Aku melihat orang itu duduk di bangku kayu. Menunduk, menekuri kertas miliknya sendiri. Kertas putih berkilau yang akan mengantar ke tempat mana saja. Tempat-tempat yang jauh.

Aku tidak ingat tanggal persisnya, mungkin tahun 2002. Dia kembali, tak berkertas, namun bersepeda. Bersepeda dari tempat yang jauh. Rikuh dan kaku ia mengayuh sepeda. Angin menerbangkan helai-helai rambutnya. Angin tawa, angin tangis, angin hati.

Aku tidak ingat tanggal persisnya, tapi itu pasti tahun kelulusan. Mungkin terbiasa, aku sadar akan hadirnya. Orang yang sama berdiri di bawah lintangan-lintangan lampu kecil. Membalikkan badan saat aku melintas. Dan aku terus berjalan ke selatan.

Aku tidak ingat tanggal persisnya, tapi ini baru-baru saja. Aku masih mencari tahu, kenapa aku harus menemukannya lagi. Di jaring itu ia bersemayam, menulis di kertas-kertas. Kertas yang tak berisi kalimat tawa, kalimat tangis, kalimat hati. Namun kalimat itu membangunkanku di tepi malam. Aku menyadarinya terlambat, nyatanya paragraf dalam kertas itu tetap menyertai hidupku.

Aku kemudian ingat, di setiap waktu. Sahutan-sahutan itu. Kalimat-kalimat itu. Angin itu.

Allah… kenapa hidupku masih saja tentang dia?



No comments: