Monday, April 16, 2012

Amessia Chapter 3

Dari sekian banyak teman-teman yang dekat dengan kami selama di Amerika, salah satu yang terdekat adalah Phu Duong. Dia berkebangsaan Vietnam dan belajar bersama kami di IEOP self-funded yang boleh juga diterjemahkan: tajirrrr bu, pak. Hehe. Yang menjadikan kami dekat adalah karena pada suatu masa, entah disambar apa, ia menawarkan diri untuk ikut perform di Indonesian Day, jadilah dia latihan nari saman setiap hari bareng teman-teman. Oiya, mengenai Indonesian Day ini, sebenarnya bukanlah kewajiban mahasiswa IELSP, tapi atas inisiatif yang mubah karena ingin memperkenalkan budaya Indonesia pada orang Amerika.

Nah, balik ke Phu Duong. Saya masih ingat saat placement test, saya duduk tak jauh dari dia, dia tampak kebingungan dengan test yang dikerjakan tapi enggan bertanya pada dosen pengawas test. Pikir saya, ni anak pastilah introvert. Dan ternyata, seperti biasa, saya SALAH BESAR. Saya turun di Edenburn Drive pada suatu sore sehabis dari Asian Market, dan saya mendengar gelegar suara nun dari lapangan voli: "RIDOOO, I BROUGHT YOU NOODLES!!!!!"
Dan sejak sore itulah, setiap Phu main voli di Schilletter, dia selalu membawakan saya dan teman-teman mie instan Vietnam, judul mie-nya: MAMA DUNDUN (jika Anda ketemu mie terkait mohon hubungi saya T_T). Kami menjadi sangat dekat dengan bocah Vietnam ini, sampai beberapa guru IEOP menyangka Phu adalah mahasiswa Indonesia juga. Phu juga sudah semakin mahir menggunakan kata "lebayyyyy!"
Seperti serial Amessia ini, kalau Phu tau saya menulis serial ini dia akan memasang wajah amit-amitnya dan berkata: "Rido lebayyyy!!!" hehehehe

7. Landscape Architecture Building
Kami dan para mahasiswa internasional serta native speaker bertemu di Landscape Architecture Building. Kami biasa menyebutnya L.A., yep, seperti akronim Los Angeles. LA merupakan kantor utama dengan beberapa kelas IEOP (Intensive English Orientation Program). LA adalah bangunan yang hampir-hampir berbentuk rumah Amerika tahun 1900-an. Dan benar, kata Curtis, LA dulunya adalah horse barn alias kandang kuda pendiri Iowa State University, dimodifikasi sedemikian rupa sehingga jadilah salah satu bangunan kantor dan kelas.
Setelah UDCC, LA adalah tempat kedua yang kami datangi dan paling sering kami datangi di kemudian hari. Mahasiswa Indonesia IELSP mendapatkan orientasi dari koordinator untuk pertama kali di gedung ini, tampak bagian dalam LA kurang lebih seperti kindergarten pada umumnya dengan banyak poster dan pamflet. Di lantai satu ada kantor, restroom dan vending machine, lantai dua ada beberapa kelas, lab komputer, perpustakaan dan ruangan guru, di lantai tiga ada kantor lagi buat guru.
Di lab, kami biasa memanfaatkan jeda kelas untuk memantau perkembangan di tanah air *halah, FB-an maksudnya. Mahasiswa Indonesia kalau mau sholat dibolehkan sholat di perpustakaan LA atau di kantor Jeanie, biasanya kami akan membuat kamar mandi di lantai satu becek karena air wudhu sampai ada guru yang hampir terpeleset, sebelum naik ke perpus untuk sholat.
Kami punya banyak kenangan di LA, salah satunya adalah pesta ulang tahun bulan Juni yang diadakan guru-guru IEOP untuk mahasiswa Indonesia yang kebetulan ulang tahun di bulan terkait. Mereka merayakannya dengan tema pesta ulang tahun anak-anak, dan kami jadi tahu "o, kalo anak Amerika ultah acaranya kayak gini thoo?". Ada banyak game dan makanan (halal), saya berpartisipasi di lomba puzzle peta Amerika Serikat bersama Icha dan menjadi pemenang makan eskrim bersama Mak Xiong di Coldstone :D, selain game puzzle, ada juga game pinata dan twister.
Di LA, kami juga sempat bertemu dengan President of Iowa State University (rektor maksudnya), Mr Geoffry. Beliau menyampaikan menyelamati kami karena terpilih untuk mendapatkan pengalaman pendidikan luar negeri, dst, dsb.
Kalau hari Rabu, kami biasa janjian dengan mahasiswa Iowa State untuk Conversation Club, dari LA kami akan berangkat ke tempat-tempat tertentu di Ames untuk ngobrol dan nongkrong dengan mereka. Kadang pula saya bolos Conversation Club agar bisa konsul sama Mr Jared Brinkmann mengenai kelas grammar di lantai 3 LA.
Menjelang kepulangan, saya, Icha, Dwi dan Phu duduk-duduk di perpustakaan LA sambil main Jenga (permainan tarik balok) yang diberikan Mak Xiong pada saya. Lalu entah kenapa, kami mulai menangis. LA dan orang-orang di dalamnya, memberikan terlalu banyak kenangan untuk dipikul pulang :(
Untuk ke LA, naik Cyride #3 Blue North dari halte di Edenburn Drive :)

8. Asian Market
Beritahu saya, begitu kamu tiba di sebuah negara antah berantah, dan kamu harus makan malam, apa yang kamu pikirkan? Sebagai warga negara Indonesia yang baik, tentu saja kami memikirkan nasi. Beberapa teman saya sebenarnya sudah ancang-ancang kalau-kalau di US kelak tak ada nasi, mereka membiasakan mencari sumber karbohidrat yang lain. Tapi, apa mereka bercanda? Mak Xiong mengerti ini, meski lahir dan besar di Amerika Serikat, ia sangat mengerti derita anak rantau dan segera mengantarkan kami ke Asian Market.
Asian Market persis berada di sisi kanan HyVee di Lincoln Way, selain menyediakan beras -dan kami biasa memilih beras Thailand yang mirip karakteristiknya dengan beras INA, Asian Market juga menyediakan sebuah benda ajaib bernama: CALLING CARD. Calling card adalah sebuah kartu pulsa seharga $2-5 berisi pulsa ngomong 30-60 menit. Caranya mudah, telepon nomor yang ada di Calling Card melalui telepon rumah/selular, masukkan nomor seri untuk mengaktifkan pulsa ngomong, kemudian teleponlah orang-orang yang kamu rindukan. Beras dan Calling Card selalu membuat kami ingat jati diri kami yang sebenarnya :)
Kami rutin ke Asian Market untuk membeli dua hal tersebut, dan juga kebutuhan lain seperti colokan, gula merah, anchovies. Oh iya, tahukah kamu anchovies itu apa? Anchovies a.k.a ikan teri kering adalah yang membuat masakan-masakan kami berasa Indonesia, paling tidak 70%, dan bisa dibilang ini bumbu wajib bagi masakan berupa tumis-tumisan.
Di Asian Market kamu juga bisa menemukan bumbu instan Indonesia seperti Maggi dan Indofood, serta beberapa sirup Indonesia. Sekedar informasi, US tak mengenal sirup, kamu tahu, cairan atau bubuk yang dicampur air itu lho? hehe, mereka langsung menjual jus botolan sehingga menurut hemat Indonesia, lebih boros dari sirup kesayangan kita. hehehe
Penjaga toko Asian Market adalah seorang wanita Korea yang mulai mengenal saya, soalnya tiap saya datang, saya langsung mengeluarkan kemampuan terpendam saya berbahasa Korea: "Annyonghaseyo," "hanguk saram imnika?" "Mannaso bangapsumnida." "nan hanguk chogum arayo," dan tanpa sadar, saya terus menyapa dia seperti itu, setiap bertemu :D
Meski senang ke Asian Market, jika ada kebutuhan saya dan Dwi yang bisa saya dapatkan di Pammel Grocery, tentu kami lebih memilih ke Pammel. Kenapa?
Untuk ke Asian Market, naik CyRide #1 Red

9. Pammel Grocery
Sudah semingguan saya dan Dwi tak makan daging-dagingan karena ragu kehalalannya, beberapa teman memilih untuk mengucap basmalah saja sebelum makan, tapi tetap tak menghilangkan keraguan kami tentang daging yang tak disembelih atas cara-cara syar'i. Untuk makanan lain seperti roti, coklat, susu, kami selalu cermat mencari label UD atau K atau U, yang berarti makanan terkait bebas gelatin hewan, khususnya gelatin babi.
Waktu itu pagi hari Ahad di depan apartemen, kami sedang latihan paduan suara lagu Indonesia Raya, datanglah Bang Ireng, mahasiswa Indonesia yang lagi kuliah S2 di Iowa State, dengan sarung di bahu dan kopiah di kepala. Di tangannya dia membawa sekotak nugget dengan logo besar tulisan arab: HALAL. Saya dan Dwi heboh melihatnya, segera bertanya dia dapat di mana daging halal itu. Kami pernah mendengar dari Ihsan Zaatari, akhwat Lebanon yang menetap di Ames, tentang Pammel tapi kami saat itu masih baru di Ames dan takut tersesat. Jadi beginilah ucap Bang Ireng: "Ini dapatnya di Pammel Grocery, grosir makanan halal, besok saya antar deh, jus mangga saya juga lagi habis."
Keesokan Senin setelah kelas Listening/Speaking, Bang Ireng menunggu kami di koridor LA, kami berjalan ke halte di Kildee Hall dan naik CyRide Red #1 ke Lincoln Way. Sebelum tiba di Lincoln, kami berhenti di Colorado Ave di mana berdirilah grocery dan deli (kedai) Pammel. Saya masih ingat aroma zaitun yang menusuk di dalam toko serba halal itu, dan senyum sang pemilik toko: Aisyah. Aisyah adalah akhwat Chinese yang menikah dengan pria muslim Arab Saudi, mereka punya putri berusia tiga tahun yang imuttt sekali, bayangkan saja Arab dan Cina diubek di satu wajah.
Bang Ireng menunjuk kulkas-kulkas pintu transparan di mana daging-daging halal dipajang. Serasa saya ingin takbir. Betapa kemudahan yang diberikan Allah, bukan kesulitan. Bang Ireng menjelaskan ada dua jenis daging ayam: whole dan grounded. Whole adalah ayam utuh, grounded yang sudah dipotong/cincang. Mahalan grounded, maka dengan $4 kami membeli whole chicken.
Setelah membeli beberapa item, kami duduk di depan Pammel dan Aisyah menawari kami semangka -buah khas musim panas, sayang kami lagi puasa, walhasil sebagai ganti Aisyah membungkus 3 porsi ayam panggang dari kedainya yang berada di dalam toko, kata Aisyah untuk buka puasa kami. Alhamdulillah.
Kami di Amerika diberi allowance/jajan oleh pemerintah Amerika Serikat, dan kami pikir akan lebih baik jika kami membelanjakannya di toko muslim seperti Pammel Grocery. Uang kita yang jatuh ke tangan muslim lebih aman dibanding jika diberikan ke tangan non-muslim, kan?

Untuk ke Pammel, naik CyRide #1 Red, berhenti dekat Colorado Ave, sebelum masuk ke Lincoln Way

No comments: